Universitas Airlangga Official Website

Pengalaman Pasien TB-MDR dalam Menjalani Pengobatan Rawat Jalan

TB-MDR (multidrug-resistant tuberkulosis) merupakan tuberkulosis yang resisten atau kebal terhadap dua obat penting yaitu Isoniazid dan Rifampisin. TB-MDR juga lebih beresiko terjadi pada seseorang yang sebelumnya pernah terkena tuberkulosis, sistem kekebalan tubuh yang lemah, kontak dengan penderita TB-MDR dan berasal dari daerah dengan kasus TB-MDR yang tinggi. Angka keberhasilan pengobatan tergantung kepada seberapa cepat kasus TB-MDR ini teridentifikasi dan ketersediaan pengobatan yang efektif. TB-MDR dapat disembuhkan, meskipun membutuhkan waktu sekitar 18-24 bulan. Harga obat TB-MDR jauh lebih mahal (kurang lebih 100 kali lipat dibandingkan pengobatan TBC biasa) dan penanganannya lebih sulit. Selain paduan pengobatannya yang rumit, jumlah obatnya lebih banyak dan efek samping yang disebabkan juga lebih berat.

Pengobatan TB-MDR yang rumit dengan berbagai efek samping, maka tidak semua tempat pelayanan kesehatan di Indonesia menyediakan pengobatan tersebut. Rumah sakit tipe A, B dan beberapa Puskesmas yang sudah mendapatkan pelatihan khusus TB-MDR yang boleh memberikan pelayanan pengobatan pada pasien TB-MDR. Pasien yang dinyatakan sebagai TB-MDR harus datang ke tempat pelayanan kesehatan yang ditunjuk setiap hari selama 18-24 bulan untuk mendapatkan obat minum dan atau suntik. Pasien harus menelan obat tersebut di depan petugas kesehatan agar petugas dapat memastikan kepatuhan minum obat pasien. Berbagai efek samping yang dirasakan pasien TB-MDR dalam menjalani pengobatan yaitu mual, pusing, nyeri seluruh tubuh, tidak nafsu makan, badan menjadi kurus, penurunan nafsu seksual dan efek samping lain yang menyebabkan kebanyakan pasien tidak mampu untuk melanjutkan pengobatan. Bantuan dana dari dunia (Global Fund) memang ada untuk pasien TB-MDR sebagai bantuan transportasi dalam pengobatan, tetapi pencairan dana tersebut sering terlambat. Perlu adanya pengawasan dari pemerintah dan pihak terkait agar pasien TB-MDR dapat bersemangat menjalani pengobatan, mendapatkan bantuan finansial rutin dan terbebas dari tuberkulosis sehingga tidak menularkan ke orang lain dan mewujudkan Indonesia sehat bebas tuberkulosis.

Selain efek samping obat yang berat dialami oleh pasien TB-MDR, pengetahuan dan pemahaman pasien tentang pengobatan TB-MDR yang rumit dan harus tuntas sangat kurang. Pasien juga merasa dikucilkan dan mendapatkan stigma negatif oleh lingkungan sosial. Pasien merasa tetangga di sekitar rumah membatasi pergaulan sosial dan pasien mendapatkan perlakuan yang berbeda. Penurunan pemasukan keuangan karena harus datang setiap hari ke tempat layanan kesehatan menyebabkan pasien tidak dapat bekerja dan harus mengeluarkan biaya lebih untuk transportasi. Pasien TB-MDR juga mengeluhkan fasilitas rumah sakit yang tidak memadai misalnya tempat antri yang sempit, tempat suntik obat yang kecil dan tidak ada pengeras suara untuk memanggil nama pasien, komunikasi yang kurang efektif antara pasien dan petugas kesehatan, misalnya petugas kesehatan tidak menjelaskan hasil foto dada dan pemeriksaan dahak yang dilakukan secara berkala. Berbagai kesulitan yang dihadapi oleh pasien dan keluarga pasien TB-MDR harus diselesaikan karena merupakan faktor terpenting dalam keberhasilan pengobatan TB-MDR yang tidak mudah.

Penulis: Lailatun Nimah

Link Jurnal: https://medic.upm.edu.my/upload/dokumen/2023053011190602_2022_0694.pdf