Universitas Airlangga Official Website

Model Sederhana untuk Menjelaskan Ketiadaan Berobat pada Pasien Tuberkulosis di Daerah Tropis Indonesia

Foto by Alodokter

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia (Mekonnen & Azagew, 2018; World Health Organization, 2021). Angka yang tinggi ini karena pengobatan TB memakan waktu minimal enam bulan. Oleh karena itu, penderita TBC harus minum obat secara teratur. Sebagian besar kasus TB yang rentan terhadap obat dapat disembuhkan dengan terapi intensif selama 2 bulan diikuti dengan terapi fase lanjutan selama 4-7 bulan. Menyelesaikan perawatan hanya akan menghasilkan peluang pengembalian 5-8%. Namun, ketidakpatuhan terhadap pengobatan TB kemungkinan akan mengakibatkan TB yang resistan terhadap berbagai obat (TB-MDR) atau gejala sisa pasca-TB (Bea et al., 2021; Mekonnen & Azagew, 2018). Pasien TB yang menjalani pengobatan secara tidak teratur, meningkatkan tingkat kegagalan pengobatan dan resistensi obat (Adane et al., 2013) dan kambuh, yang menyebabkan infeksi, penularan, dan kematian yang berkepanjangan (Woimo et al., 2017).

Ketidakpatuhan minum obat merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan. Menurut hipotesis Lawrence Green, tiga unsur—faktor predisposisi, faktor pencetus, dan faktor pemungkin—memengaruhi perilaku kesehatan (Green & Frankish, 1994). Namun, model ketidakpatuhan belum dieksplorasi dengan ketidakpatuhan berobat pasien TB. Di Indonesia, angka kesakitan akibat TB menurun pada tahun 2021. Namun demikian, india masih berada di urutan kedua setelah India untuk prevalensi TB (World Health Organization, 2021). Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2020, terdapat kurang lebih 845.000 pasien TB di Indonesia, 569.899 diantaranya telah dinotifikasi.

Oleh karena itu, 32% kasus memiliki belum dilaporkan. Selain itu, 73% dari 90% target keberhasilan pengobatan telah tercapai. Selain itu, Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh negara penyumbang angka resistensi obat setiap tahunnya. Surabaya menyumbang angka TB tertinggi untuk Jawa Timur. Pada tahun 2019, jumlah kasus TB di Puskesmas Perak Timur menempati urutan ke-2 tertinggi di Surabaya dan hampir seluruhnya terdiri dari remaja. Laporan TB Global yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia pada Oktober 2021 memperkirakan saat ini terdapat 24.000 kasus TB yang resistan terhadap obat di Indonesia. Namun, hanya 7.921 pasien yang mendapatkan konfirmasi laboratorium, dan 5.232 telah memulai pengobatan baru (Organisasi Kesehatan Dunia, 2021).

Kepatuhan pengobatan TB sangat penting untuk mencapai keberhasilan pengobatan (Bea et al., 2021). Namun, memastikan kepatuhan terhadap obat TB dapat menjadi tantangan karena lamanya pengobatan. Banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien TB dalam minum obat. Kegagalan pengobatan pasien TB disebabkan oleh masalah sosiodemografi dan ekonomi, pengetahuan dan persepsi, serta pengaruh pengobatan TB (Pradipta et al., 2020). Perawat merupakan tenaga kesehatan yang selalu kontak dengan pasien TB. Dengan demikian, perawat juga memiliki peran dalam menyelesaikan pengobatan TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model sederhana untuk menggambarkan ketidakpatuhan berobat pada pasien TB di Indonesia.

Penulis: Prof. Dr. Ah. Yusuf S., S.Kp., M.Kes.

Jurnal: http://jos.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/view/6593/3824