Universitas Airlangga Official Website

Pakar UNAIR Paparkan Alasan Politik di Balik Perang Rusia-Ukraina yang Masih Berlanjut

Sumber: wahananewsco

UNAIR NEWS – Perang Rusia-Ukraina yang masih terus berlanjut hingga saat ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan terkait alasan yang melatarbelakanginya. Berkaitan dengan hal itu, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prodi Hubungan Internasional Universitas Airlangga (UNAIR) Joko Susanto SIP MSc memaparkan sejumlah alasan politik yang melatarbelakangi. Alasan tersebut di antaranya yaitu keinginan Rusia untuk mempertahankan buffer zone, perasaan persaudaraan Rusia dan Ukraina sebagai sesama negara pecahan Uni Soviet, serta serangan Barat kepada Rusia.

Pertahankan Buffer Zone

“Rusia itu tidak menghendaki Barat dalam hal ini Amerika Serikat untuk ekspansi sampai ke halaman depan dari Rusia,” jelas Joko. Dalam politik internasional, halaman depan yang dimaksud adalah buffer zone atau wilayah penyangga.

Joko menyampaikan bahwa sebelum Ukraina, ada buffer zone yang juga diperebutkan oleh Rusia dan Barat yaitu Polandia. Akan tetapi pada akhirnya Polandia jatuh ke dalam genggaman Barat. Belajar dari pengalaman inilah, Rusia tidak ingin Ukraina berada dalam genggaman Barat karena akan membuat buffer zone Rusia semakin menipis dan hal ini mengancam keamanan Rusia. Dalam perspektif Rusia, hal ini dikarenakan sama saja dengan mengundang rival-rival Rusia untuk berpapasan tepat di perbatasan Rusia.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prodi Hubungan Internasional Universitas Airlangga (UNAIR) Joko Susanto SIP

Beberapa solusi yang bisa dilakukan dari sudut pandang Rusia berkaitan dengan keinginannya untuk mempertahankan buffer zone ini yaitu dengan menggagalkan keinginan Ukraina untuk masuk ke dalam NATO atau membentuk daerah penyangga baru. Hal inilah juga yang melatarbelakangi Rusia mengakui kemerdekaan Ukraina bagian timur yaitu Donetsk dan Luhansk

Sesama Negara Pecahan Uni Soviet

Seperti yang kita tahu, Polandia juga pernah diperebutkan oleh Rusia dan Barat. Akan tetapi, karena Polandia bukan negara pecahan Uni Soviet, Rusia tidak sekeras itu dalam menyikapinya. Berbeda dengan Ukraina yang merupakan negara pecahan Uni Soviet, Rusia merasa masih bersaudara dengan Ukraina dan merasa dikhianati dengan keinginan Ukraina menjadi bagian dari NATO.

Serangan Barat Terhadap Rusia

Barat lebih tertarik menyerang Rusia secara ekonomi karena serangan militer terbuka sebagaimana yang mereka lakukan terhadap Iraq, Afghanistan, atau Serbia beresiko menghadirkan eskalasi perang berbahaya. Tidak seperti mereka, Rusia punya nuklir dan merupakan satu di antara kekuatan militer terkuat di dunia. Karena itu, sanksi ekonomi jadi pilihan Barat di sana. Hanya saja, nampaknya Rusia telah bersiap soal ini. Sanksi ini bukan pertama kalinya bagi mereka. Selain itu, mereka memegang kontrol signifikan atas kebutuhan gas Eropa dan arus suplai gandum dunia dari wilayah Eurasia. Ini menjadikan upaya Barat mengisolir mereka secara ekonomi tidak berjalan mudah.

Tidak Ada yang Menang dalam Perang

Joko juga menjelaskan bahwa Barat harus menanggung jutaan pengungsi Ukraina. Itu tentu masalah pelik secara ekonomi dan secara politik dapat memicu popularitas kelompok-kelompok anti imigran yang sedang menggeliat di sana. “Akan tetapi, bukan Barat saja yang kesulitan disini, Rusia juga. Jelas sekali perang ini berlangsung lebih lama dari yang mereka duga,” jelas Joko

Pada akhirnya, di atas itu semua, kesulitan terbesar harus ditanggung Ukraina. Ekonomi mereka terpuruk tanpa ada kejelasan kapan akan bangkit. Infrastruktur mereka rusak berat. Hutang mereka menumpuk oleh kebutuhan perang. Pendek kata, sejauh ini tidak ada yang benar-benar telah mencapai tujuannya dalam konflik di sana. Semua pihak menanggung kesulitan besar karenanya. 

Celakanya, kesulitan itu tidak berhenti di sana. Di tengah ekonomi dunia yang melambat dan lesu oleh pandemi, itu semua akan membuat upaya pemulihan ekonomi dunia tidak jelas kedepannya. (*)

Penulis : Tristania Faisa Adam

Editor : Binti Q Masruroh