Depresi merupakan kondisi umum yang dapat terjadi pada anak dan remaja. Depresi dapat menjadi kronis dan berulang dengan efek yang merugikan terhadap kesehatan, fungsi sosial dan pekerjaan sehari-hari, bahkan yang terburuk depresi dapat menyebabkan seseorang memiliki keinginan untuk bunuh diri. Depresi adalah salah satu bentuk sindrom gangguan keseimbangan mood (suasana perasaan), ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian. Depresi merupakan kontributor yang signifikan terhadap permasalahan kesehatan mental global dan dialami manusia di seluruh dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), secara global ditemukan 300 juta orang dari segala usia menderita depresi. Hampir 1 juta angka kematian setiap tahun karena bunuh diri, dan terdapat 3000 kematian akibat bunuh diri setiap hari. Sebuah studi metaanalisis terhadap 26 Studi epidemiologi di Amerika menemukan prevalensi depresi sebesar 2,8% untuk anak-anak di bawah usia 13 dan 5,6% untuk usia 13 tahun atau lebih tua. Berdasarkan National Comorbidity Survey pada remaja mayoritas depresi terjadi 11.7% pada usia 13-18 tahun (15,9% perempuan dan 7,7% laki-laki). Pada saat setelah pubertas resiko untuk depresi meningkat 2-4 kali lipat, dengan 20% insiden pada usia 18 tahun. Perbandingan jenis kelamin penderita depresi pada saat anak-anak adalah 1:1.
Depresi disebabkan berbagai faktor yaitu faktor biologis, psikososial dan genetik. Apabila salah seorang kembar menderita depresi, maka kemungkinan saudara kembarnya menderita pula sebesar 70 %. Kemungkinan menderita depresi sebesar 15 % pada anak, orang tua, dan kakak-adik dari penderita depresi. Gejala depresi pada anak dan remaja adalah: kesedihan, perasaan yang hampa, tidak memiliki harapan; kemarahan yang meledak-ledak, mudah marah dan frustasi akibat masalah kecil; kehilangan rasa ketertarikan terhadap hampir semua kegiatan seperti hobi, olahraga; gangguan tidur seperti insomnia, atau tidur terlalu lama; merasa lelah, dan tidak memiliki energi melakukan kegiatan atau aktivitas; gangguan nafsu makan ditandai dengan tidak nafsu makan dan penurunan berat badan; kecemasan berlebih; penurunan kecepatan berpikir, berbicara, dan gerak tubuh; memiliki perasaan bersalah atas kesalahan yang bukan merupakan tanggung jawab penderita, dan merasa dirinya tidak ada arti; mengalami kesusahan berpikir, konsentrasi, membuat keputusan dan mengingat sesuatu; memiliki tendensi melakukan percobaan bunuh diri sampai bunuh diri; mengalami kelainan fisik yang tidak dapat dijelaskan, seperti sakit punggung, atau nyeri kepala.
Depresi pada anak dan remaja akan direspon oleh aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) di otak sehingga menyebabkan perubahan kadar kortisol. Peningkatan kerja aksis HPA membebaskan hormon pelepas kortikotropin (CRH), mengaktifkan hipofisis untuk mengeluarkan hormon adrenokortikotropik dan menstimulasi korteks adrenal menghasilkan kortisol. Peningkatan kadar kortisol dipagi hari merupakan salah satu faktor risiko untuk gejala depresi berlanjut, merusak otak, menurunkan daya tahan tubuh, dan memperburuk perjalanan penyakit. Depresi yang terjadi dapat bersifat menetap pada anak dan remaja.
Model depresi hewan adalah untuk mengetahui gejala, patofisiologi, dan pengobatan depresi. Stres ringan yang kronis tidak dapat diprediksi banyak digunakan untuk membuat model depresi hewan. Katz pertama kali mengembangkan stress kronis untuk pembuatan model depresi hewan dengan menggunakan stresor yang kuat seperti stresor dominan fisik, stres psikologis, kekurangan makanan, dan air. Willner memodifikasi protokol ini menggunakan stres yang lebih ringan ditambah dengan kekurangan makanan dan air. Periode kekurangan air dan makanan bisa menyebabkan penurunan berat badan. Kebanyakan stressor manusia bersifat psikologis, dan penurunan berat badan yang dihasilkan tidak terkait untuk diet. Kami meneliti pembuatan model hewan depresi, terutama berfokus pada stresor yang dominan secara psikologis tanpa kekurangan makanan dan air. Kelompok perlakuan dan kelompok kontrol menerima modifikasi Chronic unpredictable mild stress (CUMS), secara psikologis stresor dominan tanpa kekurangan makanan dan air) selama 21 hari, kemudian dilakukan tes preferensi sukrosa 24 jam (SPT) untuk menilai keberhasilan penciptaan model hewan depresi. Pada kedua kelompok dilakukan pengukuran asupan makanan harian, pemantauan berat badan mingguan, dan perhitungan pertambahan berat badan. Dari 42 tikus, sebanyak 39 menyelesaikan penelitian. Prosedur stres ringan kronis yang tidak dapat diprediksi selama 21 hari secara signifikan mengurangi SPT (p <0,05), rata-rata berat badan (p <0,05), dan kenaikan berat badan mingguan (p <0,05) pada kelompok perlakuan dibandingkan ke kelompok kontrol. Namun, asupan makanan rata-rata mingguan tidak berbeda secara statistik antara kedua kelompok. Kesimpulan: Modifikasi CUMS dominan psikologis pada model depresi hewan menghasilkan SPT tubuh yang lebih rendah berat badan, dan kenaikan berat badan mingguan pada kelompok perlakuan daripada kelompok kontrol.
Penulis: Prof. Dr Irwanto,dr SpA(K)
Disarikan dari artikel dengan judul: “Psychological dominant stressor modification to an animal model of depression with chronic unpredictable mild stress” yang diterbitkan bulan Maret 2023 di Veterinary World, Vol. 16 (3): 595-600. Link: