Setiap tahun, pada tanggal 24 September, kita memperingati Hari Tani Nasional sebagai bentuk penghormatan kepada para petani yang telah bekerja keras memastikan pangan tersedia di meja makan kita. Namun, ironisnya, penghargaan terhadap mereka tak selalu sesuai dengan peran vital yang mereka jalani. Masalah yang masih menghantui sektor pertanian Indonesia adalah kemiskinan struktural, minimnya akses terhadap teknologi modern, serta ketidakpastian harga hasil panen.
Kondisi ini menjadi ironi yang menohok, terutama di negara agraris seperti Indonesia. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menyebutkan bahwa sektor pertanian masih menyerap tenaga kerja terbanyak, yaitu 29,2% dari total angkatan kerja. Namun, sektor ini juga mencatatkan tingkat kemiskinan yang tinggi. Banyak petani kita masih tergantung pada cara-cara tradisional dengan hasil yang belum maksimal. Ketidakmampuan untuk mengakses teknologi dan informasi menyebabkan petani berada dalam pusaran stagnasi produktivitas.
Peran Negara yang Masih Lemah
Sebagai negara dengan sejarah agraris, perhatian terhadap sektor pertanian seharusnya menjadi prioritas. Namun, faktanya, anggaran untuk pengembangan pertanian masih sangat kecil. Belum lagi kebijakan impor yang seringkali membuat harga produk lokal anjlok. Hal ini semakin parah dengan rendahnya investasi pada riset dan pengembangan teknologi pertanian, yang seharusnya menjadi kunci untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Pemerintah seharusnya lebih berani dalam mengambil langkah untuk melindungi petani lokal, terutama di era globalisasi dan perdagangan bebas ini. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah memberikan subsidi khusus untuk alat-alat pertanian modern yang dapat meningkatkan produktivitas, serta memberikan perlindungan harga ketika produk pertanian dalam negeri melimpah.
Teknologi: Jalan Keluar atau Ancaman?
Tak dapat dipungkiri bahwa inovasi teknologi memainkan peran penting dalam transformasi sektor pertanian. Namun, akses terhadap teknologi canggih ini sering kali terbatas pada kelompok petani besar atau perusahaan agribisnis, sedangkan petani kecil kesulitan menjangkaunya. Edukasi yang intensif mengenai penggunaan teknologi pertanian modern juga harus digalakkan, agar para petani kecil tidak tertinggal oleh perubahan zaman.
Meningkatnya ketergantungan pada teknologi juga menimbulkan pertanyaan: akankah robotisasi dan otomatisasi perlahan-lahan menggeser peran petani tradisional? Hal ini perlu mendapat perhatian agar pengenalan teknologi baru tidak serta-merta mengorbankan mata pencaharian petani kecil.
Mendorong Generasi Muda Terjun ke Dunia Pertanian
Salah satu masalah yang tak kalah penting adalah rendahnya minat generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian. Bertani seringkali mendapat anggapan sebagai pekerjaan kotor, berat, dan tidak menjanjikan masa depan yang cerah. Padahal, dengan teknologi yang terus berkembang dan tren pertanian berkelanjutan, potensi sektor ini masih sangat besar. Kampanye untuk mendekatkan generasi muda dengan dunia pertanian modern sangat penting dilakukan.
Hari Tani Nasional seharusnya menjadi momen bagi kita semua untuk merenungkan bagaimana nasib petani Indonesia ke depannya. Membangun pertanian yang kuat, adil, dan modern adalah tanggung jawab kita bersama. Petani bukan hanya tulang punggung bangsa, tetapi juga penjamin masa depan pangan kita. Sudah saatnya mereka mendapatkan penghargaan yang setara dengan peran penting yang mereka emban.
Penulis: Alia Dewi Kartika