Dunia kedokteran saat ini berkembang sangat pesat. Khususnya di bidang radiodiagnostik yang mulai mengalami perubahan ke era digitalisasi. Salah satu kegunaan terbaru dalam bidang radiodiagnostik adalah CT-Scan yang telah banyak digunakan di rumah sakit bahkan sudah menjadi kebutuhan minimal pada rumah sakit tipe B. CT-Scan merupakan modalitas pencitraan yang memberikan kualitas resolusi gambar yang baik meskipun memberikan dosis radiasi yang besar. Dosis radiasi pada CT-Scan dapat dikurangi dengan pengaturan parameter CT-Scan yang tepat. CT-Scan merupakan metode pemeriksaan radiologi untuk memperoleh informasi anatomi dan kelainan pada tubuh manusia. Selain informasi anatomi, kelainan yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT-Scan adalah tumor, aneurisma, abses, lesi hilus atau mediastinum dan pembedahan aorta.
Kemajuan teknologi pencitraan CT-Scan meningkatkan kualitas gambar dan proses akuisisi data. Kualitas hasil gambar CT-Scan tergantung pada kecanggihan modalitasnya. salah satu komponen yang mempengaruhi kualitas gambar CT-Scan adalah noise. Kebisingan merupakan fluktuasi (deviasi standar) nilai angka CT pada suatu jaringan atau bahan homogen. Nilai noise pada pencitraan CT-Scan sangat bergantung pada pemilihan parameter pemeriksaan. Parameter CT-Scan yang mempengaruhi nilai noise adalah Slice Thickness, Field of View (FOV), Exposure Factor (Iluminasi), Matrix Reconstruction.
CT-Scan merupakan sistem pencitraan medis yang cukup kompleks, sehingga terdapat risiko kesalahan kalibrasi dan malfungsi pada sistem pembangkitan dan pendeteksian sinar-X. Oleh karena itu, pesawat CT-Scan memerlukan program QC (quality control) untuk menjamin kualitas gambar. Salah satu program kendali mutu pada penggunaan pesawat CT-Scan adalah arus tabung mAs dan tegangan tabung kV. Dalam pembentukan gambar CT-Scan terdapat beberapa proses yaitu data akuisisi, pemrosesan data, dan pemrosesan gambar. Akuisisi data merupakan suatu metode pengumpulan informasi dari pasien untuk menghasilkan gambar CT-Scan. CT-Scan memiliki dua metode perolehan data yaitu metode heliks dan metode Axial. Cara-cara tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai perbandingan dosis radiasi dan kualitas gambar antara CT otak aksial atau sekuensial dan heliks, disebutkan bahwa dosis radiasi pada metode heliks atau spiral lebih rendah dibandingkan dengan metode heliks atau spiral. metode aksial atau sekuensial. Nilai DLP pada teknik aksial atau sekuensial adalah 304.60 dan pada metode helical atau spiral nilai DLPnya adalah 229.10. Hasil kualitas gambar metode aksial atau sekuensial mempunyai kriteria kualitas gambar lebih tajam dibandingkan dengan hasil kualitas gambar metode spiral. Penelitian pace dan zarb menggunakan nilai parameter arus yang berbeda, metode aksial menggunakan arus tabung sebesar 160 mAs sedangkan metode heliks menggunakan arus sebesar 100 mAs.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi metode helical dan Axial CT-Scan pada Fantom mempengaruhi kualitas gambar. Hasil analisis statistik menunjukkan pengaruh antara kedua metode tersebut. Jadi terdapat perbedaan rata-rata hasil noise untuk metode scanning antara metode helical dan metode axial. semakin kecil nilai standar deviasi (noise), maka kualitas gambar akan semakin detail dan akurat. Variasi mAs dan kV mempengaruhi hasil pemeriksaan phantom CT-Scan, bila mAs dan kV besar maka nilai standar deviasi (noise) semakin kecil. Sedangkan ketika mAs dan kV rendah maka nilai simpangan baku (noise) semakin besar. Dari hasil penelitian diperoleh nilai optimum terjadi pada variasi metode heliks pada tegangan 120 kV dan arus tabung 200 mAs.
Penulis : Suryani Dyah Astuti, Suhariningsih dan Zainal Rahmad
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: