Estimasi usia merupakan salah satu teknik dalam ilmu forensik yang bertujuan untuk identifikasi individu baik dalam kasus bencana, kecelakaan maupun kasus kriminal yang tidak diketahui karena tidak ditemukan identitas asli atau adanya pemalsuan identitas individu. Menurut Lewis dan Senn (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa estimasi usia penting dilakukan untuk mengerucutkan kemungkinan dalam pencarian ketika memeriksa korban yang tidak dikenal, menentukan usia saat kematian, membedakan korban pada pemakaman massal, menentukan apakah seseorang memenuhi syarat menerima tunjangan jaminan sosial, dan menemukan imigran yang tidak memiliki dokumen lengkap.
Estimasi usia dapat dilakukan karena bertambahnya usia seiring dengan meningkatnya tahap pertumbuhan dan perkembangan tubuh berupa perubahan fisik yang konstan sehingga setiap tahap dari proses perubahan tersebut dapat dihubungkan dengan usia seseorang. Dengan mengetahui estimasi usia individu maka dapat diketahui perkiraan usia kronologisnya. Estimasi usia menjadikan identifikasi individu lebih sederhana dengan mengelompokkan usia. Bagian tubuh yang umumnya dipakai untuk estimasi usia adalah skeletal dan gigi.
Gigi merupakan jaringan keras dalam tubuh yang memiliki tahap pertumbuhan yang bervariasi setiap usia seseorang. Pertumbuhan gigi dimulai sejak masa intrauterine hingga tahap pertumbuhan gigi permanen. Gigi menjadi sumber informasi yang ideal untuk mengetahui identitas seseorang karena terdapat fakta bahwa gigi merupakan komponen tubuh manusia yang paling sulit hancur. Gigi mampu bertahan terhadap panas hingga mencapai suhu 900°C, tidak mudah rusak selama penyimpanan, dan melekat erat pada tulang rahang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa estimasi usia melalui gigi pada anak memiliki akurasi yang tinggi karena gigi berada pada tahap pertumbuhan, sedangkan estimasi usia pada dewasa dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Estimasi usia melalui gigi dapat dilakukan dengan metode pemeriksaan secara morfologis, radiografis, histologis ataupun biokimiawi. Estimasi usia melalui gigi dianggap sebagai metode yang tepat untuk memperkirakan usia seseorang karena terdapat korelasi yang kuat antara usia dengan gigi. Metode ini telah dikembangkan hingga menjadi beberapa metode pengukuran, seperti metode Demirjian (1973), Willems (2001), Cameriere (2006), Moorrees (1963), dan Al Qahtani (2010) melalui foto radiografi panoramik.
Willems et al. (2001) mengadaptasi metode Demirjian dan menghasilkan perhitungan yang lebih mudah dan ringkas untuk anak laki-laki dan perempuan. Metode ini telah dievaluasi di beberapa populasi dan dinyatakan lebih akurat dari metode Demirjian sebelumnya. Metode Al Qahtani et al. (2010) atau yang disebut The London Atlas, dapat digunakan untuk memperkirakan usia gigi mulai dari usia 30 minggu intrauterine sampai usia 23 tahun. Kedua metode ini dipilih karena memiliki tingkat akurasi yang tinggi pada beberapa populasi, noninvasive sehingga dapat dilakukan pada individu yang masih hidup ataupun sudah meninggal, perhitungan dan pengaplikasian yang relatif mudah dan tidak memerlukan biaya yang besar.
Penelitian ini dilakukan pada foto panoramik laki-laki dan perempuan populasi di Surabaya dengan rentang usia antara 6-17 tahun. Peneliti membandingkan antara usia estimasi melalui tahapan pertumbuhan gigi yang nampak pada foto panoramik yang menjadi sampel penelitian dengan usia kronologis yang tercatat pada database. Pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara usia kronologis dan estimasi usia dental dengan metode Willems dan Al Qahtani, namun selisih antara estimasi usia dental dan usia kronologis yang paling kecil pada populasi di Surabaya adalah dengan menggunakan metode Willems.
Penulis: Beshlina Fitri Widayanti Roosyanto Prakoeswa, drg.
Jurnal: Children and Adolescent Dental Age Estimation by the Willems and Al Qahtani Methods in Surabaya, Indonesia