Universitas Airlangga Official Website

Pendugaan Risiko Kesehatan Terkait dengan Akumulasi Logam Berat pada Rajungan

Foto oleh Republika Online

Rajungan (Portunus pelagicus Linnaeus 1758) ditemukan di seluruh Asia, dan Australia, Oseania, termasuk Guam, Palau, dan Tonga (Ng 1998; Lai et al., 2010). Rajungan sering ditemukan di wilayah laut hingga kedalaman 40 m, pada substrat berpasir hingga berlumpur di dekat terumbu, hutan bakau, padang lamun, dan hamparan alga. Perangkap artisanal, trawl, pukat pantai, dan jaring insang rajungan digunakan untuk menangkap rajungan (Ng, 1998). Daging rajungan dijual di pasar lokal (segar atau beku) dan melalui bisnis pengalengan daging kepiting, yang terutama tersebar luas di pasar Asia Tenggara (Lai et al., 2010). Perikanan rajungan telah berkembang pesat sejak awal 1950-an, karena semakin populernya spesies kepiting ini, dengan tangkapan tahunan meningkat secara dramatis (Shelley dan Lovatelli, 2011). Ekspor P. pelagicus, bersama dengan kepiting bakau (Scylla spp), saat ini menduduki peringkat ketiga di Indonesia, setelah tuna dan udang, dengan nilai total US$153 juta. Ekspor kepiting dari Indonesia didukung oleh perikanan tangkap 65 persen dan perikanan budidaya 35 persen (Badan Pusat Statistik, 2018). Karena produksi kepiting masih bergantung pada alam, dan karena umumnya ditemukan di substrat dasar muara, pantai, dan lautan, di mana mereka secara teratur bersentuhan dengan sedimen, mereka dapat mengakumulasi kontaminan, termasuk logam (Mazzei et al., 2014) .

Sungai Solo dan Sungai Brantas merupakan dua sungai besar yang bermuara di perairan pesisir utara Jawa Timur. Di sepanjang kedua sungai ini banyak terdapat kegiatan pertanian, industri, dan pemukiman (Roosmini et al., 2018). Akibatnya, sungai-sungai tersebut menerima limbah dari kegiatan tersebut, yang mempengaruhi spesies termasuk rajungan yang mendiami muara sungai dan daerah sekitarnya. Tidak ada informasi yang tersedia tentang kadar logam dalam rajungan dari pantai Jawa Timur ini. Penelitian sebelumnya telah menemukan sejumlah besar logam dalam kerang hijau Perna viridis, kerang Anadara granosa, kerang Meretrix sp. (Eshmat et al., 2014; Haryono et al., 2017; Fitra et al., 2018; Rayyan et al., 2019; Yona et al., 2021; Soegianto et al., 2021a, 2021b), kepiting bakau (Scylla serrata) (Soegianto et al., 2022) dan ikan (Ruaeny et al., 2015) dari muara dan perairan pesisir Jawa Timur. Logam yang paling banyak diukur oleh peneliti biota laut yang terdapat di perairan pesisir Jawa Timur antara lain Cu, Zn, Cr, Pb, Cd dan Hg.

Logam diklasifikasikan sebagai unsur esensial (seperti Zn, Cu dan Cr) dan unsur non-esensial (seperti Hg, Cd dan Pb). Semua organisme mengandung unsur-unsur logam esensial dalam keadaan alami mereka. Konsentrasi yang berlebihan dari logam esensial, di sisi lain, dapat menjadi racun dan bahkan berbahaya bagi organisme dan manusia. Sementara itu, unsur non-esensial berbahaya bahkan pada konsentrasi rendah (Rajaram et al., 2020). Logam esensial dibutuhkan oleh organisme untuk fungsi enzimatik dan berperan penting dalam berbagai proses metabolisme (Tuzen, 2009). Namun, konsumsi Cu yang berlebihan dapat mengakibatkan alergi kulit, penyakit hati, dan gangguan saraf (Rahman et al., 2012). Kelebihan konsumsi Zn dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit, reaksi beracun seperti mual, muntah, ketidaknyamanan perut dan kram, diare berat, dan anemia, dan menghambat penyerapan tembaga dari usus (Fosmire, 1990). Paparan Cr jangka panjang dapat menyebabkan reaksi alergi, pneumonia, kanker paru, penyakit pencernaan, jantung, hati, dan ginjal, serta gangguan neurologis (Chen et al., 2009). Hg telah dilaporkan menyebabkan gangguan neurologis (Bernhoft, 2012). Cd menyebabkan efek buruk pada sistem saraf pusat, menyebabkan kerusakan sel, peradangan, dan gagal ginjal (Rinaldi et al., 2017). Pada manusia, Pb telah dikaitkan dengan gangguan sistem kekebalan dan saraf, serta gangguan ginjal dan hati (Raknuzzaman et al., 2016; Park et al., 2017).

Evaluasi kadar logam di dalam daging rajungan di sepanjang pantai Jawa Timur penting untuk kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi konsentrasi Cu, Zn, Cr, Pb, Cd dan Hg dalam otot (daging) rajungan yang ditangkap di lepas pantai Jawa Timur, dan implikasi kesehatan masyarakat jika kepiting itu dikonsumsi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Portunus pelagicus asal Selat Bali memiliki konsentrasi Cu, Zn, Cr, Pb, Cd dan Hg paling rendah dibandingkan dengan yang berasal dari Laut Jawa dan Selat Madura. Urutan konsentrasi logam dalam rajungan adalah Cu > Zn > Cr > Pb > Cd > Hg. Kadar enam logam dalam rajungan dari semua stasiun kurang dari batas maksimum yang diizinkan. Namun, kadar Cr dalam rajungan dari Laut Jawa dan Selat Madura melebihi asupan mingguan yang dapat ditoleransi sementara. Semua nilai indeks berbahaya (hazard index)yang dilaporkan lebih besar dari satu, menunjukkan bahwa konsumsi kepiting ini dari lokasi ini tampaknya berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain itu, karena nilai risiko target kanker Cr dan Cd lebih tinggi dari 10-4, orang yang mengonsumsi rajungan dari lokasi ini dapat mengembangkan kanker setelah jangka waktu konsumsi.

Penulis: Agoes Soegianto

Telah terbit di jurnal: Marine Pollution Bulletin177 (2022) 113573

Website: https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2022.113573