Epidemi COVID-19 di Cina secara cepat menyebar ke berbagai negara dan menjadi masalah kesehatan global yang luas. Sejak dinyatakan menjadi pandemi global di tahun 2019, membawa dampak negatif pada sebagian besar sektor kehidupan, khususnya sektor kesehatan. Kebijakan pemerintah yang menerapkan pembatasan sosial bedampak pada sektor kesehatan khususnya kesehatan ibu hamil yang dipengaruhi oleh sistem dan akses terhadap layanan kesehatan, ketersediaan layanan kesehatan yang berkualitas dan akses terhadap informasi kesehatan. Virus corona pada ibu hamil akan menampakkan gejala yang sama dengan pengidap positif COVID-19 pada umumnya. Terdapat beberapa hasil penelitian yang mendapatkan hasil tentang hubungan antara ibu hamil dan COVID-19 yaitu, gejala yang lebih parah. Mengingat ibu hamil memiliki sistem imunitas tubuh yang rendah, COVID-19 bisa saja menginfeksi kapanpun. Ibu hamil menjadi salah satu kelompok yang sangat berisiko apabila terpapar COVID-19. Selain itu, wanita hamil yang terkena COVID-19 juga berisiko mengalami persalinan preterm, keguguran, hingga kematian.
Dalam beberapa waktu terakhir, dilaporkan sejumlah ibu hamil yang terkonfirmasi positif COVID-19 mengalami gejala berat bahkan meninggal dunia. Untuk melindungi ibu hamil dan bayinya dari infeksi COVID-19, Kementerian kesehatan memberikan vaksin COVID-19 kepada ibu hamil dan menyusui. Kasus COVID-19 di Indonesia hingga bulan Februari 2022, ada 5.289.414 kasus yang dikonfirmasi, 146.798 kasus sembuh dan 4.593.185 kasus meninggal serta 549.431 kasus aktif COVID-19. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menekan penyebaran COVID-19 salah satunya adalah pemberian vaksinasi COVID-19 pada ibu hamil dan menyusui, dimana kita ketahui ibu hamil memiliki sistem imunitas tubuh yang rendah, sehingga lebih rentan untuk mengidap penyakit atau infeksi. Pada bayi baru lahir bisa terinfeksi COVID-19, penularannya terjadi pada saat proses persalinan atau dari ibu menyusui yang sebelumnya sudah terinfeksi virus. Pada bayi, infeksi virus COVID-19 bisa menunjukkan gejala atau bahkan tidak menunjukkan gejala sama sekali. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh ibu untuk bayi yaitu tetap memberikan asi, memeprhatikan gejala dan membawa ke rumah sakit. COVID-19 pada bayi baru lahir bisa membaik setelah mendapatkan penanganan yang tepat.
Metode dan Hasil
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan hubungan yang signifikan antara NLR (biomarker inflamasi dari tes hitung darah lengkap) dengan berat badan lahir neonatus. Penelitian ini adalah sebuah studi observasional deskriptif yang dilakukan untuk mencakup bayi baru lahir yang dilahirkan dari ibu hamil dengan COVID-19. Penelitian ini berlangsung antara bulan Juni 2021 hingga Juli 2022 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo. Data karakteristik ibu beserta hasil laboratorium ibu hamil dari data terdekat menjelang persalinan dan mengklasifikasikan NLR menjadi normal dan tinggi cut off point 3,13. Karakteristik neonatus antara lain : mortalitas, berat badan lahir, Swab PCR, jenis persalinan dan LOS. Pemeriksaan PCR Swab COVID-19 neonatus dilakukan 24 jam setelah melahirkan dan neonatus dirawat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU).
Hasil penelitian ini mendapatkan selama periode analisis (1 Juni 2021 hingga 31 Juli 2022) terdapat 1058 kelahiran dimana 24 neonatus (21,17%) dilahirkan dari ibu hamil yang terkonfirmasi COVID-19. Sebagian besar ibu hamil masih hidup (87,9%), sebanyak 91,1% wanita hamil mengalami peningkatan NLR. Penelitian ini menemukan adanya hubungan yang signifikan antara NLR dengan berat badan lahir neonatus. Studi prospektif sebelumnya mengungkapkan hasil serupa NLR berkorelasi dengan berat lahir neonatus pada ibu hamil tanpa COVID-19. Secara khusus, penelitian Panwar et al., 2020 menyimpulkan bahwa peningkatan NLR ibu pada kehamilan trimester kedua (16-18 minggu) mempengaruhi kejadian berat badan lahir rendah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa peningkatan NLR merupakan indikator korioamnionitis histologis pada masa prenatal. Dan teori ini sama dengan hipotesis yang menyatakan peningkatan NLR yang disebabkan oleh hiperinflamasi ibu dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan janin dan prematuritas. Banyak penelitian menyatakan bahwa COVID-19 ditularkan secara vertikal dan plasenta merupakan target potensial. Proses trombosis dan peradangan mengakibatkan perfusi dan oksigenasi
uteroplasenta tidak memadai yang mengakibatkan iskemia plasenta dan angiogenesis abnormal yang menjadi penyebab utama terhambatnya pertumbuhan intrauterin janin dan penurunan laju pertumbuhan janin. Kami belum menemukan penelitian yang sama, namun ada beberapa penelitian serupa pada ibu hamil tanpa COVID-19. Sebuah studi kohort di India menyatakan bahwa NLR yang tinggi pada ibu hamil berhubungan dengan berat badan lahir rendah. Meskipun tidak ada kaitannya dengan biomarker infeksi, studi kohort retrospektif yang dilakukan selama delapan bulan di Malaysia menemukan adanya trombosis vaskular ibu yang signifikan pada sekelompok wanita hamil dengan COVID-19. Perubahan maturasi vili plasenta pada kelompok kondisi kritis berat dikaitkan dengan peningkatan risiko AS rendah dan kematian ibu.
Penutupan/Simpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa NLR ibu hamil dengan COVID-19 hanya dikaitkan dengan berat lahir bayi baru lahir..
Penulis: Prof. Dr. Martono Tri Utomo, dr., SpA(K)
Link: https:// doi:10.37897/RJP.2024.1.7
Baca juga: Jumlah Trombosit dan Indeks Trombosit sebagai Penanda Retinopati Prematuritas