Universitas Airlangga Official Website

Penggunakan Obturator Bedah dengan Ekstensi Sayap Bukal Pasca Maksilektomi Parsial

Rahang atas menentukan bentuk wajah seseorang, terutama di daerah midfacial dan memainkan peran penting dalam menjaga saluran udara, berbicara, mengunyah, menelan, serta fungsi estetik. Terbentuknya rongga atau defek di rahang atas dan terbukanya antrum dan nasofaring adalah cacat yang paling umum di rahang atas. Hal ini dapat terjadi akibat perawatan bedah neoplasma rongga mulut, cacat bawaan, atau cedera kecelakaan. Rehabilitasi prostetik setelah operasi pengangkatan rahang atas total dan parsial bertujuan untuk memisahkan rongga mulut dan hidung serta meningkatkan fungsi pengunyahan, bicara, menelan, dan estetik. Prostesis untuk keadaan ini dikenal sebagai obturator maksila.

Obturator bedah merupakan alat rehabilitasi prostesis langsung untuk kelainan rahang atas yang ditempatkan selama prosedur pembedahan. Obturator bedah berfungsi untuk mempertahankan kasa bedah, mengurangi risiko kontaminasi luka bedah dari area intraoral, dan memungkinkan berbicara dan menelan pada periode awal pasca operasi. Obturator bedah menopang jaringan lunak dan mengurangi kontraktur dan kerusakan bekas luka, sehingga meningkatkan kepuasan pasien pasca operasi.

Desain obturator bedah sangat bervariasi dan dapat dibuat dari prostesis resin akrilik berongga, komponen retensi menggunakan penjepit kawat, dan prostesis resin akrilik untuk mengembalikan lengkung gigi dan bentuk langit-langit. Banyak teknik telah dijelaskan untuk pembuatan obturator bedah ini. Di sini, kami melaporkan kasus di mana obturator bedah dengan ekstensi bukal digunakan. Ekstensi bukal adalah penambahan lengkung bagian bukal yang lebih tinggi untuk mendukung flap wajah dan, akibatnya, mempertahankan estetika wajah

Laporan Kasus

Seorang wanita berusia 39 tahun datang dengan keluhan benjolan di tulang pipi kanan atas, sejak 7 tahun yang lalu, yang tumbuh dalam 5 tahun terakhir, tidak ada riwayat penyakit medis lain. Pemeriksaan ekstraoral dan intraoral menunjukkan massa kistik yang tidak nyeri di rahang atas kanan, melintasi garis tengah langit-langit. Diagnosa untuk penyakit ini adalah tumor maksila klinis jinak.

Perencanaan perawatan diawali dengan memeriksa benjolan sebelum operasi dan mendiskusikannya dengan ahli bedah onkologi mengenai garis insisi yang diusulkan dan luas reseksi. Cetakan rahang atas sebelum operasi diambil dan dicetak dengan bahan gipsum tipe. Garis reseksi dibuat pada model dan ahli bedah onkologi meninjau desain untuk memverifikasi luas reseksi.

Plat obturator bedah kemudian dibuat di laboratorium sesuai disain dengan penambahan saya bukal yang lebih tinggi. Disain retensi plat obturator bedah menggunakan kawat Adam dan C clasp yang diletakkan pada gigi molar pasien pada sisi sehat.

Pada saat operasi, setelah reseksi, pelat obturator dipasang di daerah operasi. Adaptasi dilakukan selama pemasangan dengan mengurangi bagian-bagian plat obturator yang berlebih. Adam’s clasp dan C-clasp dimasukkan ke dalam gigi untuk meningkatkan retensi. Kasa bedah ditempatkan di dalam defek rahang atas untuk pembalut bedah. Selanjutnya, obturator bedah difiksasi dengan jahitan melingkar antara sisa jaringan lunak palatal atau peri-palatal. Dalam perawatan pasca operasi, kasa bedah dilepas pada hari ke-3. Setelah keluar dari rumah sakit, pasien secara rutin dipantau di bagian rawat jalan. Tindak lanjut evaluasi termasuk fungsi lisan, seperti menelan dan berbicara, dan profil wajah. Ketika jaringan luka telah sembuh dengan baik, pasien dirujuk ke prostodontis 1 bulan pasca operasi untuk mendapatkan obturator definitif.

