Sebagai lembaga filantropi, lembaga wakaf memainkan peran penting dalam perekonomian, terutama dalam mendukung kebutuhan dasar dan menyediakan infrastruktur bagi masyarakat. Lembaga wakaf juga dikenal secara luas sebagai salah satu fondasi untuk membangun masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan. Selama pandemi COVID-19, instrumen wakaf juga memainkan peran penting dalam menyelesaikan masalah sosial ekonomi. Bentuk pemanfaatan dana wakaf selama pandemi COVID-19, seperti untuk membantu penyediaan fasilitas kesehatan. Berkaitan dengan peran vital dari lembaga wakaf, maka analisis efisiensi pada lembaga wakaf perlu untuk dilakukan sebagai langkah awal untuk evaluasi demi pengelolaan wakaf yang lebih baik ke depannya. Oleh karena itu, peneliti dan dosen dari Unversitas Airlangga melakukan penelitian untuk mengukur efisiensi pengelolaan dana wakaf di Indonesia. Hingga saat ini, penelitian tentang efisiensi lembaga keuangan syariah di Indonesia masih terbatas (Wahab & Rahman, 2011; Wahab & Rahman, 2012; Wahab & Rahman, 2013; Ahmad & Ma’in, 2014; Widiarto & Emrouznejad, 2015; Djaghballou et al., 2018; Nahar, 2018; Ramadhani & Cahyono, 2018).
Aam Slamet Rusydiana, Raditya Sukmana dan Nisful Laila dalam penelitiannya, menggunakan model Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mengukur efisiensi lembaga wakaf di Indonesia selama periode 2013 hingga 2021. Penelitian tersebut juga menggunakan data terbaru dan menilai apakah terdapat perbedaan efisiensi dalam pengelolaan wakaf pada lembaga nasional, daerah dan organisasi masyarakat (ormas) di Indonesia, serta mengidentifikasi variabel input dan output yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kinerja pengelolaan dana wakaf. Data yang terkumpul berasal dari 9 lembaga wakaf yang terdiri dari 4 lembaga wakaf nasional. 3 lembaga daerah dan 2 dari organisasi masyarakat (ormas). Data Envelopment Analysis (DEA) yang digunakan dalam penelitian tersebut mengacu pada pendekatan output oriented dan produksi dimana output dimaksimalkan dengan diberikan level input. Faktanya, dana wakaf yang terkumpul dan disalurkan di Indonesia saat ini masih jauh dari potensinya, sehingga pengukuran yang berorientasi pada output lebih tepat digunakan untuk mengukur efisiensi dana wakaf.
Temuan pertama dari penelitian tersebut berkaitan dengan evolusi tingkat efisiensi dan rata-rata nilai efisiensi dari lembaga wakaf di Indonesia selama periode 2013 hingga 2021. Kesimpulannya, dana wakaf yang dikelola oleh lembaga wakaf di Indonsia relatif belum terkelola dengan baik. Tingginya pengeluaran (Biaya Operasional dan Biaya Sumber Daya Manusia) pada variabel input menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya efisiensi dana wakaf. Penelitian ini fokus pada lembaga filantropi yang tidak hanya mengelola dana wakaf, tetapi juga dana zakat, infaq dan sedekah. Sehingga pengeluaran mereka tidak hanya untuk wakaf tetapi juga mencakup kegiatan ZISWAF lainnya. Hasil penelitian ini juga bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar lebih mudah memperoleh sumber modal yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan temuan penelitian ini, kemungkinan lembaga pengelola dana wakaf menggunakan dana internal. Oleh karena itu, lembaga filantropi memerlukan strategi untuk mempertahankan tingkat efisiensinya. Dalam hal ini, lembaga wakaf dapat memanfaatkan digitalisasi sebagai strategi untuk meningkatkan efisiensi.
Di samping itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 tidak berdampak pada efisiensi pengelolaan dana wakaf di Indonesia. Tren pengumpulan dana wakaf meninjukkan tidak ada pengurangan jumlah dana yang terkumpul dari 2019 hingga 2021. Di sisi lain, hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat sumber pengumpulan dan penyaluran dana wakaf yang tidak efisien. Penyaluran dan pengumpulan dana wakaf harus ditingkatkan sebesar 52 persen dan 48 persen masing-masing untuk mencapai titik efisiensi yang optimal. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, adapun beberapa rekomendasi yang diberikan oleh peneliti. Pertama, Badan Wakaf Indonesia dan Kementerian Agama sebagai regulator diharapkan untuk memberlakukan peraturan atau undang-undang baru yang mendorong lembaga pengelola wakaf untuk mempublikasikan laporan keuangan secara rutin. Hal ini dilakukan utnuk meningkatkan akuntabilitas lembaga pengelola wakaf. Lebih lanjut, lembaga wakaf juga diharapkan lebih transparan dalam menyajikan laporan keuangan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat. Laporan keuangan yang disajikan juga dapat menjadi bahan kajian dan evaluasi untuk perbaikan kedepannya. Pemanfaatan platform digital seperti fintech juga direkomendasikan untuk mengoptimalkan efisiensi pengumpulan dana wakaf. Terakhir, saran bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat memasukkan variabel tambahan yang relevan serta menambahkan lembaga wakaf lain untuk diteliti. Dengan demikian, penelitian selanjutnya dapat menghasilkan temuan yang lebih komprehensif dan mampu memberikan rekomendasi yang lebih konkrit kepada para pemangku kepentingan.
Penulis: Dr. Nisful Laila, S.E., M.Com
Link Jurnal: https://jimf-bi.org/index.php/JIMF/article/view/1650