Universitas Airlangga Official Website

Pakar UNAIR Soroti Risiko Konflik Pemindahan Masyarakat Adat di IKN

Suku Dayak Paser, Salah Satu Suku yang Terancam Identitasnya Akibat Relokasi Pembangunan Otorita IKN (Foto: Shutterstock)
Suku Dayak Paser, Salah Satu Suku yang Terancam Identitasnya Akibat Relokasi Pembangunan Otorita IKN (Foto: Shutterstock)

UNAIR NEWS – Dalam sebuah perkembangan terkini yang menimbulkan kontroversi, Otorita IKN telah mengeluarkan himbauan kepada masyarakat adat untuk meninggalkan tempat tinggal mereka dalam kurun waktu tujuh hari. Keputusan ini telah menimbulkan penolakan dari sejumlah masyarakat adat di Kalimantan Timur.

Menanggapi kontroversi tersebut, Prof Dr Musta’in Drs MSi, Pakar Sosiologi Pembangunan Universitas Airlangga (UNAIR), mengatakan bahwa keputusan ini dapat mencabut akar identitas dan eksistensi masyarakat adat yang telah bertahan selama puluhan tahun. “Pemindahan atau replacement yang dilakukan oleh otoritas IKN bukanlah proses yang sederhana. Memindahkan perkampungan adat bukan sekadar jual beli. Tetapi berkaitan dengan latar historis, eksistensi, dan identitas masyarakat adat,” ujar Prof Musta’in.

Prof Musta’in menyoroti kurangnya perhatian terhadap dampak psikologis dan sosial yang timbul oleh pemindahan mendadak ini. Ia menilai bahwa otoritas IKN masih kurang dalam monitoring dan memberikan dukungan emosional bagi masyarakat yang terdampak. “Jika memperhatikan masih kuatnya penolakan, pihak otoritas kelihatannya masih belum sepenuhnya mengerti, memahami, dan berempati kepada eksistensi masyarakat lokal, yang sudah lahir, tumbuh, dan hidup secara turun-temurun di lokasi adat,” ujarnya.

Ultimatum Otoritas IKN kepada 200 warga adat untuk segera membongkar rumahnya dalam kurun waktu tujuh hari mungkin telah disosialisasikan. Namun, menurut Prof Musta’in, cara pemberitahuan oleh otoritas telah menyinggung perasaan masyarakat secara psikologis. Pasalnya, masyarakat adat beranggapan bahwa sedang terjadi pengusiran.

“Apalagi, menurut informasi ultimatum disampaikan secara mendadak. Sementara, masyarakat masih menganggap situasinya masih belum jelas atau status quo. Situasi demikian tentu telah meresahkan masyarakat. Jika tidak segera selesai, maka akan menjadi bom waktu,” tandasnya.

Prof Dr Musta’in Drs MSi, Pakar Sosiologi Pembangunan UNAIR (Foto: Dokumen Istimewa)

Menurut Prof Musta’in, resistensi oleh 16 organisasi Koalisi Masyarakat Sipil di Kalimantan Timur terhadap ultimatum di atas menunjukkan belum tuntasnya pihak Otorita IKN dalam meyakinkan masyarakat adat. “Bukankah memindahkan masyarakat adat dengan pola replacement lebih menjamin terjaganya eksistensi dan identitas masyarakat adat. Jika masyarakat merasa tidak akan terganggu sistem dan struktur sosialnya, saya kira seluruhnya akan berjalan dengan baik tanpa ada resistensi, apalagi konflik,” tutur Prof Mustain.

Menurut Prof Musta’in, resistensi yang kini tengah terjadi di area masyarakat adat di Penajam Paser Utara menunjukkan kebijakan yang ada belum dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat adat. “Resistensi ini adalah titik kulminasi dari serangkaian kebijakan yang belum jelas. Desakan agar masyarakat segera pindah ini sangat mungkin karena ada tekanan segera menyiapkan lahan bagi kepentingan pemerintah pusat. Namun demikian, pihak otorita tetap harus mempertimbangkan situasi eksisting masyarakat adat,” jelasnya.

Lebih lanjut, Prof Musta’in mengkritik upaya pendekatan yang otorita IKN lakukan dalam melakukan negosiasi dengan masyarakat adat setempat. “Mungkin pihak otorita IKN sudah melakukan sosialisasi untuk meninggalkan IKN . Tetapi, juga harus pertimbangkan eksistensi hukum adat dan keberadaan masyarakat adat, yang telah lama berakar di lokasi tersebut,” paparnya.

Prof Musta’in juga mengingatkan pentingnya belajar dari kasus-kasus konflik antar negara dan rakyat sebelumnya. Misalnya, kasus penggusuran paksa di Rempang Batam, Proyek Geothermal di Flores, Kasus Wadas di Purworejo.

Menurutnya, kasus tersebut akibat  buruknya komunikasi antar negara dan masyarakat dalam realisasi Proyek Strategis Nasional (PSN). “Apa yang sedang terjadi di Desa Pemaluan patut dicermati kekhawatiran terhadap potensi konflik yang dapat timbul. Bayangkan memindahkan sejumlah suku dan ribuan tempat tinggal tidak semudah dengan ultimatum,” ujarnya.

“Saya khawatir jika pemindahan dilakukan tanpa empati dan persiapan yang memadai, kita bisa menghadapi resistensi massal dan konflik terbuka sebagaimana terjadi pada kasus-kasus konflik sebelumnya,” imbuh Prof Mustain.

Ia juga menyerukan kepada Otorita IKN untuk memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat adat dalam proses pemindahan. “Jadi kalau memindah desa adat itu berkaitan dengan hukum adat dan tanah adat, atau local genius,” ucapnya.

Maksudnya, lanjut Prof Mustain, terdapat nilai-nilai budaya, ekonomi, geografis, dan religi telah terintegrasi dan menyatu dalam satuan kehidupan masyarakat adat. Prof Musta’in menekankan bahwa pemindahan tanpa mempertimbangkan struktur budaya dan sosial. Ia  khawatir ketidakjelasan kesepakatan mengenai pemeliharaan struktur budaya dan sosial, akan menghilangkan eksistensi dan mengikis identitas budaya adat.

“Pemindahan ini nantinya akan mencabut struktur dan eksistensi masyarakat lokal. Karena Ini bukan hanya tentang tempat tinggal, tetapi tentang menjaga eksistensi dan identitas mereka. Sehingga, pemindahan harus dilakukan dengan persetujuan bersama tanpa mengubah tata letak, lingkungan, atau struktur komunitas masyarakat lokal,” tegas Prof Musta’in.

Penulis: Aidatul Fitriyah

Editor: Khefti Al Mawalia