Universitas Airlangga Official Website

Pengobatan Antivirus Tidak Dapat Memberikan Manfaat Klinis dalam Tatalaksana COVID-19 Ringan

Foto oleh m3india.in

Tingginya penularan virus severe acute respiratory syndrome coronavirus-2  (SARS-CoV-2) telah menyebabkan pandemi penyakit COVID-19 yang dideklarasikan oleh WHO sejak 11 Maret 2020 dan menjadi ancaman kesehatan global. Hingga saat ini, belum ada pengobatan yang terbukti efektif melawan virus tersebut. Terapi suportif dan pemantauan perkembangan penyakit tetap menjadi andalan pengobatan untuk COVID-19 ringan. Penutupan perbatasan, pembatasan perjalanan, dan penguncian tak terhindarkan memicu kekhawatiran akan krisis ekonomi yang akan datang. Bagi Thailand, pandemi sangat mengejutkan perekonomian sebagai sektor pariwisata sejak Maret 2020, berkontribusi 15% dari produk domestik bruto (PDB). Terlepas dari ekonomi, adanya kontroversi kesehatan yang direkomendasikan untuk mendukung atau menentang penggunaan rejimen antivirus pada pasien COVID-19 ringan. Obat antivirus potensial baru-baru ini dievaluasi dalam uji klinis untuk mencari terapi yang efektif untuk wabah virus corona. Beberapa percobaan memberikan hasil yang menjanjikan bahwa rejimen baru dapat mempersingkat waktu pemulihan atau rawat inap, sementara penelitian lain menunjukkan tidak ada perbedaan dari terapi standar. Karena para peneliti terus menyelidiki pilihan terapi baru, setiap negara perlu mengembangkan pedoman terapi nya sendiri tergantung pada situasi epidemi dan sumber daya negara tersebut sebelum terapi  khusus tersedia.

Rumah sakit lapangan COVID-19 pertama di Thailand dibuka pada Maret 2020 untuk menerima rujukan dari rumah sakit pendidikan di ibu kota dan provinsi terdekat. Rumah sakit lapangan ini berafiliasi dengan Rumah Sakit Universitas Thammasat, rumah sakit tersier utama yang terletak di utara Bangkok. Untuk mendirikan rumah sakit lapangan, sistem isolasi antara pasien dan masyarakat sekitar harus diyakinkan kepada masyarakat. Proses pemindahan pasien ke rumah sakit lapangan, pengolahan air limbah umum dan sistem sanitasi tambahan seperti penggunaan autoklaf, klorinasi, ultraviolet, dan perawatan ozon perlu dirancang dengan baik untuk memastikan sanitasi berjalan dengan baik dan aman. Sejauh ini, rumah sakit lapangan ini telah dibuka kembali dan ditingkatkan menjadi 470 tempat tidur untuk pasien dari wabah ini. Seiring bertambahnya jumlah pasien COVID-19, Kementerian Kesehatan Masyarakat Thailand merilis pedoman penanganan COVID-19 terkait tingkat keparahan gejala. Namun, informasi tentang hasil pengobatan di negara ini masih terbatas.

Berdasarkan dari gambaran di atas, peneliti dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, RSUD Dr. Soetomo, Universitas Airlangga berhasil mempublikasikan hasil penelitiannya di salah satu jurnal Internasional terkemuka, yaitu Journal of Infection and Public Health. Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan hasil klinis antara pasien COVID-19 ringan yang menerima terapi antivirus dan mereka yang tidak menggunakan terapi antivirus.

Penelitian ini melaporkan bahwa 500 pasien dengan tes positif dilibatkan dalam penelitian ini. Usia rata-rata adalah 35,9 tahun dan sebesar 46% adalah laki-laki. Terdapat 225 (45%), 207 (41,4%), 44 (8,8%), 18 (3,6%), 6 (1,2%) pasien dengan COVID-19 tanpa gejala, ringan, sedang, berat, dan kritis. Pasien yang menerima terapi antivirus memiliki median lama rawat inap yang lebih lama secara signifikan dibandingkan pasien yang hanya mendapat terapi simtomatik. Selain itu, efek samping dari terapi antivirus mengakibatkan perpanjangan lama tinggal di rumah sakit pada dua pasien dengan komorbiditas. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam durasi deteksi virus pada spesimen pernapasan antar kelompok. Ini bisa mewakili sifat COVID-19 ringan yang dapat dipulihkan tanpa terapi antivirus.

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengobatan antivirus tidak dapat memberikan hasil klinis yang unggul untuk perawatan suportif pada pasien COVID-19 ringan. Pasien COVID ringan yang menerima obat antivirus memiliki lama rawat inap yang lebih lama secara signifikan tanpa perbedaan dalam durasi deteksi virus. Perawatan suportif standar dan pemantauan perkembangan penyakit secara teratur mungkin menjadi kunci keberhasilan pengelolaan COVID-19 ringan.

Penulis: Ratha-Korn Vilaichone

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada link artikel berikut: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1876034121002161?via%3Dihub