Ketika berbicara tentang dunia mode, istilah halal luxury fashion semakin menarik perhatian, terutama di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Dalam konteks ini, memahami perilaku konsumen menjadi kunci penting bagi perusahaan untuk menciptakan hubungan jangka panjang yang mengarah pada niat perilaku (behavioral intention). Seiring berkembangnya zaman, perilaku konsumen menjadi kunci penting dalam dunia bisnis. Memahami tindakan konsumen, terutama dalam industri fashion halal, membantu perusahaan menciptakan strategi yang lebih efektif untuk membangun hubungan jangka panjang. Salah satu faktor yang menjadi perhatian adalah behavioral intention—niat konsumen untuk terus menggunakan atau merekomendasikan produk tertentu.
Dalam konteks Muslim, nilai-nilai Islam menjadi pedoman dalam pembelian produk, termasuk fashion. Tidak ada masalah bagi konsumen Muslim untuk membeli produk berharga tinggi selama produk tersebut halal, sebagaimana dijelaskan oleh Anam et al. (2018). Halal mencakup segala sesuatu yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, mulai dari proses produksi hingga penggunaan bahan.
Indonesia, dengan 87,2% dari total 268 juta penduduknya beragama Islam, merupakan pasar potensial terbesar untuk produk halal di dunia. Berdasarkan laporan State of Global Islamic Economy (2023–2024), pengeluaran Muslim global untuk fashion mencapai US$318 miliar pada 2022 dan diperkirakan tumbuh hingga US$428 miliar pada 2027. Di Indonesia sendiri, fashion halal terus berkembang dengan menawarkan busana elegan yang tetap mematuhi syariat Islam, seperti pakaian longgar, tidak transparan, dan hijab yang menutup dada. Tak heran, produk fashion halal sering kali masuk dalam kategori luxury fashion karena menawarkan kualitas tinggi dan desain yang berkelas.
Lebih dari sekadar produk, pengalaman saat membeli dan menggunakan fashion halal memainkan peran penting dalam menciptakan kepuasan konsumen. Wu et al. (2018) menegaskan bahwa pengalaman konsumen yang positif dapat meningkatkan niat pembelian ulang dan rekomendasi kepada orang lain. Konsumen Muslim cenderung menghargai nilai-nilai emosional dan spiritual dalam pengalaman belanja mereka, yang membuat mereka merasa lebih terhubung dengan produk tersebut. Kebahagiaan yang dihasilkan pun bukan sekadar kesenangan sesaat, tetapi perasaan bermakna yang mendalam. Aydin (2017) menjelaskan bahwa kebahagiaan sejati dalam Islam berakar pada kepuasan hati yang diperoleh melalui kedekatan dengan Allah.
Meski memiliki potensi besar, industri fashion halal juga menghadapi tantangan, seperti kurangnya daya saing global. Untuk itu, perusahaan perlu memahami perilaku konsumen lebih dalam dan menawarkan pengalaman yang tak terlupakan. Desain eksklusif, layanan personal, hingga inovasi berbasis nilai-nilai Islam dapat menjadi langkah efektif untuk memenangkan hati konsumen.Perkembangan fashion halal bukan sekadar soal mengikuti tren, tetapi juga memahami kebutuhan spiritual dan emosional konsumen. Dengan memprioritaskan pengalaman konsumen dan menciptakan kebahagiaan autentik, industri ini memiliki peluang besar untuk terus tumbuh di masa depan, baik di Indonesia maupun di pasar global.
Artikel ini menunjukkan bahwa pengalaman belanja yang menyenangkan dalam fashion halal punya kekuatan besar. Pengalaman yang berkesan bisa membuat konsumen merasa lebih bahagia, puas, dan tertarik untuk terus membeli, bahkan merekomendasikan produk tersebut ke orang lain. Bagi pemasar, ini adalah peluang emas! Buatlah pengalaman konsumen yang istimewa, penuh kebahagiaan, dan berbeda dari yang lain. Pastikan setiap rupiah yang dikeluarkan terasa sepadan dengan manfaat yang didapat. Dengan pendekatan ini, bukan hanya penjualan yang meningkat, tapi juga hubungan emosional yang kuat antara konsumen dan brand akan tercipta.
Penulis: Prof. Dr. Ririn Tri Ratnasari, S.E., M.Si.