Indonesia memegang peranan yang sangat vital terhadap pengembangan sektor perikanan dan kelautan yang selanjutnya diharapkan dapat membangun perekonomian Nasional melalui produktivitas sektor ini. Salah satu pengembangan yang dilakukan pada sektor ini adalah penerapan kegiatan budidaya udang. Budidaya udang merupakan salah satu dari sekian kegiatan perikanan budidaya yang dikembangkan dari sektor perikanan di Indonesia dengan komoditas udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang masih menjadi salah satu komoditas unggulannya. Laporan menunjukkan bahwa nilai produksi perikanan budidaya yang dilakukan melalui pengembangan budidaya udang vaname di Indonesia adalah sebesar 7,45 juta ton pada tahun 2020 dan ditargetkan meningkat menjadi 10,32 juta ton pada tahun 2024 mendatang.
Tren peningkatan intensifikasi dan komersialisasi budidaya udang menuntut pembudidaya udang untuk meningkatkan padat tebar benih udang. Akibatnya, kejadian penyakit yang merugikan pada budidaya udang sering terjadi melalui epizootic penyakit. Benur udang sangat rentan terinfeksi penyakit dari lingkungan perairan yang kurang mendukung serta manajemen pakan yang tidak tepat diakibatkan oleh pembentukan sistem imunitas yang belum sempurna. Penyakit infeksius yang menyerang benur udang pada skala pembenihan (hatchery) adalah kasus zoea syndrome (ZS) yang justru masih sangat sedikit dilaporkan hingga saat ini. Namun kemunculan dari kasus ini telah dilaporkan di beberapa panti pembenihan (hatchery) benur udang vaname dengan gejala klinis saluran pencernaan larva yang kosong saat diidentifikasi menggunakan mikroskop cahaya. Beberapa negara yang telah melaporkan kejadian ZS antara lain: Ekuador, Meksiko, Amerika Serikat, dan India.
Hasil penelitian yang dilakukan melalui kegiatan surveillance di beberapa lokasi panti pembenihan (hatchery)benur udang vaname di Jawa Timur menunjukkan bahwa gejala klinis yang muncul pada benur udang yang mengalami ZS adalah meliputi bolitas pada organ hepatopankreas dan usus yang selanjutnya dapat diamati melalui studi histopatologi. Hasil histopatologi menunjukkan bahwa nekrosis dan pembengkakan sitoplasma terjadi pada udang yang terserang ZS. Tingginya kasus ZS juga memiliki kaitan yang sangat erat dengan kelimpahan Vibrio-like bacteria yang ditemukan pada tubuh udang vaname dan media pemeliharaan. Berdasarkan hasil temuan awal ini, tentunya dapat dijadikans ebagai sebuah early warning system (EWS) bagi otoritas terkait, akademisi perikanan, dan pembudidaya udang untuk terus melakukan monitoring kualitas air pada pembenihan serta memanajemen keberadaan penyakit melalui pendekatan molekuler. Kajian dengan pemberian agen alami (biocontrol) juga dapat diterapkan seperti aplikasi prebiotik, probiotik, sinbiotik, dan fitobiotik yang terbukti mampu meningkatkan sistem imun udang vaname saat stadia larva (benur). Di masa mendatang penanggulangan dan penanganan kasus ZS sangat menarik untuk dikembangkan sedini mungkin dalam upaya menekan kematian massal pada benur udang yang dapat berdampak pada penurunan produktivitas usaha budidaya udang lebih lanjut.
Penulis: Putu Angga Wiradana dan Akhmad Taufiq Mukti
Referensi:
Wiradana PA, Sani MD, Mawli RE, Ashshoffa FND, Widhiantara IG, Mukti AT*. 2022. Monitoring the occurrence of zoea syndrome (ZS) in Pacific white shrimp (Litopenaeus vannamei) larval from several hatcheries in East Java, Indonesia. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science, 1036: 012003. https://doi.org/10.1088/1755-1315/1036/1/012003.