Kematian maternal di Indonesia masih tinggi. Untuk menurunkan angka kematian maternal, media pendidikan yang lebih sederhana untuk konseling yang menyoroti risiko untuk terjadinya kehamilan berisiko diperlukan untuk meningkatkan kesadaran calon pengantin wanita dan pria tentang kehamilan berisiko tinggi. Kartu skor Poedji Rochjati (KSPR) adalah kartu skor yang digunakan sebagai alat skrining antenatal berbasis keluarga untuk menemukan faktor risiko untuk hamil. Selain itu, kartu ini mempermudah pengenalan kondisi yang dialami ibu hamil untuk mencegah komplikasi kebidanan saat melahirkan. Kartu ini telah digunakan khususnya di Jawa Timur untuk kelompok ibu hamil beresiko menurut skor dan awal deteksi kehamilan risiko tinggi, namun demikian kartu ini belum dimanfaatkan untuk media konseling pada calon pengantin. Penelitian kami menggunakan KSPR dalam konseling pra-konsepsi (pra-nikah), dan diberikan kepada responden baik yang datang dengan pasangannya atau datang tanpa didampingi pasangannya.
Materi utama konseling, merupakan isi KSPR yaitu faktor risiko untuk ibu hamil, 1) terlalu muda hamil (≤ 16 tahun); 2) terlalu tua untuk yang pertama kehamilan (≥ 35 tahun); 3) jarak kehamilan 10 bertahun-tahun; 4) jarak kehamilan 2 tahun; 5) memiliki > 4 anak-anak; 6) terlalu tua untuk hamil (≥ 35 tahun); 7) juga tubuh pendek (≤ 145 cm); 8) riwayat keguguran; 9) sebelumnya persalinan dengan forsep/vakum, plasenta manual, infus/transfusi; 10) riwayat operasi caesar; 11) penyakit pada kehamilan (anemia, malaria, TBC, penyakit jantung, diabetes, IMS); 12) edema pada kehamilan (wajah dan kaki) dan tekanan darah tinggi; 13) kehamilan kembar; 14) hidramnion; 15) kematian fatal intrauterin; 16) tanggal lewat; 17) posisi sungsang; 18) posisi berbaring melintang; 19) pendarahan selama kehamilan; 20) preeklamsia/eklampsia.
Konseling disampaikan selama 20 menit. Pengetahuan dinilai sebelum dan sesudah intervensi menggunakan kuesioner di pra dan pasca tes. Terjadi peningkatan skor rata-rata pengetahuan yang dimiliki oleh calon pengantin yang mendapat konseling, baik yang didampingi pasangannya maupun tidak didampingi oleh pasangannya, sedangkan pada kelompok yang tidak mendapat konseling tidak didapatkan peningkatan pengetahuan. Sementara itu, di antara kelompok yang mendapat konseling, penggunaan KSPR sama baiknya untuk meningkatkan pengetahuan kelompok yang datang dengan pendamping maupun tanpa pendamping.
Temuan ini menggambarkan bahwa rata-rata pengantin wanita mulai menikah setelah menyelesaikan sekolah menengah dan bahkan melalui perguruan tinggi. Berdasarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 2017, data ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memenuhi target mereka, yaitu untuk meningkatkan partisipasi perempuan di sekolah dan menunda usia pernikahan. Tingkat pendidikan membantu untuk menentukan kemampuan seseorang untuk menyerap dan memahami ilmu pengetahuan. Ada faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu pendidikan, paparan media massa, ekonomi, hubungan sosial dan pengalaman. Perbedaan pengetahuan pranikah sebelum dan setelah konseling menggunakan KSPR dapat berasal dari klien, konselor, materi dan media yang diberikan konselor. Dalam penelitian ini, peran konseling sangat signifikan menambah pengetahuan responden. Itu ditemukan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam rata-rata kenaikan pengetahuan yang dimiliki responden dalam kelompok intervensi, dan kelompok yang diberikan penyuluhan. Konseling pada dasarnya adalah metode yang dimaksudkan untuk membantu seseorang mengenali kondisi dan masalah hari ini, serta untuk menemukan alternatif untuk menyelesaikan masalah.
Dalam studi ini, pemberian konseling bukan untuk mencari masalah dialami oleh kedua mempelai sebagai responden, namun untuk tujuan pencegahan melalui pembangunan kesadaran perempuan tentang masalah yang dapat mempengaruhi kehamilan, sehingga dapat membuat keputusan; pengelolaan dan modifikasi faktor risiko. Studi ini menunjukkan bahwa konseling meningkat pengetahuan pengantin yang datang dengan atau tanpa mereka mitra. Dalam penelitian ini, kami memperhatikan bahwa ketika menjawab pra-pertanyaan tes dan post-test, wanita pra-nikah yang datang dengan pasangan mereka dan berdiskusi untuk menentukan pilihan jawaban, tetapi pada dasarnya perempuan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disajikan dalam kuesioner sendiri. Melalui penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian konseling hanya untuk calon pengantin adalah cukup untuk menambah pengetahuan tentang risiko tinggi kehamilan. Belum ada penelitian lain tentang wanita pranikah yang berbeda pengetahuan dengan atau tanpa mitra mereka. Disarankan agar konseling pra-konsepsi dengan menggunakan media KSPR diadopsi oleh puskesmas-puskesmas di seluruh Indonesia.
Penulis : Naomy Simanungkalit, Samsriyaningsih Handayani, M. Ilham Aldika Akbar.
Link https://www.e-journal.unair.ac.id/FMI/issue/download/1817/291