Universitas Airlangga Official Website

Penerapan Keadilan Restoratif dan Celah Praktik Korupsi

Dalam perkembangan hukum positif di Indonesia, khususnya dalam hukum formil, terdapat banyak perubahan berupa penambahan-penambahan regulasi baik yang diatur dalam undang-undang di luar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana), maupun regulasi internal pada instansi penegak hukum yang memiliki fungsi un-tuk memberikan panduan bagi aparat penegak hukum dalam menjalankan fungsi dan kewenang-an yang dimiliki berdasarkan undang- undang, Meskipun telah cukup banyak regulasi sebagai pelengkap dalam hukum acara pidana di Indonesia, permasalahan penegakan hukum masih men-jadi atensi masyarakat, bahkan dalam beberapa tahun terakhir muncul kekecewaan dan ketidak-puasan masyarakat dalam penerapan hukum (Usman, 2011).

Kekecewaan terhadap proses peradilan formil yang terkesan lambat, memakan biaya sampai kepada alasan krisis kepercayaan terhadap penegak hukum menjadi cerminan atas penegakan hukum dalam perspektif masyarakat. Selain hal tersebut, kelemahan dalam sistem hukum di Indonesia yang telah diketahui secara luas diantaranya berkaitan dengan independensi penegak hukum dalam menerapkan kewenangannya, tingginya tingkat korupsi dalam penegakan hukum, rendahnya pengembangan sumber daya aparat penegak hukum, manajemen yang lemah dan rendahnya tingkat akuntabilitas dalam proses penegakan hukum menambah rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia.

Kondisi-kondisi demikian membutuhkan komitmen dan pembuktian, baik dari pemerintah maupun penegak hukum untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa penerapan hukum di Indonesia berpihak kepada masyarakat, dan dapat menjamin terciptanya keadilan sehingga dapat menepis kekecewaan masyarakat terhadap penerapan hukum itu sendiri.

Penerapan keadilan restoratif di tingkat Kepolisian didasarkan pada Peraturan Kepolisian No. 08  Tahun  2021 tentang  Penanganan  Tindak  Pidana  Berdasarkan  Keadilan  Restoratif. Keadilan restoratif merupakan upaya yang diharapkan masyarakat yang menginginkan pemulihan terha-dap  kerugian  yang  diderita  akibat  tindak  pidana  yang  telah  dialami.  Keikutsertaan  masyarakat dalam  penyelesaian  perkara  dengan menggunakan  pendekatan  keadilan  restoratif juga  mampu meningkatkan  kesadaran  masyarakat  mengenai  hukum,  sehingga  juga  bisa  berfungsi  dalam mencegah  terjadinya  kejahatan. Model restorative justice yang saat  ini  diimplementasikan  oleh Kepolisian umumnya adalah Model Victim Offender Mediation, dan Model Family and Community Group  Conference. Akan  tetapi,  pelaksanaan  penanganan  tindak pidana  berdasarkan  keadilan restoratif  di tingkat kepolisian  masih  perlu  dilakukan  banyak  perbaikan  mengingat  besarnya kewenangan  yang  diberikan  dalam  menyelesaikan  perkara  pidana  dengan  keadilan  restoratif, termasuk dalam hal ini penyelesaian perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif dalam tingkat  penyelidikan  yang  memiliki  banyak  kelemahan. 

Selain hal tersebut, keuntungan lain yang menonjol adalah pemulihan kerugian dari perspektif pihak yang dirugikan akibat  terjadinya  sebuah  tindak  pidana  secara  cepat  dapat  dipulihkan  dengan  mendapatkan kompensasi dari kerugian yang didapatkan akibat dari pelaku tindak pidana.  Akan tetapi perlu diingat, meskipunsebagai pelaksana peraturan perundang-undangan yang dituntut profesional dalam melaksanakan kewenangan dalam penegakan hukum, Aparat Penegak Hukum juga tidak secara otomatis terhindar dari praktik-praktik koruptif dalam penegakan hukum.

Penulis: Iqbal Felisiano dan Amira Paripurna

Jurnal: Penerapan keadilan restoratif dan celah praktik korupsi