Pandemi COVID-19 diketahui menyebabkan tren peningkatan kasus gangguan kesehatan mental. Hal ini sejalan dengan pernyataan WHO, bahwa di tahun pertama pandemic prevalensi kecemasan dan depresi di tingkat global meningkat sebesar 25% (Soluk-Tekkesin and Wright, 2022). Masalah kesehatan yang sering dijumpai selama pandemi COVID- 19 cukup beragam, mulai dari stres, kecemasan, gejala depresi, insomnia, penolakan, hingga kemarahan dan ketakutan (Torales et al., 2020). Salah satu kelompok yang rentan mengalami gangguan kesehatan mental adalah tenaga kesehatan, khususnya mereka yang mendapat peran sebagai “frontliner”.
Berdasarkan penelitian tentang stres kerja saat pandemi COVID-19 yang dilakukan terhadap 420 perawat di 2 rumah sakit Mesir mengemukakan hasil sebanyak masing-masing 75,2% dari 210 perawat di Zagazig fever hospital dan 60,5% dari 210 perawat di Zagazig general hospital mengalami stres kerja. Kontak secara kontinyu dengan pasien yang terinfeksi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya kecemasan dan stres psikologis terhadap para tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya (Heriziana, SKM and Santi Rosalina, 2021).
Karakteristik stres dipengaruhi oleh berbagai hal, mulai dari usia, persepsi mengenai COVID-19, tuntutan pekerjaan, dukungan sosial, dan lainnya. Terdapat tiga karakteristik tenaga kesehatan yang penulis amati, yaitu jenis kelamin, usia, dan status pernikahan. Penelitian (Pertiwi, Igiany and Yuliasari, 2021) bahwa tenaga kesehatan yang mengalami stress mayoritas berjenis kelamin perempuan. Lalu, (Tharwat and El-Deeb, 2021) juga menjelaskan bahwa perempuan lebih signifikan stres daripada laki-laki (OR:1,88 P=0,001). Stres lebih banyak dialami oleh perempuan, yaitu sebanyak 135.000 kasus dan pria sebanyak 86.000 kasus (Stocks et al., 2013).
Karakteristik stres tenaga kesehatan juga dapat diamati dari segi usia. Menurut penelitian (Tharwat and El-Deeb, 2021) tenaga kesehatan berusia muda (18–34 tahun) memiliki tingkat stres tertinggi dibandingkan dengan semua kelompok usia lainnya di mana peserta yang usia 55 tahun memiliki stres secara signifikan lebih rendah daripada kelompok lain. Penyataan tersebut sejalan dengan hasil temuan (Demilew et al., 2022) dari kategori usia 18-34 tahun, 184 dari 299 tenaga kesehatan mengalami stres, rentang usia 35-44 tahun, 50 dari 74 orang mengalami stres, dan pada usia >44 tahun, 8 dari 18orang mengalami stres.
Tenaga kesehatan yang lebih tua mempunyai pengalaman lebih banyak dalam stres dibandingkan staf yang lebih muda. Semakin dewasa usia, seseorang akan semakin menunjukkan kematangan jiwa, dalam arti bijaksana mampu berpikir rasional, mampu mengendalikan emosi, semakin menunjukkan intelektual, dan toleran terhadap pandangan dan perilaku yang berbeda (Gatot and Adisasmito, 2005). Sebuah studi sebelumnya menemukan bahwa individu yang lebih tua menggunakan strategi yang lebih pasif seperti penghindaran untuk mengatur emosi, sedangkan yang lebih muda lebih menyukai strategi proaktif seperti dukungan sosial.
Individu yang berstatus sudah menikah memiliki tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang belum menikah. Hal ini dikarenakan adanya dukungan dalam karir dari pasangannya (Shintyar and Widanarko, 2021). Dukungan sosial pasangan yang tinggi dapat meningkatkan semangat dalam melakukan tanggung jawabnya, memunculkan perasaan tenang memunculkan rasa dipedulikan, rasa disayangi dan rasa memiliki seseorang yang dapat diandalkan dalam menjalankan tanggung jawabnya (Manurung, 2021). Status pernikahan berhubungan dengan kejadian stres, dimana hubungan pernikahan yang harmonis membantu seseorang untuk mencegah atau mengurangi stres karena keterlibatan salah satu pasangan atau keluarga dalam memberikan dukungan yang tinggi, sehingga efek negatif dari pekerjaan dapat ditolerir. Tetapi, pengaruh status pernikahan terhadap stres hanya berpengaruh positif apabila pernikahan tersebut berjalan dengan baik.
Penulis: Riris Diana Rachmayanti, S.KM., M.Kes.
Jurnal: The Effect of Social Support on Stress Levels of Health Workers During The COVID-19 Pandemic: A Literature Review