Kambing Sapera merupakan kambing yang berada di Indonesia hasil dari persilangan antara kambing Saanen dan kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing jenis Sapera ini merupakan jenis kambing perah yang memiliki produktifitas susu yang relative cukup tinggi. Potensi yang dimiliki kambing sapera dalam dunia usaha peternakan tentunya harus ditunjang dengan peningkatan populasinya di Indonesia. Maka dari itu diperlukan suatu pendekatan kaitannya tentang bioteknologi reproduksi untuk mendukng hal tersebut. Salah satu cara pendekatan tersebut melalui teknologi inseminasi buatan (IB). Perkembangan bioteknologi pada Inseminasi Buatan sudah mengalami kemajuan salah satunya sexing spermatozoa. Sexing spermatozoa merupakan salah satu metode yang dapat dipilih untuk efisiensi usaha peternakan dan pengontrolan jenis kelamin pada ternak. Electric Separating Sperm (ESS) merupakan alat metode sexing elektroforesis yang digunakan untuk memisahkan spermatozoa kromosom X dan Y dengan aliran listrik searah. Hasil dari sexing spermatozoa digunakan untuk inseminasi buatan dipengaruhi oleh proses pembekuan, Penambahan krioprotektan seperti gliserol dapat mengatasi rendahnya kualitas spermatozoa karena peranan gliserol dapat masuk ke dalam spermatozoa menggantikan kristal es yang terbentuk.
Pada penelitian ini diketahui waktu ekuilibrasi terbaik didapat pada waktu 1 jam ekuilibrasi di lihat dari hasil kualitas spermatozoa yang berdasarkan motilitas, viabilitas, dan membran plasma utuh. Abnormalitas spermatozoa kambing Sapera menggunakan tris kuning telur dengan waktu ekuilibrasi terbaik 1 dan 3 jam. Spermatozoa mengandung gugus yang bermuatan berbeda. Muatan yang terdapat pada spermatozoa dipengaruhi oleh kandungan ion kalium intraseluler. Spermatozoa yang memiliki kandungan ion kalium lebih besar, diasumsikan memiliki muatan positif sehingga akan berenang menuju sisi katoda. Begitu pula sebaliknya, pada spermatozoa yang mengandung lebih sedikit ion kalium dianggap memiliki muatan negatif sehingga akan bergerak menuju sisi anoda. Selain itu, Mekanisme pendewasaan dan migrasi spermatozoa pada epididimis, terjadi rekasi kimia dengan asam silikat dan membran glikopolipeptida pada CD52. CD52 adalah gen penyandi protein sekretori yang terekspresi spesifik pada cauda epididimis dan regulasinya dipengaruhi oleh androgen faktor testikular dan perkembangan pasca lahir.
Hal ini yang menyebabkan permukaan spermatozoa mengandung muatan negatif. Ekpresi yang ditunjukkan oleh CD52 tersebut normal terjadi pada morfologi dan kapasitasi spermatozoa dan merupakan landasan dari metode sexing spermatozoa dengan elektroforesis. Penentuan jenis kelamin pada sexing spermatozoa didasarkan pada kandungan kromosom yang terdapat pada kepala spermatozoa. Spermatozoa kromosom X yang membuahi sel telur akan menghasilkan embrio berjenis kelamin betina, sedangkan kromosom Y akan menghasilkan embrio jantan. Kromosom X dan Y dapat dibedakan berdasarkan muatan listrik permukaan, ukuran, protein makromolekul, perbedaan efek terhadap pH dan efek terhadap tekanan udara. Berdasarkan muatan listrik yang terdapat pada permukaan sel spermatozoa, maka pemisahan spermatozoa kromosom X dan Y bisa dilakukan dengan memanfaatkan muatan listrik.
Spermatozoa jika diletakkan pada daerah yang mengandung muatan listrik, maka spermatozoa Y akan dipindahkan menuju anoda. Pemisahan spermatozoa menggunakan arus listrik mampu menyebabkan terbentuknya reactive oxygen species (ROS), karena tegangans listrik tersebut akan berubah menjadi panas. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan sel terutama pada lipid, protein dan DNA. Electric Separating Sperm (ESS) bekerja pada tegangan listrik rendah yaitu 1.5 Volt. Tegangan listrik yang rendah ini dapat meminimalisir pembentukan reactive oxygen species.
Penulis: Saputro, A.L., Prastya, R.A, & Purnama, M. T. E. (2022).
Sumber: Efektivitas Waktu Ekuilibrasi Before Freezing Spermatozoa Kambing Sapera pasca ESS (Electric Separating Sperm).jmv.vol5.iss1.2022.1