Kanker ovarium merupakan salah satu jenis kanker ginekologi yang memiliki tingkat kematian tinggi. Meskipun berbagai kemajuan telah dicapai dalam bidang diagnosis dan terapi, angka harapan hidup penderita kanker ovarium masih relatif stagnan dalam tiga dekade terakhir. Sebuah studi terbaru yang menganalisis tren kanker ovarium di Indonesia selama periode 1990–2021 mengungkap adanya peningkatan signifikan dalam angka kejadian dan kematian akibat penyakit ini. Pada tahun 2021, jumlah kasus kanker ovarium di Indonesia mencapai 13.250 kasus, dengan 5.296 kematian akibat penyakit ini. Dibandingkan dengan tahun 1990, jumlah kasus meningkat sebesar 233,53%, sementara angka kematian meningkat sebesar 221,95%. Hal ini menunjukkan bahwa kanker ovarium masih menjadi tantangan kesehatan masyarakat yang serius.
Analisis berdasarkan kelompok usia menunjukkan bahwa kanker ovarium lebih umum terjadi pada wanita berusia 50 tahun ke atas. Namun, peningkatan kasus juga diamati pada kelompok usia yang lebih muda. Secara geografis, Pulau Jawa mencatat jumlah kasus terbanyak, sementara peningkatan kasus paling signifikan terjadi di Papua, dengan pertumbuhan lebih dari 1000% sejak 1990.
Sebuah penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi beberapa faktor risiko utama yang berkontribusi terhadap peningkatan beban kanker ovarium di Indonesia, di antaranya:
• Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tinggi: Obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker ovarium, terutama melalui mekanisme inflamasi dan perubahan hormonal yang mendukung pertumbuhan sel kanker.
• Paparan asbes di lingkungan kerja: Studi menunjukkan bahwa paparan serat asbes dapat memicu proses karsinogenesis di ovarium, meskipun mekanismenya masih perlu diteliti lebih lanjut.
• Faktor gaya hidup, termasuk merokok dan konsumsi alkohol, yang dapat memperburuk risiko kanker ovarium.
Meskipun jumlah dokter spesialis kebidanan dan kandungan (obstetri dan ginekologi) serta dokter onkologi di Indonesia mengalami peningkatan, studi ini menemukan bahwa ketersediaan tenaga medis tidak selalu berkorelasi dengan penurunan angka mortalitas. Hal ini mengindikasikan adanya kendala dalam akses layanan kesehatan yang berkualitas serta keterbatasan dalam deteksi dini kanker ovarium, khususnya di daerah terpencil.
Selain itu, hingga saat ini, Indonesia belum memiliki pedoman nasional yang jelas untuk skrining kanker ovarium. Upaya yang dilakukan masih berfokus pada edukasi bagi tenaga medis untuk meningkatkan kesadaran terhadap keganasan ovarium dan memastikan rujukan pasien ke pusat onkologi dilakukan tepat waktu.
Untuk mengurangi dampak kanker ovarium di Indonesia, diperlukan langkah-langkah strategis yang mencakup aspek pencegahan, deteksi dini, dan peningkatan akses terhadap layanan kesehatan. Beberapa strategi yang dapat diimplementasikan antara lain:
• Peningkatan edukasi masyarakat mengenai faktor risiko dan gejala kanker ovarium guna mendorong deteksi dini.
• Pengendalian faktor risiko, seperti program pencegahan obesitas melalui promosi pola makan sehat dan aktivitas fisik.
• Pengurangan paparan asbes, terutama bagi pekerja di industri yang berisiko tinggi terhadap paparan zat ini.
• Pemerataan akses layanan kesehatan, termasuk distribusi tenaga medis yang lebih merata di seluruh provinsi.
• Promosi penggunaan kontrasepsi oral, mengingat penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pil kontrasepsi dapat menurunkan risiko kanker ovarium secara signifikan.
Hasil studi menegaskan bahwa kanker ovarium merupakan ancaman kesehatan yang semakin meningkat di Indonesia. Lonjakan kasus dan angka kematian yang tinggi menunjukkan bahwa upaya pencegahan serta perbaikan sistem layanan kesehatan harus menjadi prioritas dalam kebijakan kesehatan nasional. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran, memperluas deteksi dini, serta memastikan setiap individu memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang memadai. Dengan strategi yang tepat, angka kejadian dan kematian akibat kanker ovarium dapat ditekan, sehingga meningkatkan kualitas hidup bagi perempuan di Indonesia.
Brahmana Askandar Tjokroprawiro
Artikel lengkapnya dapat diakses pada tautan berikut
https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11741624/