Universitas Airlangga Official Website

Menelisik Ideologi Pekerja Kereta Api pada Masa Lampau 

Alfian Widi (Kiri) dan Rizky Pradana (Kanan) menerangkan materi yang bertajuk “Ideologi Diatas Rel Kereta Api” dalam acara “Diskusi Sejarah Kereta Api” di Steamedsoul Cafe Sidoarjo, pada Sabtu (4/6/2022). (Foto : Affan Fauzan)

UNAIR NEWS – Perkembangan ideologi tidak hanya terjadi di ruang-ruang diskusi ataupun kelas akademik. Pada masa lampau, ideologi dapat menyebar melalui benda-benda mati. Salah satunya adalah alat transportasi. Saat itu kereta api menjadi salah satu media penyebaran suatu ideologi, yang memberikan dampak sejarah.

Mendiskusikan hal tersebut, Steamedsoul Cafe, Angkringan Pendopo dan Geschiedeniskenner, menyelenggarakan kegiatan “Diskusi Sejarah Kereta Api” di Steamedsoul Cafe Sidoarjo, pada Sabtu (4/6/2022).

Mengangkat tema “Ideologi di Atas Rel Kereta Api”, acara yang juga disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube tersebut mengajak audiens untuk mengenal ideologi yang berjalan melalui transportasi kereta api. Dalam kesempatan itu, dua mahasiswa HMD Ilmu Sejarah Alfian Widi dan Rizky Pradana membeberkan awal mula penyebaran ideologi tersebut.

Kereta Api dan Ideologi

“Jadi, sebelum kita membahas tentang Ideologi, kita harus terlebih dahulu tahu bahwasannya stasiun yang merupakan basis tempat kereta api berhenti mempunyai peran vital di masa lalu. Hal ini dibuktikan oleh teori yang digagas oleh Handinoto dan Purnawan,” ujar Rizky.

Menurut Handinoto, Sambung Rizky, Stasiun selalu diletakkan pada jalan arteri utama, yang mana diletakkan di tempat strategis. Sedangkan menurut Purnawan, yang dikutip dari buku Arkeologi Transportasi, pemberhentian kereta memunculkan tempat ramai yang kemudian merangsang pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya berkembang menjadi pasar.

Sehingga, stasiun kereta api menjadi tempat yang ideal dalam menyebarkan ideologi karena pada masa lalu menjadi tempat strategis dan sering dekat dengan tempat-tempat vital perekonomian maupun sosial politik. Hal itu juga dibuktikan dalam buku Zaman Bergerak yang ditulis oleh Takashi Shiraishi mengenai ideologi dan rel kereta api.

“Dikutip dari buku tersebut, saat itu salah satu ideologi, yakni komunisme sedang berkembang di Jawa Tengah, tepatnya Semarang yang dijuluki oleh Kota Merah. Penyebaran ideologi itu tersebar sampai kota-kota kecil di sekitar rel,” ucapnya.

Karena itu, ungkap Rizky, banyak kota-kota yang dekat dengan jalur rel kereta api seperti Pati, Demak, Purwodadi yang mengarah ke timur, lalu Salatiga Boyolali, dan jauh sampai di Madiun dan Nganjuk merupakan munculnya gerakan kiri pada masa lalu.

“Tentu kita tahu bahwa peristiwa Madiun yang dilakukan oleh Partai Komunis adalah untuk menyabotase mobilitas, termasuk membatasi gerakan produksi agar pekerja dapat menuntut upah yang sesuai kepada kolonial saat itu,” imbuhnya.

Ideologi Pekerja

Selanjutnya, Alfian menerangkan tentang alasan kenapa ideologi yang berkaitan dengan sosial seperti sosialisme hingga komunisme menyebar melalui transportasi kereta api.

“Ini berkaitan dengan kader atau pekerja VSTP yang berada di jalur kereta dan trem. Organisasi VSTP tersebut dekat dengan ISDV yang kemudian berubah nama menjadi PKI.” Ujarnya.

Keberadaan kereta api tentu membutuhkan pekerja untuk merawat kereta, rel, maupun stasiun. Dari hal tersebut, sambung Alfian, pekerja yang sudah masuk dalam serikat buruh, biasanya mudah untuk bergabung di dalam suatu ideologi. Terlebih lagi komunisme adalah gerakan sosialisme yang berpihak kepada kaum pekerja.

“Inilah yang membedakan kenapa banyak pekerja kereta api memiliki ideologi sosialisme dan komunisme pada masa lalu. Keterlibatan serikat buruh dan upaya Partai Komunis kepada pekerja, membuat kita tahu bahwasannya ideologi dapat berkembang melalui benda benda mati, seperti halnya kereta api,” ujarnya.

Penulis: Affan Fauzan

Editor: Feri Fenoria