Sejalan dengan target SDG’s ke-2 yaitu mengakhiri kelaparan, Indonesia memiliki Proyek Prioritas Nasional (Pro-PN) yaitu mengurangi stunting pada anak. Stunting merupakan permasalahan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan, dimana gangguan tersebut terjadi akibat malnutrisi kronis pada anak. Stunting juga bisa disebabkan berulang-ulang infeksi. Stunting dapat terjadi pada anak usia 0-59 bulan. Ada 2 penyebab stunting, yaitu penyebab spesifik (penyebab langsung) dan penyebab sensitif (penyebab tidak langsung) (Perpres Nomor 72 Tahun 2021). Penyebab spesifiknya bisa karena asupan gizi yang rendah, asupan gizi yang kurang, penyakit penyerta dari balita dan faktor lainnya, hal ini dapat terjadi sebelum kehamilan, selama kehamilan, sampai usia 2 tahun. Masalah yang masih tergolong tinggi di Indonesia yaitu masalah gizi pada balita, baik akut maupun kronis. Stunting merupakan salah satu indikator kegagalan tumbuh kembang pada anak dibawah lima tahun (Balita) yang disebabkan akibat defisiensi gizi kronik dan infeksi yang berulang terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Maka dari itu berbagai program dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki masalah stunting dengan berbagai macam intervensi nutrisi.
Dalam konteks memahami hubungan usia pernikahan pertama dan keluarga berisiko mengalami stunting, peneliti bertujuan untuk mengetahui apakah pernikahan dini berpengaruh terhadap tingginya angka stunting. Maka dilakukan penelitian deskriptif yang bersifat analitik dengan cakupan penelitian di seluruh kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur, dan variable penelitian yaitu Wanita yang menikah di usia kurang dari 19 tahun (<19 tahun).
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi prevalensi pernikahan dini di suatu Kabupaten, maka prevalelnsi stunting juga semakin tinggi. Ibu-ibu yang lebih muda memiliki risiko besar untuk memiliki anak pada usia lebih muda dan memiliki lebih banyak anak pada usia yang masih muda. Oleh karena itu, peningkatan usia pernikahan pertama merupakan tindakan yang sangat penting untuk mengakhiri pernikahan dini agar stunting tidak semakin tinggi. Diharapkan BKKBN terus melakukan intervensi program pernikahan dini melalui berbagai media untuk menjangkau para generasi milenial. Upaya yang dapat dilakukan seperti PIK-R berbasis sekolah informal maupun formal, komunitas, dan kelompok sebaya. Selain itu, perlunya penguatan Kerjasama antara Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama juga diperlukan untuk memperkuat penolakan pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur.
Penulis:
Mita Dwi Ayudha*, Diyah Herowati, Thinni Nurul Rochmah
Judul Artikel Ilmiah:
Does Age of First Marriage Affect stunting? (Ecological Analysis of the 2021 Family Data Collection and 2022 Nutritional Status Survey)
Jurnal Publikasi (volume/series):
Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, Volume 8, Issue 3, p. 1638-1649 ISSN 2502-4825 (print), ISSN 2502-9495 (online)
https://doi.org/10.30604/jika.v8i3.2237