Universitas Airlangga Official Website

Penanganan Trauma Ginjal Berat pada Anak

Ilustrasi ginjal (Sumber: kompas com)


Trauma ginjal pada anak-anak merupakan sebuah tantangan serius yang memerlukan penanganan khusus. Sebagai salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas dalam kelompok usia ini, cedera pada ginjal membutuhkan perhatian yang mendalam dari praktisi medis. Data menunjukkan bahwa sekitar 3% anak yang dievaluasi di departemen trauma rumah sakit anak memiliki riwayat trauma ginjal. Trauma ginjal dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari trauma tumpul seperti jatuh, kecelakaan mobil, cedera olahraga, serangan fisik, hingga trauma penetrasi seperti tembakan atau tusukan pisau. Dalam kaitannya dengan trauma tumpul, ginjal merupakan organ yang paling sering terkena, menyumbang sekitar 10% dari kasus trauma pada saluran kemih pada anak-anak.

Dalam penanganannya, penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 43% cedera ginjal pada anak-anak disebabkan oleh kecelakaan mobil, yang kemudian diikuti oleh jatuh dari ketinggian, kecelakaan pejalan kaki, dan cedera olahraga. Mekanisme cedera ini sering melibatkan perlambatan tiba-tiba tubuh anak atau bersentuhan dengan objek tumpul, yang dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal seperti kontusi, lacerasi, atau avulsi.

Salah satu studi yang dilakukan di sebuah rumah sakit rujukan tersier di Indonesia memberikan gambaran yang menarik tentang penanganan trauma ginjal berat pada anak. Studi ini melaporkan empat kasus yang menunjukkan beragam cara penanganan sesuai dengan tingkat keparahan cedera. Kasus pertama melibatkan seorang anak laki-laki berusia 13 tahun yang mengalami cedera ginjal berat setelah jatuh dari pohon. Penanganan konservatif dengan istirahat tidur selama 14 hari menghasilkan pemulihan yang baik tanpa memerlukan intervensi operatif.

Kasus kedua melibatkan seorang anak laki-laki berusia 13 tahun dengan trauma ginjal grade IV akibat pukulan di pinggang. Pasien ini menderita batu ginjal yang menyebabkan hidronefrosis (pembengkakan ginjal dan ureter). Penanganan minimal invasif dengan retrograde pyelography-ureteroscopy (RGP-URS) dan pemasangan stent ureter (DJ stent) berhasil mengatasi batu ginjal dan memulihkan fungsi ginjal.

Kasus ketiga melibatkan seorang anak laki-laki berusia 14 tahun yang mengalami kecelakaan sepeda motor. Ia terjatuh ke sisi kiri karena jalanan licin dan tertusuk batang pohon di pinggang. Pasien ini mengalami perdarahan internal akibat robekan ginjal bagian atas dan pendarahan pembuluh darah ginjal. Penanganan definitif berupa resusitasi bedah dan laparotomi eksplorasi darurat untuk menghentikan perdarahan dan memperbaiki robekan ginjal. Pasien ini kemudian pulih dengan baik dan fungsi ginjalnya normal setelah satu bulan pasca operasi.

Kasus keempat adalah anak laki-laki berusia 4 tahun yang dirujuk ke rumah sakit kami karena mengalami hematuria berulang dan tidak buang air kecil (anuria) setelah mengalami trauma tumpul ginjal. Pasien ini sebelumnya sudah menjalani evakuasi gumpalan darah di kandung kemih akibat hematuria berulang. Pemeriksaan pencitraan menunjukkan adanya aneurisma di ginjal kiri yang dihubungkan dengan pseudoaneurisma pada cabang arteri ginjal kiri. Pasien ini kemudian menjalani prosedur angioemboisasi untuk mengatasi pseudoaneurisma tersebut. Prosedur berjalan dengan lancar dan pasien pulih dengan baik tanpa komplikasi. Pemeriksaan lanjutan setelah enam bulan pasca operasi menunjukkan tidak ada gangguan fungsi atau struktur ginjal.

Pentingnya pemantauan dan tindak lanjut yang tepat dalam penanganan trauma ginjal pada anak-anak tidak boleh diabaikan. Setiap pasien harus diperlakukan secara individual sesuai dengan status hemodinamik dan tingkat cedera mereka, dengan mempertimbangkan pedoman dan praktik terkini dalam bidang ini. Pasien yang stabil dengan cedera tingkat tinggi mungkin dapat mendapatkan manfaat dari perawatan konservatif yang cermat, sementara pasien yang tidak stabil secara hemodinamik mungkin memerlukan intervensi bedah segera. Dalam kasus manajemen non-bedah, intervensi bedah mungkin tetap diperlukan jika ada indikasi spesifik seperti instabilitas hemodinamik yang terus berlanjut atau keberadaan pseudoaneurisma.
Dengan demikian, pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang penanganan trauma ginjal pada anak-anak menjadi kunci utama dalam meningkatkan kualitas perawatan mereka. Pemantauan yang cermat, intervensi yang tepat waktu, dan perawatan yang sesuai dengan tingkat keparahan cedera dapat membantu memastikan pemulihan yang optimal dan menghindari potensi komplikasi pada pasien-pasien dengan trauma ginjal.

Penulis: Prof. Dr. Soetojo

Informasi detail dari tulisan ini dapat dilihat di:
Wirjopranoto, S., Azmi, Y. A., & Soetanto, K. M. (2024). Management of high-grade pediatric renal trauma in tertiary referral hospital in Indonesia: A case series and literature review. International Journal of Surgery Case Reports, 118, 109671. https://doi.org/10.1016/J.IJSCR.2024.109671