Universitas Airlangga Official Website

Pengaruh Dimensi Politik dan Ekonomi Terhadap Kemiskinan di Indonesia

Kemiskinan masih menjadi permasalahan yang penting negara di seluruh dunia utamanya negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan publikasi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 mencatat bahwa penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,55 juta jiwa atau setara dengan 10,19% dari populasi penduduk di Indonesia. Angka tersebut dirasa masih jauh dari batas minimal yang sudah ditetapkan oleh MDG’s yang seharusnya sebesar 7,5% dari populasi penduduk. kemiskinan terjadi ketika individu mengalami keterbelakangan dan minimnya terhadap akses untuk mendapat kehidupan yang lebih layak, baik itu dalam dimensi kesehatan, kualitas hidup layak, pendidikan, akses terhadap ekonomi dan akses dalam berdemokrasi.

Pemerintah sebagai pemangku kebijakan telah merencanakan suatu strategi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang ada sebagai kunci dalam membantu menurunkan angka kemiskinan yang terjadi di Indonesia, diantaranya melalui pendidikan dan kesehatan. Penjelasan tersebut selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Lawanson & Umar (2021); Awan et al. (2011); Muliana & Idris (2019); Sudaryati et al (2021) yang menyatakan bahwa dimensi kesehatan yang diilustrasikan oleh angka harapan hidup dan dimensi pendidikan yang diilustrasikan oleh rata-rata lama sekolah menunjukkan bahwa antara dua variabel yang ada mempunyai pengaruh yang signifikan dalam penurunan jumlah kemiskinan.

Selain itu, Sen (1981) menyatakan bahwa kemiskinan juga dipengaruhi oleh aspek politik yang tercermin pada lemahnya akses terhadap demokrasi. Ketika proses demokrasi tidak berjalan sebagai mestinya dalam lingkungan masyarakat maka kemiskinan tersebut juga akan meningkat. Demokrasi ini memiliki pengaruh yang negatif terhadap kemiskinan artinya ketika demokrasi di jalankan dengan baik akan menurunkan jumlah kemiskinan. Pernyataan tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gao & Zang (2021) menyatakan bahwa peningkatan kualitas pemerintah, peningkatan kebebasan dalam berbicara, meningkatkan pemberian hak politik dapat menurunkan jumlah kemiskinan. Hal tersebut diperjelas dengan temuan oleh Adnan & Amri (2021) yang menjelaskan bahwa dalam jangka pendek demokrasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, namun dalam jangka panjang demokrasi berpengaruh signifikan dalam mengurangi tingkat kemiskinan.

Selain tingkat demokrasi, Andre Bayo Ala (1981) menyatakan bahwa permasalahan kemiskinan dapat diatasi dengan dua strategi yaitu dalam jangka pendek dan jangka panjang. Strategi jangka pendek untuk mengurangi kemiskinan yaitu dengan cara meningkatkan pendapatan dan memperbaiki distribusinya, sedangkan strategi jangka panjang yaitu menumbuhkan swadaya setempat. Salah satu cara untuk meningkatkan swadaya setempat dapat dilakukan dengan cara meningkatkan investassi dalam bentuk modal. Menurut Kartasapoetra (2007) koperasi merupakan lembaga ekonomi dengan anggota yang tergabung secara sukarela dan berasal dari masyarakat ekonomi lemah. Pernyataan tersebut juga diperkuat bahwa masyarakat yang berpenghasilan rendah dan juga kurang mampu adalah jangkauan terbaik dari koperasi (Carina et al., 2022). Adanya lembaga ekonomi melalui koperasi tersebut dikatakan sebagai solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan keuangan dan juga permasalahan sosial ekonomi terutama pada rumah tangga dan masyarakat pedesaan yang memiliki pendidikan rendah serta kurang mampu. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2019) jumlah anggota yang tergabung menjadi bagian dari koperasi tiap tahunnya selalu mengalami kenaikan. Terbukti pada tahun 2010 jumlah anggota koperasi di Indonesia terdapat sekitar 29.240.271 anggota hingga pada tahun 2019 meningkat menjadi 41.543.451 anggota. Hal tersebut mencerminkan bahwa koperasi masih menjadi salah satu lembaga ekonomi yang diminati masyarakat luas.

Studi mengenai pengaruh determinan kemiskinan di Indonesia sangat menarik untuk dilakukan karena pertama, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih mengalami fluktuatif dalam periode 2010-2019 padahal dalam periode yang sama tingkat pendidikan, kesehatan, upah minimum provinsi dan jumlah unit koperasi di Indonesia selalu mengalami peningkatan. Kedua sebagaimana yang dijelaskan oleh Todaro & Smith (2014) bahwa kemiskinan yang ada di negara berkembang sebagian besar terjadi akibat kurangnya kualitas yang dimiliki sumber daya manusia yang ada. Selain itu, Narayan (2006) menjelaskan bahwa tidak ada demokrasi di negara berkembang yang memiliki keberhasilan dalam menghilangkan kemiskinan. Adanya latar belakang tersebut peneliti merasa tertarik untuk bisa menganalisis pengaruh demokrasi, lembaga ekonomi, upah minimum provinsi, rata-rata lama sekolah, angka harapan hidup, PDRB dan tingkat pengangguran terbuka terhadap kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan regresi data panel sebagai alat analisis.

Penulis: Atik Purmiyati, S.E., M.Si.

Jurnal: The Effect of Political and Economic Dimensions on Poverty in Indonesia