Desa telah lama menjadi motor penggerak pembangunan. Peranan Desa dengan otonomi khususnya telah diakui sejak zaman sebelum penjajahan hingga pasca kemerdekaan. Rekognisi Desa menjadi lebih kuat pasca diundangkannya Undang-Undang No.6/2014 tentang Desa. Pada ketentuan tersebut, prioritas pengaturan meliputi otoritas desa dalam mengatur keuangan desa yang mendukung prioritas pembangunan nasional. Bentuk nyata dukungan desa terhadap pembangunan nasional diwujudkan dalam perumusan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Desa (TPB Desa) yang merupakan derivasi dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Nasional (TPBN).
Gagasan TPB Desa sebagai prioritas pemanfaatan anggaran Desa dimulai sejak tahun 2020 melalui Permendes PDTT No.13/2020. Tidak hanya difokuskan pada dukungan ketercapiaan TPB Nasional, gagasan ini juga merupakan strategi dari program Pemulihan Ekonomi Nasional 2021. Tak diragukan lagi, keduanya merupakan sebuah gagasan yang baik dan memberikan pencerahan bagi masyarakat Indonesia bak oase di padang gurun pandemi Covid-19. Walaupun demikian, gagasan tersebut memiliki beberapa tantangan, khususnya adalah kebutuhan perangkat hukum yang lebih komprehensif dalam penggunaan Dana Desa sebagaimana ketentuan Permendes PDTT No.13/2020 tersebut. Sejauh ini, dalam kaitannya dengan Desa dan kewenangannya, permasalahan yang umum terjadi adalah disharmoni antara peraturan daerah dengan peraturan di bawahnya. Oleh karena itu, diperlukan sebuah kajian yang menyeluruh untuk dapat menjadi teladan bagi daerah lain dalam mencapai TPB Desa sebagaimana amanah Permendes PDTT No.13/2020.
Sepanjang Pandemi Covid-19, pemerintah daerah provinsi Jawa Timur berhasil mewujudkan program yang mendukung TPB Desa dan Pemulihan Ekonomi Nasional melalui perwujudan harmonisasi perangkat aturan serta kerjasama yang baik. Pemerintah provinsi Jawa Timur mengakui, untuk dapat mewujudkan sebuah ketercapaian target bersama khususnya di wilayah Desa, hal penting pertama adalah memahami kewenangan desa dalam mengelola keuangannya secara otonom. Hal ini sebagaimana ketentuan Undang-Undang No.6/2014 tentang Desa jo. Permendes PDTT No.44/2016 tentang Kewenangan Desa. Mengingat upaya ini cukup berdampak, pemerintah provinsi Jawa Timur memperhitungkan kompleksitas program. Keseriusan pemerintah provinsi Jawa Timur diwujudkan melalui jangkauan program yang komprehensif, tidak hanya berfokus pada Desa sebagai sebuah susunan pemerintahan otonom paling kecil. Pemerintah provinsi Jawa Timur mendesain program ini dengan melibatkan hampir keselutruhan komponen pembangunan di wilayah Desa seperti: BUMDes, Kelompok Sadar Wisata, Tenaga Kesehatan Desa dan Kelompok Masyarakat Desa lainnya. Objek pembangunan ini selaras dengan poin-poin TPB Desa dan Nasional, khususnya poin ekonomi, sosial, dan energi.
Dalam poin ekonomi, misalnya, Desa tidak hanya diajak untuk melakukan pengelolaan Dana Desa secara umum, namun menjalankan prioritas sesuai ketentuan Permendes PDTT No.13/2020 melalui: revitalisasi BUMDes, pengembangan unit dan kegiatan usaha BUMDes, penguatan Desa Ekowisata, dan Bantuan Langsung Tunai Desa (BLT-DD). Revitalisasi BUMDEs didesain sebagai salah satu program mengingat provinsi Jawa Timur memiliki ribuan BUMDes yang tersebar di berbagai Kabupaten dengan total aset lebih dari Rp. 65 Milyar-an. Jika pengelolaan ini dilakukan dengan baik, ini akan memberikan dukungan yang besar terhadap ekonomi nasional maupun wilayah Desa. Salah satu bentuk nyata dukungan adalah melalui Klinik BUMDes, Paman Desa, Jatim Puspa, dan Bibit Jamur.
Sementara itu, isu sosial yang berusaha diselesaikan melalui program pemerintah provinsi antara lain adalah isu keseharan, stunting, dan desa inkusif. Untuk program ini, pemerintah provinsi Jawa Timur melaksanakan program kolaboratif yang diturunkan oleh Kementerian Desa PDTT dan Kementerian PPPA. Bentuk nyata program tersebut melalui adanya Rumah Desa Sehat, Desa Aman Covid-19. Keduanya diharapkan mampu mengatasi isu gizi dan ketahanan kesehatan di wilayah desa untuk membantu melahirkan penduduk desa yang sehat. Sehingga, penduduk tersebut nantinya akan melahirkan generasi yang sehat dan lebih baik.
Terakhir, dalam lingkup energi, pemerintah provinsi Jawa Timur memiliki wacana untuk menerapkan energi baru dan terbarukan di wilayah Desa. Seperti pembangunan hydro-plantation di wilayah desa yang memiliki potensi alam. Aktivitas ini kemudain akan dikembangkan sebagai salah satu kegiatan bisnis dari BUMDes, sehingga tidak langsung akan berdampak ekonomis dan sosial bagi masyarakat setempat. Membangun kemandirian dan ketahanan desa.
Keberhasilan capaian TPB Desa melalui program diatas serta upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi, tidak terlepas dari kemampuan dan keterampilan desa dalam mengelola keuangan desa, Merujuk pada ketentuan Pasal 3 jo. Pasal 72 ayat (1)b dan (2) Undang-Undang No.6/2014 tentang Desa jo. Permendes PDTT No.44/2016 tentang Kewenangan Desa, pengelolaan keuangan desa sepatutnya merujuk pada prinsip pengelolaan yang fair dan equitable. Sayangnya, belum semua desa memahami pentingnya dokumentasi dan harmonisasi peraturan desa khususnya tentang keuangan dan lembaga ekonomi di wilayah desa. Menurut Wilda Prihatiningtyas, Dosen Hukum Pemerintah Desa di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Desa dapat mewujudkan pengelolaan keuangan yang baik dengan sebelumnya menyusun model regulasi yang baik. Model regulasi yang baik antara lain terdiri dari: Ketentuan umum, tujuan dan fungsi pengaturan, perancangan dan revisi mekanisme perencanaan pembangunan, mekanisme pembuatan keputusan, sistem perencanaan pembangunan, program legislasi yang mendukung, dan penutup. Melalui pengaturan yang komprehensif, Desa diharapkan dapat mengakomodir pedoiman pengelolaan keuangannya sehingga mampu mengakselerasi ketercapaian TPB Desa, TPB Nasional dan Pemulihan Ekonomi pasca Covid-19.
Penulis: Wilda Prihatiningtyas, S.H.,M.H.