Kekeruhan merupakan parameter kualitas air yang merepresentasikan kandungan padatan tersuspensi yang dikeluarkan dari air limbah. Praktik terbaik saat ini untuk menghilangkan kekeruhan dalam pengolahan air limbah adalah dengan menggunakan metode koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi. Prinsip koagulasi dan flokulasi adalah untuk meningkatkan kecepatan pengendapan polutan, yang secara alami dapat memakan waktu berjam-jam bahkan bertahun-tahun untuk partikel koloid (Sun et al., 2021). Partikel flokulasi, yang memiliki berat jenis lebih padat, kemudian dipisahkan dari air dalam unit sedimentasi.
Flokulan, yang kemudian disebut sebagai bioflokulan, dapat diproduksi dari komunitas bakteri dengan sistem kultur. Bioflokulan yang dihasilkan merupakan zat polimer ekstraseluler bakteri (EPS), yang memiliki karakteristik serupa dengan polimer buatan laboratorium; sehingga dapat melakukan mekanisme flokulasi. EPS bakteri adalah produk alami dengan biodegradabilitas tinggi, dan proses sintesis dan pemurniannya juga melibatkan lebih sedikit bahan kimia daripada polimer buatan laboratorium. Ekstraksi bakteri EPS yang berfungsi sebagai bioflokulan dari spesies tertentu saat ini mendapat perhatian yang meningkat sebagai agen flokulasi alternatif dalam pengolahan air limbah.
Serratia marcescens merupakan spesies bakteri yang dapat menghasilkan senyawa bioflokulan. Bioflokulan yang dihasilkan sebelumnya dicirikan sebagai flokulan anionic, sedangkan kondisi produksi, toksisitas dan mekanismenya masih belum dieksplorasi lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produksi EPS oleh Serratia marcescens dengan menilai pengaruh beberapa kondisi produksi melalui analisis one-variable-at-a-time (OVAT). Penelitian ini juga menganalisis aktivitas dan mekanisme flokulasi oleh bioflokulan yang dihasilkan. Selain itu, penelitian ini juga menguji toksisitas bioflokulan terhadap organisme air (Daphnia sp.). Temuan penelitian yang disajikan diharapkan dapat menjelaskan teknologi alternatif, terutama untuk sumber senyawa flokulan, yang bermanfaat bagi sektor pengolahan air limbah dan menjaga lingkungan dari menerima bahan kimia beracun.
Metode penelitian ini meliputi pengaruh beberapa variabel termasuk ukuran inokulum awal (2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% v/v), pH (3, 5, 7, 9, dan 11), kecepatan pengadukan (100, 150, 200, dan 250 rpm), suhu (suhu ruang (26±1 °C), 30 °C, and 37 °C), media pertumbuhan (nutrient broth (NB), lactose broth (LB), tryptic soy broth (TSB), dan potato dextrose broth (PDB)), dan masa inkubasi (6, 8, 12, 24, 48, 72, 96, dan 120 jam) yang dinilai melalui metode OVAT. Aktivitas flokulasi kemudian ditentukan melalui analisis jar test, dan uji toksisitas dilakukan dengan menggunakan Daphnia magna dan Daphnia pulex. Mekanisme flokulasi ditentukan melalui distribusi ukuran partikel dan analisis potensi zeta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran inokulum awal 10% v/v dengan media kultur NB pada pH 7, kecepatan pengadukan 150 rpm, pada suhu kamar, dan masa inkubasi 72 jam diperoleh bioflokulan optimum sebesar 377,7±27,9 mg/L. Pemindaian gambar dengan mikroskop elektron menunjukkan struktur tidak beraturan, utuh, dan kompak seperti serpihan dengan permukaan kasar. Bioflokulan yang dihasilkan oleh S. marcescens menunjukkan aktivitas flokulasi sebesar 48% untuk dosis 5% v/v dengan konsentrasi 1 mg/L suspensi kaolin yang mengikuti kinetika orde kedua. Uji toksisitas terhadap D. magna dan D. pulex mengungkapkan nilai LC50 masing-masing 8,06 dan 4,62 g/L, yang jauh lebih rendah dari flokulan kimia komersial dan lebih tinggi dari konsentrasi flokulan yang umum digunakan dalam pengolahan air limbah. Distribusi ukuran partikel dan analisis potensi zeta menunjukkan bahwa penghilangan kekeruhan menggunakan bioflokulan yang diproduksi oleh S. marcescens terjadi melalui mekanisme bridging yang ditunjukkan dengan sedikit pergeseran potensi zeta dan peningkatan ukuran flok yang signifikan selama proses. Bioflokulan yang diuji menunjukkan aktivitas flokulasi yang baik dan dapat membuka flokulan alternatif baru dengan toksisitas yang lebih rendah untuk menggantikan flokulan kimia yang banyak digunakan saat ini dalam sistem pengolahan air limbah.
Penulis: Muhammad Fauzul Imron, S.T., M.T.
Artikel lengkap dapat diakses pada: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0048969722026602