Spinal cord injury (SCI) dapat menyebabkan defisit neurologis permanen dengan tingkat pemulihan yang sangat rendah. Terdapat banyak penelitian yang dilakukan untuk memahami patofisiologi dan mekanisme pemulihan dari SCI, serta mencari terapi yang dapat membantu pemulihan pasien. Namun, untuk dapat memahami kondisi pasien dengan SCI, para peneliti memerlukan model penyakit yang serupa dengan manusia yang memiliki kesamaan dalam penyebab dan fungsi serta memiliki keunggulan dibandingkan observasi klinis sederhana. Oleh karena itu, pemilihan model yang sesuai dan pengujian hipotesis yang spesifik sangat penting dilakukan oleh para peneliti.
Model SCI pada hewan percobaan sangat berguna untuk memahami mekanisme dan mengevaluasi efektivitas intervensi terapeutik. Terdapat lima jenis model SCI yaitu kontusio (memar), kompresi, dislokasi, transeksi, dan kimia. Studi menunjukkan bahwa model kontusio paling umum digunakan, diikuti oleh model kompresi dan transeksi. Tikus merupakan hewan yang paling sering digunakan dalam model SCI, diikuti oleh kelinci, anjing, dan babi. Tes lokomotor adalah parameter utama yang paling sering digunakan dalam penilaian hasil perilaku, diikuti oleh tes sensorik dan sensorimotorik. Tingkat cedera sering terjadi di bagian toraks dan serviks.
Teknik kompresi sumsum tulang belakang hewan menggunakan klip, balon, pengikat, dan forsep terkalibrasi. Model SCI kontusio-kompresi melibatkan klip, forsep terkalibrasi, dan balon kompresi. Kompresi klip pada model ini menyebabkan kelumpuhan total, retensi urine, dan retensi defekasi pada tikus. Alat kontusio dirancang untuk cedera sementara dan akut pada sumsum tulang belakang, sementara model kompresi menimbulkan dampak berkepanjangan. Model kontusio-kompresi pada SCI manusia biasanya disebabkan oleh fraktur-dislokasi dan fraktur pecah.
Sebuah penelitian menunjukkan kompresi klip dapat menyebabkan cedera yang mirip dengan kontusio pada model SCI. Karena kemiripan yang ditemukan antara hewan pengerat dan manusia dalam hal hasil elektrofisiologi, fungsional, dan morfologi, tikus sering digunakan sebagai hewan percobaan chronic mild stress (CMS). Namun, masih belum ada kepastian tentang durasi yang tepat untuk menerapkan klip aneurisma pada model SCI. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh durasi penerapan klip aneurisma Yasargil pada model SCI tikus, terutama terkait dengan nyeri neuropatik, fungsi locomotor, histologi, dan ekspresi biomarker TNF-α.
Penelitian eksperimental dilakukan dengan total sampel 20 tikus jenis Sprague Dawley. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan metode penomoran (undian). Sampel dikelompokkan secara acak ke dalam empat kelompok, yaitu kelompok normal, 30, 60 dan 90 detik. Model kontusi-kompresi pasca-laminektomi SCI diterapkan pada semua kelompok menggunakan klip aneurisma Yasargil 7mm, dengan kekuatan 65g (150 kDyne) dan penelitian berlangsung selama 28 hari.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kompresi durasi 0 dan 30 detik tidak menyebabkan kelumpuhan total pada ekspresi lokomotor, namun kompresi durasi 60 dan 90 detik dapat menyebabkan kelumpuhan total. Evaluasi lokomotor menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada rerata skor Basso, Beattie, dan Bresnahan (BBB) antara kompresi durasi 60 dan 90 detik. Selain itu, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam nilai rata-rata rat grimace scale (RGS) antara kelompok dengan model 60 detik dan 90 detik pada hari ke-21 dan 28. Gambaran histologis menunjukkan kerusakan parah pada sumsum tulang belakang pada kompresi durasi 60 dan 90 detik. Menurut penelitian Ahmed et al. (2019), durasi kompresi 60 detik memberikan gambaran histologis diskontinuitas sedang hingga berat. Tidak ada perbedaan yang bermakna pada nilai rerata TNF-α antara kompresi durasi 60 dan 90 detik.
Teknik kompresi klip memiliki keuntungan biaya yang murah, dapat menghasilkan tingkat keparahan SCI yang bervariasi, dan mudah diadaptasi di semua tingkatan. Klip juga dapat digunakan untuk menimbulkan model iskemia SCI dengan menutup suplai darah. Penggunaan klip aneurisma Yasargil pada tulang belakang selama 60 dan 90 detik dapat menyebabkan nyeri neuropatik yang signifikan. Penilaian nyeri dapat dilakukan menggunakan skala visual atau numerik. Pada model hewan percobaan cedera tulang belakang, penilaian nyeri klinis dapat dilakukan dengan menggunakan RGS. Skor RGS secara akurat membedakan antara hewan percobaan dengan nyeri dan mereka yang tidak merasakan sakit.
Patofisiologi SCI terjadi karena adanya iskemia, inflamasi, apoptosis, dan terbentuknya bekas luka glial. Hal ini disebabkan oleh trauma yang menyebabkan kerusakan mikrovaskular seperti perdarahan, trombosis, dan vasospasme. Kerusakan ini menyebabkan hipoperfusi, hipoksia, dan iskemia pada sumsum tulang belakang. Iskemia ini mempengaruhi proses peradangan, apoptosis sel saraf dan neuroglia, serta pembentukan bekas luka glial yang menghambat regenerasi sumsum tulang belakang secara mekanis dan kimia. Mediator proinflamasi yang paling berpengaruh pada SCI adalah TNF-α. Peningkatan kadar TNF-α pada tahap cedera sekunder juga berkontribusi pada induksi apoptosis. Pada cedera sumsum tulang belakang, TNF-α dihasilkan secara berlebihan oleh makrofag/mikroglia M1, yang dapat memicu peradangan dan apoptosis sel saraf dan glial. Penggunaan klip aneurisma Yasargil dengan durasi 60 dan 90 detik dapat menghasilkan model tikus SCI yang optimal. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya dalam menganalisis patofisiologi, neuroregenerasi, dan pengobatan SCI pada hewan.
Penulis | : | I Nyoman Semita, Dwikora Novembri Utomo, Heri Suroto, Parama Gandi |
Judul Artikel | : | Animal model of contusion compression spinal cord injury by Yasargil aneurysm clip |
Jurnal | : | Bali Medical Journal |
Tautan | : | https://balimedicaljournal.org/index.php/bmj/article/view/3931Â |