Universitas Airlangga Official Website

Mengapa Nyeri Sendi Tidak Dapat Dihindari Oleh Lansia?

Foto oleh YouTube

Nyeri sendi merupakan salah satu rasa nyeri yang sangat mengganggu kwalitas hidup manusia. Selain karena rasa nyerinya yang sulit dihilangkan, nyeri sendi menganggu mobilitas yang akibatnya membuat segala aktivitas seseorang menjadi terbatas. Hampir sejak usia remaja seseorang mulai pernah mengalami nyeri sendi ringan. Semakin menua usia seseorang, nyeri sendi semakin sering dirasakan, terutama pagi saat bangun tidur. Mengapa?

Sendi dapat diibaratkan engsel pintu, tetap bekerja baik selama mempunyai pelumas yang cukup di antara logam penyusunnya. Demikian pula persendian yang tersusun dari tulang dengan tulang rawan di ujungnya, terbalut kapsul sendi yang kuat dan berisi cairan pelumas yang cukup untuk menjamin gerakan mulus sempurna dan kuat. Tetapi tidak sesederhana engsel pintu, persendiaan juga memerlukan otot, ligamen, serta penyebaran beban yang stabil. Engsel pintu dapat kehabisan pelumas dan membuat pintu berderik atau sulit dibuka. Demikian pula persendian dapat berkurang tidak hanya jumlah, melainkan mutu pelumas sendi. Pelumas sendi tidak hanya sebagai media di antara tulang rawan kedua ujung tulang, melainkan juga penuh nutrisi yang menghidupi sel sel di dalam persendian (Pratama, 2022). Tidak seperti engsel pintu, otot dan ligament yang menopang baik dan kuat akan menjaga persendian untuk tidak terbebani sehingga terawat baik sampai usia tua.

Semua makhluk Tuhan akan menua, cepat atau lambat, demikian pula semua sel, jaringan, serta semua organ tubuh manusia, termasuk mental dan jiwa. Bagaimana manusia menjadi tua dengan sehat, dengan kwalitas hidup baik, “body, mind, and spirit” semua bermula sebelum tua, saat usia masih muda dan belum memikirkan menjadi tua. Untuk menghindari mengalami nyeri sendi saat usia tua, gaya hidup sehat harus dimulai sejak usia dewasa termasuk menjaga keutuhan persendian dengan tidak melakukan olah raga ekstrem, olah raga “high impact” dengan pemanasan cukup, menjaga kekuatan otot, serta posisi tubuh baik saat berdiri dan berjalan. Sekitar 17 – 20% populasi di Indonesia sulit atau gagal menjaga kesehatan persendian sehingga mengalami nyeri sendi yang hebat di usia 55 tahun atau lebih (Riskesdas, 2018).

Pada saat seseorang mengalami nyeri sendi hebat, langkah awal yang dilakukan adalah memastikan jenis dan derajat kerusakan sendi yang terjadi atau akan terjadi bila sudah terjadi kerusakan pada salah satu komponen pendukung persendian tersebut. Terdapat beberapa cara pemeriksaan serta kriteria kerusakan sendi. Pada prinsipnya selalu diupayakan penanganan mengembalikan homeostasis (mengembalikan pada keseimbangan tubuh) dengan memperkuat otot otot, mengurangi beban sendi, melancarkan aliran darah guna mengatasi keradangan sealamiah mungkin (melakukan latihan otot terarah serta rehabilitasi medis), sebelum ke tahap selanjutnya dengan obat obat anti nyeri yang aman, yang tidak semakin memperburuk kondisi tulang dan sendi (Pratama, 2022). Inti dari seluruh penanganan adalah memperlambat kerusakan yang terjadi sekaligus akan mengurangi bahkan menghilangkan nyeri sendi.

Dengan kemajuan tekhnologi luar biasa di bidang kedokteran, ruang dalam sendi dapat dilihat secara langsung dengan kamera serat optik (arthroscopy). Kejernihan cairan sendi, kondisi selaput pembungkus sendi yang menghasilkan cairan sendi, keutuhan tulang rawan, serta kemungkinan tercabiknya bagian bagian tersebut yang membuat cairan sendi semakin keruh dan tidak berfungsi baik. Selain melihat, sekaligus dapat dilakukan pembersihan, pembilasan, “menyukur” bagian yang tumbuh tidak baik agar dapat terjadi pertumbuhan baru yang lebih sehat, serta mengisi sendi dengan cairan sendi yang sehat, bahkan konsentrat darah sendiri yang kaya dengan zat zat perbaikan untuk peradangan (Platelet Rich Plasma).(Irianto, 2019)

Pada satu titik tertentu dimana kerusakan sendi tidak dapat diperlambat dan kerusakan berlanjut maka seluruh tulang rawan persendian hancur, kedua ujung tulang bersentuhan tanpa celah sendi sehingga seluruh pergerakan menimbulkan rasa nyeri luar biasa. Obat anti nyeri akan diperlukan dalam dosis yang semakin meningkat yang selain meredakan nyeri juga meninggalkan kerusakan berbagai organ dan tulang sendiri. Pada titik ini satu satunya yang dapat dilakukan adalah mengganti sendi dengan sendi buatan (arthroplasty). Walaupun mengganti sendi tetap harus disertai penguatan otot dan latihan, serta keinginan kuat untuk pulih dengan dukungan keluarga (care giver). Setelah pergantian sendi, kebanyakan pasien dapat segera berdiri sendiri setelah 3 hari paska operasi, berjalan dengan alat bantu, dan berjalan tanpa alat bantu dalam 2 minggu – 1 bulan. Bahkan tanpa obat penghilang nyeri. Penderita dapat menekuk lutut dengan baik, bahkan untuk melakukan gerakan sholat atau berlutut di gereja. Dari catatan laporan di Indonesia usia tertua yang melakukan penggantian sendi adalah penderita berusia 90 tahun. Pergantian sendi bahkan dapat dilakukan sekaligus pada kedua sendi lutut.(Irianto, 2019) Berkat penelitian dan perkembangan teknologi kedokteran dalam bentuk prosthesa, teknik operasi, dan teknik pembiusan, saat ini operasi penggantian sendi lutut dilakukan dalam kurang dari 2 jam, perdarahan kurang dari 300 ml, dengan lama rawat tinggal di rumah sakit kurang dari 7 hari. (Pratama, 2022)

Apakah nyeri sendi dapat dihindari seorang lansia? Dapat, hanya bila persendian dan semua yang mendukung dijaga tetap sehat dengan gaya hidup sehat sejak dewasa. Apakah nyeri sendi harus dioperasi? pada suatu titik tertentu operasi penggantian sendi menawarkan satu satunya peluang untuk dapat mengembalikan mobilitas sehingga kwalitas hidup tetap terjaga, menjadi tua dengan sehat.

Penulis: Dr. Komang Agung Irianto Suryaningrat,dr. Sp.OT(K)

Referensi:

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35860458/

Pratama A, Irianto KA, Setiawati R, de Vega B. Total Knee Arthroplasty, All-in-One versus Four-in-One Femoral Cutting Jig System: A Comparison Study. Adv Orthop. 2022; 2022: 2055537. Published 2022 Jul 11. doi:10.1155/2022/2055537

Kemenkes, R. I. Laporan nasional riskesdas 2018. Jakarta: Kemenkes RI. 2018: 154-66.

Komang-Agung IS, Sindrawati O, William PS. Do Age and Co-morbidy, Among other Factors, affect Length of Hospital Stay following Total Knee Arthroplasty. Malays Orthop J. 2018;12(2):25-30. doi:10.5704/MOJ.1807.005