Setiap penyimpangan dari proporsi wajah dan hubungan gigi yang normal disebut sebagai kelainan bentuk gigi. Kelainan bentuk ini sering kali merupakan kelainan yang kompleks yang dikenal sebagai dysgnathia, yang memerlukan kombinasi ortodontik dan pembedahan yang dikenal sebagai pembedahan ortognatik untuk memperbaikinya. Setelah operasi, perubahan posisi tulang rangka yang mendasarinya dapat mempengaruhi jaringan lunak wajah. Perubahan ini berpengaruh pada profil wajah pasien, sehingga prediksi profil wajah pasien merupakan langkah penting dalam merencanakan perawatan bedah ortognatik.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan arahan mengenai standar pengukuran sudut profil pada populasi Tionghoa dan Deutro-Melayu di Surabaya. Untuk melakukan pembedahan di daerah maksilofasial yang dapat mengakibatkan perubahan pengukuran sudut profil. Data dikumpulkan dari 100 penduduk Surabaya yang memenuhi kriteria penelitian.
Perhitungan statistik dengan menggunakan uji Hotelling’s Trace, pada hasil uji ANOVA antara populasi Tionghoa dan Deutro-Melayu di Surabaya didapatkan nilai p=0,363 (p>0,05). Hanya terdapat perbedaan yang signifikan pada sudut submental-leher di antara variabel lainnya, dengan p=0.041 (p<0.05). Tidak ada perbedaan yang signifikan pada sudut profil yang ditemukan antara populasi Tionghoa dan Deutro-Melayu di Surabaya.
Kelainan Rahang
Pada artikel ini akan membahas deformitas dentofasial yang merupakan kelainan multifaktorial yang memengaruhi rahang, gigi atau struktur kraniofasial lainnya. Adanya kelainan bentuk dentofasial dapat memiliki dampak psikologis pada individu, yang berpotensi memengaruhi harga diri, pengambilan keputusan dalam hubungan interpersonal, perilaku publik dan persepsi daya tarik fisik. Efek-efek ini dapat secara signifikan memengaruhi kualitas hidup individu secara keseluruhan.
Kelainan bentuk ini dapat dikategorikan sebagai rahang atas, rahang bawah atau gabungan keduanya. Salah satu kelainan dentofasial adalah hipoplasia sepertiga wajah. Kelainan bentuk ini sering kali menunjukkan kelainan kompleks yang dikenal sebagai dysgnathia, yang memerlukan kombinasi ortodonti dan bedah maksilofasial yang dikenal sebagai bedah ortognatik untuk mengoreksinya. Bedah ortognatik adalah intervensi bedah yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan antar-maksilaris, sehingga mengoptimalkan fungsi dan estetika rahang.
Responden dalam penelitian ini merupakan penduduk Surabaya yang berusia 18-25 tahun yang termasuk dalam ras Tionghoa dan Deutro-Melayu dengan kriteria dua generasi di atasnya juga Deutro-Melayu atau Tionghoa, memiliki oklusi Angle Class I, tidak memiliki riwayat trauma, tidak memiliki riwayat bedah ortognatik, tidak memiliki riwayat bedah pada daerah maksila, tidak memiliki riwayat perawatan ortodonti, tidak memiliki cacat maksila dan tidak memiliki tumor maksila dapat menjadi subjek penelitian ini.
Hasil Penelitian
Pada hasil foto yang dicetak pada kertas berukuran 20×25 cm, dilakukan pengukuran sudut profil dengan menggunakan sudut-sudut wajah yang dibentuk dan dihubungkan dengan titik-titik antropometri wajah. Sudut-sudut wajah yang diukur meliputi GNP, PSnLs, LillsPog, nasofasial, nasomental, mentoservikal, submental-leher dan cembung wajah.
Berdasarkan hasil uji dari nilai thropometrik dari profil penduduk Tionghoa dan Deutro-Melayu di Surabaya menunjukkan hasil yang berbeda dengan penduduk Kaukasoid, yang secara luas digunakan sebagai pedoman standar untuk analisis sudut profil wajah, namun uji Anova multivariate menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara setiap sudut pofil yang diukur. Hal ini dapat disebabkan karena populasi Tionghoa dan Deutro-Melayu di Indonesia berasal dari rumpun yang sama, yaitu Mongoloid.
Populasi Deutro-Melayu merupakan sub-populasi Mongoloid sekunder, sedangkan populasi Tionghoa merupakan sub-populasi Mongoloid primer. Kedua populasi ini telah hidup di Surabaya sejak beberapa generasi sebelumnya, dengan pola hidup, budaya dan lingkungan yang sama. Keduanya juga menunjukkan pola oklusi sudut kelas I yang sama. Perbedaan yang signifikan hanya diperoleh pada sudut leher submental, yang dapat disebabkan oleh perbedaan ketebalan lemak yang banyak dipengaruhi oleh faktor keturunan.
Kesimpulan dari artikel ini didapatkan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada sudut profil antara populasi Tionghoa dan Deutro-Melayu di Surabaya. Nilai antropometri pada sudut profil populasi Tionghoa dan Deutro-Melayu di Surabaya dapat digunakan sebagai standar acuan dalam memanipulasi tulang rangka wajah.
Penulis:
Indra Mulyawan1, Qonita Gurusy2, Arien Safira Damayanti2, Aloysius Donny Kuncoro Sigit1, Coen Pramono Danudiningrat1, Ganendra Anugraha1, Reza Al Fessi1.
1.Departement of Oral and Maxillofacial Surgery, Faculty of Dental Medicine, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia.
2. Undergraduate Student, Faculty of Dental Medicine, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia.
Corresponding author : Indra Mulyawan ; Departement of Oral and Maxillofacial Surgery, Faculty of Dental Medicine ; Universitas Airlangga ; Jl. Mayjend. Prof. Dr. Moestopo no. 47, Surabaya 60132, Indonesia ; E-mail : indramulyawan@fkg.unair.ac.id
Informasi detail dari laporan kasus ini dapat dilihat pada tulisan kami di : http://www.jidmr.com/journal/wp-content/uploads/2023/12/43-D23_2815_Indra_Mulyawan_Indonesia.docx.pdf
Indra Mulyawan, Qonita Gurusy, Arien Safira Damayanti, Aloysius Donny Kuncoro Sigit, Coen Pramono Danudiningrat, Ganendra Anugraha, Reza Al Fessi. Anthropometric Study for Surgical Guidance. Journal of International Dental and Medical Research. Vol. 16 No 4. 2023.