Asma merupakan kelompok gangguan saluran nafas yang mempengaruhi kehidupan setidaknya 300 juta orang di seluruh dunia. Angka kejadian gangguan tersebut mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tingkat kekambuhan asma juga mengalami peningkatan seiring dengan perburukan lingkungan fisik maupun sosial. Secara klinis, asma dibagi menjadi dua fenotipe, yaitu asma alergi dan asma non alergi. Asma alergi terjadi hingga 90% pasien asma anak dan hingga 50% pada pasien dewasa. Oleh sebab itu, asma alergi ini masih memberikan beban kompleks yang tinggi pada sistem kesehatan dan dikategorikan sebagai salah satu penyakit kronis.
Saat ini, pemahaman tentang etiologi dan patogenesis asma alergi terus berkembang. Penyakit dengan penyebab multifaktorial ini diketahui terbentuk akibat interaksi kompleks antara faktor genetik penyebab alergi pada inang dengan komponen penyebab dari lingkungan sekitar baik yang bersifat aeroalergen (seperti tungau debu rumah, serbuk sari rumput, dan bulu hewan), maupun ingestan yang tertelan bersamaan dengan makanan (seperti udang, ikan, kacang-kacangan). Respon imunologi yang diperantarai IgE memainkan peran penting dalam patogenesis asma alergi. Selain itu, fenomena keseimbangan Th1 dan Th2 pada asma alergi menyiratkan adanya pergeseran dalam perubahan dari Th1 ke Th2. Berkaitan dengan hal tersebut, respon sel Th2 diduga berperan dominan terhadap munculnya berbagai perubahan patologis yang diamati di saluran napas, terutama berdasarkan sitokin yang dihasilkannya.
Dalam hal terapi, penggunaan obat simtomatis dan imunoterapi merupakan pendekatan pengobatan yang efektif dengan berbagai bukti yang mendukung. Namun, beberapa penelitian mengungkapkan bahwa banyak pasien alergi beralih ke terapi komplementer karena kekhawatiran akan efek samping yang disebabkan oleh penggunaan obat simtomatis dan imunoterapi dalam jangka panjang. Beberapa penelitian telah mengkonfirmasi bahwa berbagai tanaman obat, antara lain Aloe vera, Centella asiatica, Musa paradisiaca, Passiflora foetida, Rhodomyrtus tomentosa, dan Solanum nigrum yang diduga mengandung senyawa dengan efek anti alergi. Namun, belum sepenuhnya dipahami jenis metabolit sekunder pada tanaman tersebut yang menghasilkan efek anti alergi tersebut. Demikian pula dengan mekanisme yang mendasarinya juga belum pernah dieksplorasi.
Berdasarkan fakta di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengeksplorasi berbagai senyawa metabolit sekunder tanaman obat yang tumbuh di Indonesia antara lain Aloe vera, Centella asiatica, Musa paradisiaca, Passiflora foetida, Rhodomyrtus tomentosa, dan Solanum nigrum. Metabolit tersebut ditargetkan dapat berafinitas dengan kuat dan mampu menghambat aktivitas JAK1 selektif dan inhibitor JAK3, dimana JAK1 dan JAK3 diyakini sebagai pengendali terjadinya stimulasi asma karena alergi. Data metabolit sekunder diperoleh dari berbagai referensi yang sahih dan struktur protein target diperoleh dari bank data protein. Kemudian dilakukan docking dengan menggunakan program yang sesuai.
Berdasarkan kajian tersebut, diperoleh sebanyak sepuluh senyawa metabolit sekunder tanaman obat antara lain: aloe emodin; genistein; daidzein; glisitin; apigenin 7,4′-dimetil eter; laburnetin; formononetin; afromosin; kaempferol; dan asam isothankunic memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai inhibitor JAK1 yang baru dan selektif. Aloe emodin merupakan senyawa turunan antrakuinon. Lebih lanjut, penelitian in silico ini juga menemukan bahwa sebanyak tiga metabolit sekunder dari tanaman obat berpotensi dikembangkan sebagai inhibitor JAK3, yaitu: asam madasiatik, asam madekasat, dan lupeol. Seperti asam isothankunat, asam madasiatik dan asam madecasat merupakan metabolit sekunder yang ditemukan di Centella asiatica. Kedua senyawa ini belum banyak dieksplorasi kegunaannya sebagai terapi asma alergi atau sebagai penghambat JAK3 namun diduga memiliki efek anti inflamasi dan bermanfaat untuk penyembuhan luka. Evaluasi lebih lanjut terhadap kedua senyawa ini menjanjikan untuk mengeksplorasi potensinya sebagai inhibitor JAK3 yang baru dan selektif. Lupeol, merupakan triterpen pentasiklik, merupakan senyawa aktif yang banyak dieksplorasi karena spektrum aktivitasnya yang luas, termasuk anti-inflamasi. Pada asma alergi, penelitian in vivo pada tikus menunjukkan bahwa lupeol mengurangi peradangan alergi pada saluran napas. Temuan ini tentunya memperkuat hasil penelitian di mana lupeol mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai terapi komplementer pada asma alergi dengan aktivitas yang ditimbulkan melalui interaksi dengan protein JAK3.
Berdasarkan penelitian in silico ini telah berhasil melakukan eksplorasi berbagai metabolit sekunder tanaman obat di Indonesia yang berpotensi untuk anti alergi yang bekerja selektif melalui penghambatan JAK1 atau JAK3. Namun, masih diperlukan penelitian lanjutan baik tahap preklinik maupun klinik.
Penulis : Junaidi Khotib
Laman : www.rjptonline.org
Judul : In silico Studies of Potential Drug-like Compounds from various Medicinal
Plants: The Discovery of JAK1 Inhibitors and JAK3 Inhibitors
Penulis : Ahmad Dzulfikri Nurhan, Maria Apriliani Gani, Jamal Nasser Saleh Al-
Maamari, Mahardian Rahmadi, Chrismawan Ardianto, Junaidi Khotib
Jurnal : Research J. Pharm. and Tech. 16(3): March 2023
ISSN : ISSN 0974-3618 (Print), 0974-360X (Online)
DOI : 10.52711/0974-360X.2023.00194