Insidensi dari cedera saraf tepi di Amerika Serikat setiap tahunnya berkisar antara 200.000 hingga 400.000 orang. Di Uni Eropa, terdapat sekitar 300.000 cedera tulang belakang dengan 11.000 kasus baru setiap tahunnya. Cedera atau disfungsi saraf pada sistem saraf pusat dan perifer merupakan penyebab utama neuropati seperti alodinia dan hiperalgesia. Sensasi nyeri yang abnormal ini dikaitkan dengan berbagai perubahan fisiologis yang kompleks pada sistem saraf pusat dan perifer. Banyak penelitian menunjukkan pengaruh penting dari perbedaan jenis kelamin pada persepsi nyeri. Perbedaan ini terlihat dari neonatus hingga dewasa. Perbedaan persepsi nyeri antara laki-laki dan perempuan diduga karena adanya perbedaan respon terhadap opioid dan perbedaan kadar hormonal. Steroid seks perifer telah terbukti mempengaruhi aktivitas opioid sentral, selain itu, perubahan kadar steroid selama kehamilan dapat memodulasi sistem opioid. Sistem dynorphine/kappa opioid telah terbukti meningkatkan ambang nosiseptif selama kehamilan. Obat yang diketahui efektif untuk nyeri nosiseptif dan nyeri inflamasi tidak semuanya efektif untuk meredakan nyeri neuropatik. Bahkan obat-obatan yang termasuk golongan morfin, yang sering digunakan untuk nyeri nosiseptif, juga kurang efektif untuk nyeri neuropatik.
Secara umum, agonis opioid lebih kuat pada satu jenis kelamin daripada jenis kelamin lainnya. Studi klinis pada hewan menunjukkan bahwa agonis opioid lebih kuat pada pria daripada wanita dan bahwa pemberian testosteron meningkatkan sensitivitas terhadap antinosiseptif mu dan kappa, sedangkan efek modulasi estrogen dan progesteron bergantung pada jenis agonis opioid yang diberikan. Studi klinis pada manusia menyebutkan bahwa sensitivitas nyeri pada wanita yang sudah pubertas meningkat terutama pada siklus menstruasi fase luteal (kadar progesteron tinggi) dibandingkan fase folikular (kadar progesteron rendah).
Sumsum tulang belakang adalah pusat pembentukan berbagai neurosteroid seperti pregnenolone, dehydroepiandrosterone, progesteron dan allopregnanolone. Reseptor progesteron di medulla spinalis diduga memiliki peran yang sangat penting dalam penatalaksanaan nyeri neuropatik. Peningkatan kadar progesteron selama kehamilan dapat memicu aktivasi sistem opioid tulang belakang, meningkatkan pelepasan opioid endogen dan menurunkan kepekaan terhadap nyeri. Peneliti lain telah menunjukkan sebaliknya bahwa antagonis reseptor progesteron memiliki potensi untuk menghambat nyeri pada pasien dengan nyeri neuropatik.
Perubahan kepekaan terhadap nyeri akibat pemberian progesteron masih kontroversial. Frye membuktikan pemendekan waktu laten nyeri setelah pemberian progesteron, sedangkan Gordon membuktikan sebaliknya. Afinitas reseptor opioid kappa menurun setelah pemberian progesteron, sehingga penurunan sensitivitas nyeri tidak dapat dijelaskan oleh mekanisme efek progesteron pada reseptor opioid. Mekanisme lain yang diusulkan oleh Frye adalah bahwa metabolit progesteron dapat meningkatkan sensitivitas nyeri melalui interaksi dengan GABA. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh progesteron terhadap nyeri melalui mekanisme modulasi sistem opioid. Diharapkan dengan mengetahui hubungan keduanya dapat menjadi alternatif penatalaksanaan nyeri pasca cedera saraf tepi.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen acak lengkap dengan menggunakan tikus wistar jantan berumur sekitar tiga bulan di Laboratorium Hewan Eksperimen, Departemen Biokimia Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Penelitian ini menggunakan tikus wistar jantan berumur 3 bulan dengan berat badan awal antara 152 dan 190 g. 8 hewan digunakan secara acak di setiap kelompok, 4 di antaranya dikeluarkan karena infeksi dan kematian. Karakteristik unit eksperimen secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 1. Kelompok kontrol menunjukkan rerata ekspresi positif sebesar 25,83 ± 7,705% dengan n = 6, sedangkan pada kelompok progesteron rerata ekspresi positif sebesar 71,00 ± 14,114% dengan n = 6. Dengan menggunakan analisis statistik dua sampel independen (uji-t) diperoleh nilai t sebesar 6,880, p = 0,000 (p < 0,05). Sehingga terdapat perbedaan ekspresi reseptor opioid yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok progesteron. Dapat disimpulkan bahwa pemberian progesteron berpengaruh positif terhadap ekspresi reseptor delta (δ)-opioid
Terdapat peningkatan ekspresi reseptor opioid pada neuron kornu posterior medula spinalis setelah pemberian progesteron pada lesi neuropatik perifer. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui hubungan antara peningkatan ekspresi reseptor opioid dan penurunan nyeri neuropatik serta mekanisme peningkatan ekspresi reseptor opioid setelah pemberian progesteron.
Judul dan Link artikel jurnal scopus
Penulis : Dr. dr. Agus Turchan Sp.BS (K)
Bambang Priyanto, Rohadi Muhammad Rosyidi, Andi Asadul Islam, Agus Turchan, Yusra Pintaningrum
The Effect of Progesteron for Expression Delta (Δ) Opioid Receptor Spinal Cord through Peripheral Nerve Injury
DOI : 10.25259/SNI_1204_2021