Universitas Airlangga Official Website

Pengaruh Tujuan Pembangunan Berkelanjutan terhadap Kinerja Keuangan

Pengaruh Tujuan Pembangunan Berkelanjutan terhadap Kinerja Keuangan
Photo by CNN

Isu lingkungan seperti perubahan iklim, ruang hijau, gaya hidup ramah lingkungan, air bersih, dan manajemen limbah berdampak signifikan pada kehidupan kini dan masa depan, memerlukan partisipasi pemangku kepentingan (Bappenas, 2016). Pada 2015, PBB mengadopsi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) untuk mencapai pembangunan berkelanjutan pada 2030, dengan 17 tujuan dan 169 target. Di Indonesia, SDGs diatur dalam Perpres No. 111 Tahun 2022 dan didukung oleh OJK melalui Peraturan No. 51/POJK.03/2017.

Mendorong perusahaan untuk bertanggung jawab dalam aspek ekonomi, sosial, lingkungan, hukum, dan tata kelola. Sektor pertambangan berpotensi berkontribusi positif jika dikelola dengan baik (Kementerian ESDM, 2022). Konflik pertambangan meningkat pada 2020, menimbulkan risiko bagi komunitas lokal dan lingkungan (JATAM, 2021). Laporan keberlanjutan penting untuk akuntabilitas dan kepercayaan publik, namun belum semua perusahaan Indonesia menerbitkannya.

Temuan penelitian tentang hubungan antara SDGs dan kinerja keuangan bervariasi; beberapa menunjukkan pengaruh positif (Herlambang et al., 2018). Sementara yang lain tidak menemukan dampak signifikan (Arifianti & Widianingsih, 2022). Penelitian ini menggunakan teori pemangku kepentingan untuk menunjukkan pengaruh SDGs pada kinerja keuangan dengan kepemilikan institusional sebagai variabel moderasi (Lindawati & Puspita, 2015). SDGs mengacu pada prioritas global untuk pembangunan berkelanjutan pada 2030 (García‐Sánchez et al., 2020), dan mengukur kinerja keuangan dengan Return On Equity (ROE) (Agustia, 2017; Naeem et al., 2022). Kepemilikan institusional meningkatkan pengungkapan dan pengawasan manajerial (Pirzada et al., 2015; Bushee & Noe, 2000; Madyan & Arianto, 2019).

SDGs mempengaruhi perusahaan di berbagai dimensi dan meningkatkan kinerja keuangan serta pembangunan berkelanjutan (Martínez‐Ferrero & Frías‐Aceituno, 2015; Farida, 2022; Herlambang et al., 2018). Kepemilikan institusional juga berkorelasi positif dengan pengungkapan keberlanjutan dan kinerja keuangan (Bushee & Noe, 2000; Raithatha dan Bapat dalam Ismail et al., 2018). Meskipun beberapa penelitian menunjukkan prioritas berbeda (Saleh et al., 2010).

Metode dan Hasil

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengkaji pengaruh Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terhadap kinerja keuangan serta peran moderasi kepemilikan institusional pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2017-2021. Dengan menggunakan metode purposive sampling, terpilih 82 dari 261 perusahaan yang memenuhi kriteria. Variabel yang diteliti meliputi SDGs, kinerja keuangan (mengukur dengan Return on Equity atau ROE), dan kepemilikan institusional. Regresi linier berganda dan Analisis Regresi Moderasi (MRA) untuk menguji pengaruh SDGs terhadap kinerja keuangan dengan mempertimbangkan efek moderasi kepemilikan institusional. Uji asumsi klasik, seperti uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas, terlaksana sebelum analisis regresi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa SDGs secara signifikan dan negatif mempengaruhi kinerja keuangan. Temuan ini konsisten dengan Arifianti & Widianingsih (2022) dan Ahmad & Buniamin (2021), yang juga menemukan pengaruh negatif SDGs terhadap kinerja keuangan perusahaan. Meskipun teori pemangku kepentingan mengusulkan dampak positif. Hasil ini mendukung teori pemegang saham yang menekankan prioritas pada nilai pemilik dan keuntungan.

Penelitian ini juga menemukan bahwa kepemilikan institusional tidak memoderasi dampak negatif SDGs terhadap kinerja keuangan. Sebaliknya, studi oleh Bushee & Noe (2000) menyarankan bahwa kepemilikan institusional dapat meningkatkan praktik keberlanjutan perusahaan dan kinerja keuangan melalui pengungkapan keberlanjutan. Secara teoretis, penelitian ini memberikan kontribusi signifikan dengan menghubungkan tingkat penegakan hukum dan penerapan praktik akuntansi konservatif, yang meningkatkan kualitas pelaporan. Temuan menunjukkan bahwa perusahaan di bawah pengawasan hukum intensif lebih cenderung menerapkan konservatisme akuntansi yang ketat. Mengurangi risiko ketidakpatuhan, dan meningkatkan kualitas pengungkapan. Untuk sektor industri, penelitian ini menekankan pentingnya regulasi lingkungan dalam strategi akuntansi perusahaan. Terutama di daerah dengan kerangka hukum beragam seperti ASEAN, yang dapat meningkatkan kepercayaan investor dan stabilitas pasar.

Penulis: Rizka Yulistiya Wardan, Amalia Rizki

Link: https://jurnal.polban.ac.id/ojs-3.1.2/akuntansi/issue/view/290

Baca juga: Hubungan Antara Auditor Eksternal dan Komite Audit di Sekolah