Persepsi terhadap institusi pendidikan merupakan lingkungan yang secara inheren aman semakin dipertanyakan akibat meningkatnya insiden keselamatan di seluruh dunia. Kebakaran asrama tahun 2003 di People’s Friendship University of Russia yang menewaskan 41 mahasiswa dan ledakan laboratorium pada tahun 2015 di China University of Mining and Technology yang mengakibatkan satu korban jiwa serta beberapa luka-luka adalah beberapa contoh di antaranya. Insiden ini menekankan pentingnya institusi pendidikan, seperti universitas, untuk menanamkan praktik keselamatan di kalangan mahasiswa serta mempromosikan budaya keselamatan. Meskipun penelitian tentang budaya keselamatan secara tradisional berfokus pada industri berisiko tinggi, studi terbaru mulai mengeksplorasi konsep ini dalam institusi pendidikan di negara-negara seperti Amerika Serikat, China, Vietnam, dan Brasil. Namun, kajian menyeluruh tentang budaya keselamatan dalam pendidikan masih jarang dilakukan. Untuk mengatasi kesenjangan ini, dilakukan tinjauan literatur sistematis (Systematic Literature Review/SLR) untuk mengkaji tren dan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap budaya keselamatan di institusi pendidikan pada periode 2019 hingga 2023. SLR ini dilakukan menggunakan metode PRISMA, mengidentifikasi 17 artikel relevan dari Science Direct dan SCOPUS, yang kemudian menghasilkan 15 subtema melalui analisis tematik. Studi ini mengungkapkan bahwa faktor perilaku seperti pelatihan keselamatan, kesadaran, pengetahuan, komitmen, dan komunikasi adalah yang paling berpengaruh dalam membangun budaya keselamatan yang positif, mencakup 87% temuan. Universitas negeri menjadi institusi yang paling sering diteliti, diikuti oleh sekolah dasar dan universitas swasta. Model budaya keselamatan yang sudah mapan seperti Reason Safety Culture Model dan Guldenmund’s Three-Layered Organizational Culture sering dirujuk, menyoroti pentingnya dimensi psikologis (sikap terhadap keselamatan), situasional (faktor lingkungan), dan perilaku (praktik keselamatan) dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih aman.
Studi ini menekankan bahwa pelatihan keselamatan merupakan komponen penting dalam membangun budaya keselamatan yang kuat, terutama di lingkungan laboratorium di mana mahasiswa harus menangani bahan berbahaya. Integrasi pendidikan keselamatan ke dalam kurikulum dan penerapan metode inovatif seperti video keselamatan dan sistem penghargaan terbukti meningkatkan keterlibatan mahasiswa dan kesadaran mereka terhadap keselamatan. Selain itu, faktor psikologis seperti sikap mahasiswa terhadap keselamatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan mereka. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkorelasi dengan praktik keselamatan yang lebih baik. Faktor situasional seperti ketersediaan alat pelindung diri (APD) dan keberadaan tanda keselamatan yang jelas juga memainkan peran penting dalam mengurangi kecelakaan. Temuan ini juga menunjukkan bahwa institusi pendidikan sebaiknya mengadopsi praktik keselamatan dari sektor industri untuk memperkuat budaya keselamatan mereka, sehingga menciptakan lingkungan belajar yang lebih aman bagi semua pemangku kepentingan.
Penulis: Tofan Agung Eka Prasetya, S.Kep., M.KKK., Ph.D.
Referensi: Ismail, S. N., Ramli, A., Prasetya, T. A. E., & Rosanti, E. (2025). Contributing Factors of Safety Culture in the Education Sector: A Systematic Review. Journal of Advanced Research in Applied Sciences and Engineering Technology, 52(2), 164-175. https://doi.org/10.37934/araset.52.2.164175
Baca juga: Budaya Keselamatan dalam Penanganan Kecelakaan Industri Besar