Penyakit jantung multivalvular merupakan lesi stenosis dan atau regurgitasi pada satu katup atau lebih. Patologi katup trikuspid (regurgitasi dan stenosis) ditemukan sebagai lesi primer dan sekunder dengan prevalensi yang berbeda-beda. Studi retrospektif yang melibatkan >5000 pasien menunjukkan lesi katup trikuspid menyebabkan peningkatan mortalitas hingga 25% ketika menyertai lesi katup lainnya. Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas diagnosis dan pemilihan manajemen patologi katup trikuspid pada lesi multivalvular.
Wanita 46 tahun datang ke poli rawat jalan dengan diagnosis mitral stenosis berat dan aorta stenosis berat dengan trombus atrium kiri. Pasien mengeluh mudah lelah dengan aktifitas dan sesak sedang dirasakan semakin memberat sejak 2 tahun terakhir. Kedua kaki dirasakan membengkak disertai perut terasa begah yang hilang setelah beberapa hari. Tidak didapatkan nyeri dada, riwayat lumpuh, riwayat penggunaan obat, penyakit jantung koroner, diabetes, maupun hipertensi. Pasien telah mengetahui menderita penyakit katup jantung sejak usia 12 tahun. Pasien kemudian dirujuk ke RS Dr.Soetomo untuk perbaikan katup.
Pemeriksaan fisik di RS Dr. Soetomo didapatkan tekanan darah 105/79 mmHg, nadi 98 kali per menit irregularly irregular, pernafasan 2 kali per menit. Pada pemeriksaan kepala leher tidak didapatkan anemis, ikterus, maupun sianosis namun pasien tampak dispneu. Pada pemeriksaan thorax didapatkan simetris, tanpa ada retraksi. Cor terdengar S1 S2 irregularly irregular dengan murmur diastolik grade III/IV di apex. Pulmo tidak terdengar ronkhi maupun wheezing. Pada pemeriksaan abdomen hepar teraba dan ekstrimitas tidak terdapat edema. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
Pemeriksaan elektrokardiogram dengan hasil irama atrial fibrilasi dengan respon ventrikel rapid 110 – 140 kali per menit, sumbu frontal RAD, sumbu horizontal normal. Foto thoraks didapatkan kardiomegali dengan cardiothoraxic ratio 71%. Tampak pinggang jantung datar, conus pulmonalis menonjol, batas kanan jantung kanan melebar ke kanan, terdapat double contour, dan rounded apex. Hasil kateterisasi jantung menunjukkan arteri koroner normal
Hasil Ekokardiografi menunjukkan stenosis mitral berat ( Mitral Valve Area (MVA) planimetri 0.9 cm2), stenosis aorta berat disertai kalsifikasi (Aortic Valve (AV) V Max : 4.62 m/s; AVA Planimetri 0.6 cm2; AV mean Pressure Gradient (PG) 51.91 mmHg; Stroke Volume Index (SVi) 47.17 ml/m2), regurgitasi aorta sedang (Vena contracta width (VCW) 0.4 cm, Jet width/LVOT width 26%, Jet Cross sectional area/LVOT Cross Sectional Area 17.6%)stenosis trikuspid berat ( TV mean PG 9.33 mmHg, Inflow Velocity Integral 65.4 cm), regurgitasi trikuspid sedang (TR max PG 61.52 mmHg) dilatasi RA, LA, LV, dan RV, dengan Left ventricular concentric remodelling.
Pasien direncanakan untuk operasi Double Valve Replacement (DVR), Tricuspid Valve commisurotomy dilanjutkandengan Kay Procedure sekaligus evakuasi trombus atrium kiri. Pada saat operasi, ditemukan trombus dengan ukuran 4cm x 1.5cm x 2.2cm yang berlapis-lapis. Pada pemeriksaan patologi anatomi secara mikroskopik menunjukkan fibrin luas dan perdarahan luas dengan sel radang mononuklear dan makrofag dengan kesimpulan sesuai trombus. Pasien kemudian dilakukan perawatan di ruang rawat inap kardiologi dengan diberikan terapi Furosemide 20 miligram tiap 24 jam, concor 2.5 miligram tiap 24 jam, heparin bolus 80 unit/kgBB dilanjutkan maintenance dengan pump mulai 18unit/kgBB/jam dengan target APTT 2-2.5 kali APTT kontrol. Pasien mendapat perawatan di ICCU selama 4 hari terkait kongesti paru dan hipotensi paska operatif. Setelah kondisi pasien stabil, pasien dipulangkan dengan terapi Furosemide 40 miligram tiap 24 jam oral, Bisoprolol 2.5 mg tiap 24 jam, dan Warfarin 3 miligram tiap 24 jam malam.
Konsekuensi hermodinamik akibat kombinasi patologi multi katup terhadap aliran darah, ukuran, bentuk, dan fungsi ventrikel dapat memberikan kesulitan dalam diagnosis dan menentukan derajat keparahan katup. Temuan pada pemeriksaan fisik seperti pulse pressure, intensitas dan periode murmur pada auskultasi dapat memberikan interpretasi yang salah, sehingga pemeriksaan pencitraan diagnostik wajib dilakukan.
Ekokardiografi merupakan baku emas diagnostik kelainan katup jantung multipel dan campuran. Ekokardiografi diperlukan untuk evaluasi pathogenesis, mekanisme, derajat keparahan, progresifitas, penentuan indikasi dan prediksi keberhasilan tindakan perbaikan katup. Remodelling pada ventrikel kiri dan kanan akibat penyakit katup aorta dan pulmonal akan menyebabkan perubahan katup atrioventrikel dan apparatus subvalvular sehingga menyebabkan regurgitasi sekunder katup mitral dan trikuspid. Lesi stenosis aorta dan pulmonal akan menyebabkan peningkatan driving pressure pada katup atrioventricular sehingga meningkatan volume regurgitasi. Pengukuran dengan metode effective regurgitant orifice area lebih objektif untuk digunakan pada kondisi diatas.
Penyakit katup multipel dan campuran merupakan patologi kelainan katup yang memiliki prevalensi yang tinggi, dengan penyakit jantung rematik sebagai etiologi utama di negara berkembang. Kombinasi kelainan katup akan menghasilkan interaksi hemodinamik kompleks yang memberikan tantangan dalam diagnosa, penentuan derajat keparahan lesi berdasarkan pemeriksaan imaging, dan tatalaksana. Strategi manajemen lesi katup multipel dan campuran memerlukan diskusi multidisiplin dengan mempertimbangkan profil resiko individu dan kesintasan jangka panjang paska tindakan.
Penulis : Denny Suwanto, Ivana Purnama Dewi, Mohammad Budiarto
Link : https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2049080122014790