Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam British Journal of Midwifery mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan antenatal di Indonesia. Penelitian ini melibatkan 4.338 wanita dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2017 dan menemukan bahwa usia pertama kali melahirkan, asuransi kesehatan, dan status ekonomi memainkan peran penting dalam meningkatkan kunjungan antenatal.
Penelitian ini dipimpin oleh Hidayat Arifin, S.Kep., Ns., M.Kep. dari Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, dan tim peneliti dari berbagai institusi kesehatan di Indonesia dan Thailand, termasuk Ocktariyana dari Departemen Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang, Ulfa Nur Rohmah dari STIKes RS Husada, Sri Yulia dari Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah Palembang, Rosnani dan Devi Mediarti dari Departemen Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang, serta Setyowati dan Yati Afiyanti dari Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia, dan Sirikanok Klankhajhon dari Fakultas Keperawatan Naresuan University, Thailand.
Kunjungan antenatal merupakan elemen penting dalam mendeteksi, memantau, dan mengelola risiko kehamilan. Berdasarkan penelitian, kunjungan antenatal yang teratur dapat membantu menurunkan angka kematian ibu dan bayi melalui deteksi dini komplikasi kehamilan dan persalinan. Penelitian ini menganalisis determinan kunjungan antenatal di Indonesia di antara wanita berusia 18-24 tahun dan di atas 30 tahun yang memiliki risiko lebih tinggi terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan data sekunder dari 4.338 wanita yang berpartisipasi dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017. Data dianalisis menggunakan uji chi-square dan regresi logistik biner untuk mengeksplorasi efek dari faktor individu, pasangan, dan sosial terhadap kunjungan antenatal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kunjungan antenatal terkait dengan usia lebih muda pada saat melahirkan pertama (rasio odds teradjust: 1,49; P<0,001), memiliki asuransi kesehatan (rasio odds teradjust: 1,54; P=0,004), dan kuintil kekayaan menengah (rasio odds teradjust: 1,78; P=0,002).
Studi ini menunjukkan bahwa kolaborasi diperlukan untuk meningkatkan kesadaran tentang komplikasi dan pentingnya kunjungan antenatal. Temuan ini penting untuk pengembangan program yang holistik guna meningkatkan kesehatan wanita selama kehamilan di Indonesia. Hidayat Arifin, penulis utama penelitian ini, menyatakan, “Penelitian kami menunjukkan bahwa wanita yang melahirkan pada usia lebih muda lebih cenderung mengikuti kunjungan antenatal yang direkomendasikan. Ini menunjukkan perlunya edukasi dan program asuransi kesehatan yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, terutama bagi mereka yang berada dalam kuintil kekayaan menengah ke bawah.”
Di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah, tingkat kematian bayi baru lahir lebih tinggi di antara wanita yang berusia di bawah 24 tahun dan di atas 30 tahun. Hal ini disebabkan oleh organ reproduksi yang belum matang, kebutuhan psikologis yang tidak stabil, dan kurangnya pengalaman bagi wanita yang lebih muda, serta risiko kesehatan yang meningkat bagi wanita yang lebih tua. Oleh karena itu, wanita yang berusia 16-24 tahun dan di atas 30 tahun sangat mungkin mendapatkan manfaat dari program antenatal.
Di Asia Tenggara dan Timur, rendahnya tingkat kunjungan antenatal terutama disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan kesulitan ekonomi, terutama terkait biaya transportasi atau kebutuhan selama kehamilan. Selain itu, memiliki keluarga besar, menjadi ibu tunggal, tinggal di daerah pedesaan, dan preferensi melahirkan di rumah juga dikaitkan dengan rendahnya tingkat kunjungan antenatal. Untuk mencapai target implementasi kunjungan antenatal sebesar 85% di seluruh Indonesia, Kementerian Kesehatan Indonesia merekomendasikan agar wanita melakukan setidaknya empat kunjungan antenatal. Pada tahun 2018, proporsi wanita yang mengikuti kunjungan antenatal minimum meningkat dari 70% pada tahun 2013 menjadi 74,1%.
WHO telah mengembangkan kerangka kerja “Every Newborn: An Action Plan to End Preventable Death” yang menguraikan pedoman untuk meningkatkan kualitas perawatan ibu dan bayi baru lahir serta memberikan pengalaman kehamilan yang positif bagi ibu. Kerangka ini banyak digunakan sebagai referensi untuk memastikan layanan berkualitas tinggi disediakan untuk kesehatan ibu dan anak. Selain itu, kerangka ini mengusulkan pedoman berbasis bukti untuk mengembangkan layanan yang diberikan kepada wanita selama masa antenatal melalui kunjungan antenatal rutin.
Penelitian ini menunjukkan bahwa akses ke layanan antenatal berkualitas dapat membantu mencegah kematian ibu akibat komplikasi kehamilan. WHO merekomendasikan agar kunjungan antenatal dimulai segera setelah pembuahan dan dilanjutkan hingga trimester terakhir kehamilan. Di Indonesia, upaya untuk meningkatkan akses dan kualitas kunjungan antenatal harus terus ditingkatkan untuk mencapai target global dalam mengurangi angka kematian ibu dan bayi.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa usia pada kelahiran pertama, tempat melahirkan, kuintil kekayaan, dan asuransi kesehatan secara signifikan terkait dengan jumlah kunjungan antenatal yang direkomendasikan. Wanita yang melahirkan pada usia lebih muda, melahirkan di fasilitas kesehatan, berada dalam kuintil kekayaan menengah, dan memiliki asuransi kesehatan lebih cenderung mengikuti kunjungan antenatal yang direkomendasikan.
Penulis: Hidayat Arifin, S.Kep., Ns., M.Kep.