Diskusi

Kami mencari di database PubMed untuk artikel yang diterbitkan dalam 10 tahun terakhir menggunakan kata kunci berikut: “Obturator bedah untuk maksilektomi.” Kami memperoleh 121 artikel, termasuk laporan kasus, seri kasus, uji klinis, dan ulasan, baik naratif maupun sistematis. Kami mengambil artikel studi klinis yang membandingkan rekonstruksi flap dan obturator bedah untuk rehabilitasi mulut. Sebanyak 143 (53%) pasien menjalani rehabilitasi rongga mulut dengan rekonstruksi flap, meliputi 59 (41%) laki-laki dan 84 (59%) perempuan, dengan diagnosis tumor jinak pada 25 (17%) pasien dan tumor ganas pada 118 (83%) pasien. Sebanyak 126 (47%) pasien menjalani rehabilitasi rongga mulut dengan bedah obturator, meliputi 63 (50%) laki-laki dan 63 (69%) perempuan, dengan diagnosis tumor jinak pada 12 (9%) pasien dan tumor ganas pada 114 (91%) pasien.

Rehabilitasi rongga mulut pada defek maksila setelah maksilektomi dapat dilakukan dengan menggunakan bahan prostesis atau dengan bedah flap rekonstruksi. Rehabilitasi menggunakan prosthesis obturator sering dilakukan oleh para praktisi karena dapat mengurangi resiko morbiditas donor. Kelemahan penggunaan obturator adalah proses pemakaiannya bertahap yang mahal dan membutuhkan kepatuhan pasien untuk menjaga kebersihan obturator.

Rehabilitasi rongga mulut menggunakan obturator prostesis dibagi menjadi tiga tahap yaitu segera, sementara, dan definitif. Obturator bedah segera adalah rehabilitasi prostesis sementara pertama untuk mengembalikan kontinuitas tulang langit-langit dan alveolar setelah operasi pengangkatan rahang atas. Pada pasien ini, obturator ini dipasang pada saat operasi di ruang operasi. Fungsi utama dari obturator bedah segera adalah untuk memisahkan rongga mulut dan hidung dan mendukung pemasangan kasa bedah. Ini mengurangi risiko infeksi dari kontaminasi bakteri dari rongga mulut.

Desain obturator bedah telah dikembangkan dengan berbagai modifikasi, termasuk obturator berongga, modifikasi Uloop, sayap bukal, dan sayap labial. Modifikasi ini dibuat untuk meningkatkan retensi obturator bedah. Modifikasi sayap bukal berfungsi untuk mengembalikan kontur orofasial lebih normal dan retensi tidak langsung untuk mengurangi pergerakan obturator bedah.

Penelitian sebelumnya oleh Lisan dkk. (1979) membandingkan penggunaan obturator bedah dengan desain dengan sayap bukal dan obturator berongga. Pada hasil evaluasi live speech, kedua kelompok menunjukkan produksi suara yang baik, tetapi obturator dengan sayap bukal menunjukkan tingkat retensi yang lebih baik.

Retensi obturator bedah dipengaruhi oleh sisa tulang, gigi dan jaringan lunak, serta ukuran defek. Dalam kasus ini, obturator bedah tidak menggunakan gigi tiruan. Perbedaan dalam desain kasus ini adalah bahwa obturator bedah menggunakan ekstensi sayap bukal yang tinggi untuk menopang flap wajah dan mendukung proyeksi hidung, pipi, dan bibir atas. Modifikasi ekstensi sayap bukal digunakan untuk memulihkan kemampuan dan memperbaiki bicara serta kontur orofasial pasien. Pembuatan obturator tanpa gigi tiruan akan meminimalkan berat obturator secara keseluruhan.

Obturator bedah dengan ekstensi sayap bukal memberikan retensi langsung dari prostesis obturator. Rotasi dan pergerakan obturator bedah dapat diminimalkan dengan modifikasi ini. Modifikasi juga memberikan stabilitas lintas lengkung rahang dimana ekstensi akrilik dari sayap bukal mencegah rotasi prostesis. Retensi tambahan dengan ekstensi sayap bukal tidak menambah kesulitan pemasangan prostesis dan lebih nyaman bagi pasien.

Kesimpulan

Obturator bedah adalah pilihan perawatan utama untuk pasien setelah maksilektomi karena lebih efektif dan memiliki risiko minimal. Obturator bedah segera diperlukan untuk fungsi pengunyahan dan menelan, koreksi bicara dan menelan, dan perbaikan estetik setelah maksilektomi. Ekstensi sayap bukal yang dimodifikasi memberikan retensi langsung dan memperbaiki kontur orofasial pasien dengan penempatan prostesis obturator bedah yang mudah.

PENULIS: Arum Nur Kartika Putri, Indra Mulyawan, Andra Rizqiawan, Asdi Wihandono, Muhammad Subhan Amir

Jurnal:   Immediate Oral Rehabilitation Using a Surgical Obturator with Buccal Extension After Partial Maxillectomy: A Case Report and Literature Review