Pada hari minggu tanggal 23 Oktober 2022 lalu direktur Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) dr Agus Harianto SpB meminta saya hadir acara pelepasan tim medis dan relawan RSTKA yang melakukan bakti sosial di Kepulauan Sumenep Madura. Acara pelepasan itu dijadwalkan di FK UNAIR dan saya diminta datang lebih awal karena ada diskusi tentang RSTKA dimana saya diminta memberikan masukan-masukan. Saya datang jam 18.30 di Sekretriat RSTKA.
Namun dr. Agus memberi info mendadak bahwa dekan FK UNAIR Prof Dr Budi Santoso dr SpOG berkenan untuk melepas secara resmi tim relawan itu di Rumah Makan Padang (RMP) Sederhana di jalan Kertajaya dan saya diminta hadir. Saya datang di RMP lebih awal disusul dr. Agus kemudian Prof Bus – begitu kami memanggil beliau. Sembari menunggu tim relawan hadir di RMP, kami bertiga berdiskusi tentang RSTKA dan persoalan-persoalan di dunia pendidikan dokter di Indonesia secara umum. Diskusi kami sangat menarik karena masing-masing kita exchange ideas yang penting dan strategis.
Saya memberikan informasi tentang pengakuan alumni FK UNAIR warga Malaysia disuatu acara pelantikan pengurus IKA UA Malaysia tahun 2017 di Kuala Lumpur dimana waktu itu saya hadir mendampingi rombongan Rektor UNAIR. Alumni FK UNAIR itu seingat saya angkatan 1971 dan mengatakan bahwa sudah ada lebih dari 500 warga Malaysia yang alumni UNAIR kebanyakan dari FK dan beberapa orang menduduki jabatan penting di negeri jiran itu. Para dokter lulusan FK UNAIR itu merasa bangga pernah studi di UNAIR dan mengakui bahwa proses studinya sangat panjang dan melelahkan. Meski begitu, mereka menjadi dokter yang tangguh karena harus mengikuti kewajiban untuk turun ke daerah-daerah, desa-desa setelah lulus studi dokter. Pendidikan dokter di negara-negara maju tidak memiliki konsep turun ke desa seperti di Indonesia.
Karakter tangguh itu diamini oleh bapak Dekan FK dan dr Agus dan setuju bahwa dokter lulusan UNAIR (dan perguruan tinggi lainnya di nusantara ini) harus memiliki jiwa tangguh sebagai psychological trait yang penting bagi pada kader dokter ini. Bahkan dr Agus mengatakan bahwa jiwa tagguh itu merupakan hasil Pendidikan Karakter yang harus dilestarikan. Sementara itu Prof BUS menjelaskan secara detail Program PTT (Pegawai Tidak Tetap) bagi dokter lulusan perguruan tinggi negeri dan PPDS atau Pendidikan Program Dokter Spesialis (kuhusus PPDS ini pernah diprotes karena dianggap melanggar HAM) yang semuanya dalam upaya membentuk jiwa dokter yang tangguh, karena mereka harus melakukan tugas sebagai dokter di daerah-daerah. Kami bertiga sepakat bahwa Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga ini bisa menjadi media untu membentuk jiwa tangguh itu atau menjadi tempat kawah candradimuka pendidikan karakter bagi para dokter.
Direktur RSTKA yang saya kenal sebagai alumni Paskibraka sejak tahun 1984 an ini mengungkapkan kekagumannya kepada seluruh tim relawan RSTKA yang semuanya memiliki fighting-spirit yang tinggi untuk mengabdikan dirinya di desa-desa dan pulau-pulau terpencil di nusantara ini. Bahkan di tim relawan yang ikut berlayar pada tanggal 23 Oktober 2022 ini ada dua wanita tangguh dari Bandung, keduanya adalah perawat bedah yang sudah ikut beberapa kali pelayaran RSTKA ke pulau-pulau kecil.
Prof. Bus dalam sambutannya sebelum melepas tim relawan ini mengatakan bahwa mereka para dokter dan perawat dengan ikut RSTKA mereka mengetahui bahwa bumi nusantara ini tidak hanya Surabaya, Jakarta, Bandung dsb namun ada ribuan pulau dimana rakyatnya mendambakan mendapatkan pelayanan medis yang baik. Di pulau-pulau terluar dan terpencil itu rakyat membutuhkan uluran tangan para dokter dan perawat. RSTKA ini lah menjadi media penting bagi kita semua untuk melihat wilayah nusantara yang luas ini.
Mengingat penting dan strategisnya RSTKA dalam misi pengabdian kepada bangsa, Prof. BUS punya pendapat bahwa nampaknya RSTKA ini perlu lahirnya “Adik” baru agar misi pengabdian UNAIR ini bisa lebih luas jangkauannya. Hal ini penting mengingat RSTKA ini sudah berumur 5 tahun dan memiliki cruise speed yang terbatas ketika berlayar ke tempat-tempat yang terpencil untuk memberikan pelayanan kesehatan. “Adik” RSTKA yang baru nanti diharapkan merupakan kapal yang lebih modern, lincah dan cepat dalam mengarungi samudra menuju pulau-pulau; sementara RSTKA “kakak” nya ini tetap difungssikan namun untuk wilayah Jawa Timur saja.
Semoga.