Universitas Airlangga Official Website

Penelitian Pengobatan ALS pada Manusia menggunakan Anjing dengan Degenerative Myelopathy

Ilustrasi by Dictio Community

Canine degenerative myelopathy (DM) adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang menyerang orang atau hewan dewasa dan bersifat kronis. DM pada hewan terjadi pada beberapa ras anjing (Online Mendelian Inheritance in Animals (OMIA) 000263-9615), termasuk Pembroke Welsh Corgi (PWC), Anjing Gembala Jerman (GSD), Boxer, Collie, dan Bernese Mountain Dog (BMD). DM pada anjing juga dapat digunakan sebagai model hewan coba untuk amyotrophic lateral sclerosis (ALS) yang terjadi pada manusia (Online Mendelian Inheritance in Man (OMIM) #105400 ALS1). DM mulai memberikan gejala di anjing pada usia 8 tahun, terutama keparahan terjadi pada anjing tua yang berusia di atas 10 tahun dengan timbulnya tanda-tanda klinis, yang meliputi paraparesis asimetris tungkai panggul yang progresif dan berkembang menjadi ataksia proprioseptif, dan kurangnya hiperestesi paraspinal. Tanda-tanda klinis ini pada akhirnya menyebabkan paraplegia dan dispnea, dengan prognosa infausta atau tidak dapat sembuh. Perkembangan penyakit seperti ini membuat pemilik anjing sering memilih eutanasia dalam beberapa tahun setelah timbulnya tanda-tanda klinis, terutama ketika anjing mereka menjadi lumpuh. Hanya perawatan simtomatik suportif yang dapat diberikan seperti inhalasi oksigen dan suplemen oral yang mengandung kurkumin. Perawatan suportif hanya meringankan gejala yang dinilai kurang memberikan efek yang signifikan, sehingga pemilik lebih cenderung untuk memilih euthanasia. Begitu juga pada manusia, ALS juga merupakan penyakit yang diturunkan secara genetic dan hingga saat ini belum ada terapi yang efektif. Eksploratif dalam mencari kemungkinan terapi banyak dilakukan memnggunakan model hewan coba anjing dengan DM.

Di sumsum tulang belakang anjing yang terkena DM didapati akumulasi pada sitoplasma dari bentuk agregat protein Cu/Zn superoksida dismutase 1 (SOD1) yang diamati pada sel saraf dengan menggunakan antibodi anti-SOD1. Hal tersebut merupakan tanda karakteristik yang terkait erat dengan patogenesis DM, mengakibatkan kematian sel saraf dan degenerasi tulang belakang. Mutasi terkait DM yang paling umum adalah substitusi nukleotida tunggal yang menyebabkan substitusi asam amino (c.118G>A, p.E40K) pada gen SOD1 anjing, dan mutasi tersebut telah ditemukan pada 124 breed anjing yang berbeda. Di antaranya, DM sangat umum pada beberapa breed, seperti PWC, GSD, Boxer, Collie, dan BMD, kemungkinan karena frekuensi alel mutan yang tinggi dalam populasi breed tersebut (0,37-0,79). Mutasi missense terkait DM lainnya (c.52A>T, p.S18T) hanya ditemukan di BMD; oleh karena itu, dua tes molekuler untuk mutasi c.118G>A dan c.52A>T diperlukan untuk diagnosis DM pada BMD.

Tanda dan perkembangan klinis relatif seragam di antara anjing dari ras yang sama dan antara ras yang berbeda. Keseragaman ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa DM pada anjing kecuali BMD dikaitkan dengan mutasi c.118G>A yang sama. Beberapa BMD memiliki mutasi c.52A>T yang juga terkait dengan DM. Mutasi c.118G>A bertanggung jawab atas substitusi asam amino p.E40K, yang kemungkinan menyebabkan pembentukan missfolding protein dan memiliki struktur yang berbeda dari bentuk asal nya, dan akhirnya berkumpul dan terakumulasi dalam sitoplasma sel saraf. Meskipun seluruh mekanisme yang mendasari toksisitas SOD1 mutan tetap tidak jelas, ada beberapa bukti pada DM dan ALS bahwa SOD1 yang missfolding menghambat transpor aksonal dan merusak fungsi organel yang mengakibatkan stres retikulum endoplasma dan disfungsi mitokondria.  Berbagai faktor dapat mempercepat atau menunda perkembangan penyakit, seperti gen SP110 anjing yang ditemukan sebagai pengubah pada PWC. Karena latar belakang yang kompleks ini, diagnosis klinis berdasarkan manifestasi klinis yang khas sulit untuk dilakukan, sehingga pemeriksaan secara genotipe risiko gen SOD1 (c.118A/A, c52T/T, dan senyawa heterozigot dari dua mutasi) melalui pengujian molekuler dapat dijadikan alternatif diagnosa DM atau ALS.

Disisi lain, pemahaman terkait DM pada anjing yang memiliki gejala yang sama dengan ALS pada manusia dapat dijadikan acuan untuk rencana penelitian tindak pengobatan ALS pada manusia yang hingga saat ini belum diketahui terapi untuk meningkatkan angka harapan hidup pasien ALS.

Penulis: Shinichiro Maki , Md Shafiqul Islam, Tomohito Itoh, Masanobu Nurimoto, Akira Yabuki, Yu Furusawa , Hiroaki Kamishina, Yui Kobatake , Tofazzal Md Rakib, Martia Rani Tacharina and Osamu Yamato*

Link Jurnal: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35804546/