Universitas Airlangga Official Website

Penatalaksanaan Sindrom Reaksi Obat dengan Eosinofilia dan Gejala Sistemik pada Wanita Indonesia dengan Tuberkulosis Paru

Foto oleh medicaldialogues.in

Reaksi obat dengan eosinofilia dan gejala sistemik/drug reaction with eosinophilia and systemic symptoms (DRESS) adalah salah satu reaksi efek samping yang parah pada kulit yang diinduksi oleh obat (SCARs). Selain itu, sindrom DRESS adalah kondisi yang langka tetapi juga dapat mengancam jiwa. Prevalensi DRESS berkisar antara 1 dari 1000 – 10.000 orang, dengan angka kematian 10 – 20%. Sindrom DRESS ditandai dengan demam, erupsi kulit, kelainan hematologi, dan keterlibatan organ sistemik dengan periode laten yang panjang 2 – 8 minggu. Gejala ini sering dialami setelah konsumsi obat penyebab, seperti antikonvulsan, allopurinol, obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), dan antibiotik. Sindrom DRESS yang diinduksi oleh obat anti-tuberkulosis (ATD) jarang dilaporkan, dan diagnosis serta manajemennya sangat menantang.

Berikut kami melaporkan kasus seorang wanita 33 tahun datang dengan demam, ruam makulopapular, hipereosinofilia, dan keterlibatan hati, yang terjadi 4 minggu setelah kombinasi dosis tetap OAT lini pertama yang mengandung rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol. Temuan klinis dan laboratorium memenuhi kriteria untuk mendiagnosis sindrom DRESS yang pasti menurut European Registry of Cutaneous Adverse Reaction (RegiSCAR), dengan skor 6. Kondisi pasien membaik setelah penghentian obat dan pemberian steroid sistemik. Lesi kulit secara bertahap sembuh. Selanjutnya, TB paru aktif pada pasien diobati menggunakan OAT lini kedua yang mengandung streptomisin, levofloksasin, dan etambutol. Kondisi pasien mengalami peningkatan selama perawatan rawat jalan, dan tidak ada reaksi efek samping yang dialami.

Identifikasi dan pengenalan secara dini obat penyebab sindrom DRESS yang diinduksi ATD sangat penting, dan membantu memfasilitasi proses pengobatan. Penghentian semua obat yang dicurigai sangat penting dalam mengelola DRESS karena diagnosis yang tertunda dapat mengancam jiwa. Dalam beberapa kasus, perubahan dari OAT lini pertama ke lini kedua pada pasien tuberkulosis paru dengan sindrom DRESS dapat dipertimbangkan setelah pemulihan dengan tindak lanjut yang ketat. Lebih lanjut, pemberian kortikosteroid sistemik untuk pengobatan tuberkulosis masih diperdebatkan. Tetapi dalam kasus ini pemberian kortikosteroid menunjukkan efek positif dan efektif terhadap DRESS pada infeksi tuberkulosis paru.

Penulis: Dr. Gatot Soegiarto, dr., Sp.PD, K-AI

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: Permatasari A, Soegiarto G. Management of drug reaction with eosinophilia and systemic symptoms (DRESS) syndrome in a female Indonesian with pulmonary tuberculosis: A rare case report. Annals of Medicine and Surgery. 2022;81:104512. https://doi.org/10.1016/j.amsu.2022.104512