UNAIR NEWS – Datangnya bulan suci Ramadan bukanlah alasan bagi tiap orang untuk mengurangi asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh. Kondisi tubuh perlu dijaga agar tetap fit selama berpuasa dengan memperhatikan pola gizi seimbang.
Setiap orang hendaknya mengatur pola makan sesuai kebutuhan gizi dalam tubuh. Pada tubuh dengan kondisi normal, takaran sayur dan buah-buahan dibutuhkan lebih banyak dari karbohidrat, lemak, dan protein. Secara rata-rata, orang Indonesia mengonsumsi sebanyak 2.000 kilo kalori (kkal) per hari.
Menurut Triska Susila Nindya, MPH, pengajar pada Departemen Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, tubuh tetap memerlukan asupan gizi yang sama baik pada saat berpuasa maupun tidak berpuasa.
Triska mengatakan, cara tepat untuk mengatur pola konsumsi adalah sesuai dengan proporsi sahur (800 kkal), berbuka puasa (800 kkal), dan mencicipi kudapan usai tarawih (400 kkal).
Sahur
Menjelang puasa, tubuh memerlukan makanan yang mengandung karbohidrat, vitamin dan mineral, lemak, dan protein. Masing-masing zat memiliki peranannya dalam tubuh. Karbohidrat dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber tenaga. Protein dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pembangun dan regenerasi sel-sel. Begitu pula dengan porsi sayuran dan buah-buahan.
“Dengan mengonsumsi makanan dengan unsur lengkap, kita tidak perlu khawatir mengalami kekurangan gizi saat berpuasa,” tutur Triska.
Porsi sayuran dan buah-buahan diutamakan lebih banyak ketika sahur. Selain mengandung vitamin dan mineral, buah dan sayur mengandung unsur karbohidrat kompleks sehingga rasa kenyang akan bertahan lebih lama.
Tetapi, apabila seseorang mengonsumsi lebih banyak lemak dan minuman manis, maka tubuh akan merasa cepat haus. Meminum kopi saat sahur juga sebaiknya dihindari karena bersifat deuretik sehingga akan menghasilkan eksresi air seni yang lebih banyak. Padahal, tubuh memerlukan cadangan cairan.
Setelah sahur, umumnya orang akan tidur sebentar sebelum memulai aktivitas rutin. Padahal, tidur akan memperlambat metabolisme tubuh. “Proses pencernaan makanan dan zat gizi tidak berjalan sempurna. Akibatnya, karbohidrat yang seharusnya dibakar dan menjadi sumber tenaga, akan tersimpan menjadi lemak. Begitu pula dengan zat lainnya. Beri dulu kesempatan tubuh paling tidak dua jam untuk mencerna makanan secara sempurna,” tutur Triska.
Nggak mau dong kamu merasa lemas saat berpuasa?
Berbuka
Setelah sahur, tubuh tidak menerima asupan gizi sama sekali baik dari makanan maupun minuman. Dalam rentang waktu tersebut, tubuh tidak memproduksi enzim sama sekali. Pada saat berbuka, seseorang hendaknya membatalkan puasa dengan makanan ringan, seperti kurma, buah-buahan lainnya, maupun teh manis. Prinsipnya, makanan tersebut bisa meningkatkan glukosa darah dalam waktu cepat dan juga menstimulus enzim pencernaan.
“Ibaratnya saja mesin fotokopi yang baru dinyalakan tapi langsung digunakan untuk memfotokopi sebanyak 500 lembar. Sama seperti tubuh, itu akan memperberat kerja pencernaan karena enzim dihasilkan secara bertahap,” tutur Triska.
Pada saat berbuka, tubuh memerlukan makanan dengan unsur lengkap, seperti nasi (karbohidrat), tahu dan tempe atau ikan (protein), dan sayur-sayuran (vitamin). Sama seperti sebelumnya, porsi sayuran harus lebih banyak dari karbohidrat.
Asupan air
Secara umum, tubuh memerlukan 1,5 – 2 liter air per hari. Tinggal bagaimana mengatur asupan air pada saat berpuasa sesuai aktivitas yang dijalani. “Tubuh kita cenderung mengalami dehidrasi saat berpuasa karena tidak bisa minum. Kebutuhan cairan harus tetap terpenuhi, apalagi kalau kita beraktivitas di tempat yang terik dan banyak mengeluarkan keringat,” tutur Triska.
Bagaimana dengan anak kos? Biasanya, mereka cenderung sahur ataupun berbuka dengan nasi, mi instan, telor, dan makanan berlemak. Menanggapi hal itu, Triska mengatakan, anak kos harus bisa memilih makanan. Apabila kondisi tersebut diteruskan, maka tubuh akan kekurangan mikronutrien, terutama vitamin dan mineral.
“Sebaiknya, pilih makanan yang tidak terlalu banyak mengandung gorengan. Semakin banyak mengonsumsi gorengan, lemak akan semakin menumpuk dalam tubuh,” imbuh Triska.
Penulis: Defrina Sukma S.
Editor: Nuri Hermawan