Indonesia menempati urutan ketiga dunia untuk jumlah kasus penyakit tuberkulosis (TB) yang masih menjadi masalah kesehatan umum di masyarakat. Kebijakan dari World Health Organization (WHO) terkait pemberian obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) atau Fixed Dose Combination (FDC) secara gratis pada pasien TB dengan strategi Directly Observed Therapy Short Course (DOTS) sudah dilaksanakan tetapi sampai sekarang jumlah kasus TB masih tinggi. Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kekambuhan penyakit, memutuskan rantai penularan penyakit dan mencegah resistensi bakteri terhadap OAT-KDT.
Terapi OAT-KDT merupakan pengobatan jangka panjang yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap intensif selama dua bulan pertama dan tahap lanjutan selama empat bulan berikutnya. Potensial risiko terapi OAT-KDT yaitu ketidakpatuhan minum obat, biaya terapi obat, dan efek samping obat sehingga membutuhkan peran apoteker terkait minum obat pada pasien dengan model asuhan kefarmasian. Peran apoteker di puskesmas saat ini masih terbatas pada pemberian OAT-KDT sebagai produk obat, belum sebagai sarana terapi melalui model asuhan kefarmasian pada pasien TB sehingga diperlukan penelitian ini. Suatu model adalah suatu representasi realita, model melukiskan aspek tertentu dari dunia nyata yang relevan dengan masalah yang diteliti.
Penelitian telah dilakukan dengan tujuan membuat model asuhan kefarmasian untuk meningkatkan kepatuhan minum obat OAT-KDT pada pasien TB di puskesmas wilayah Surabaya. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap dengan unit analisis berupa apoteker. Tahap pertama adalah pemetaan profil pelayanan OAT-KDT pada pasien TB di 63 puskesmas di Surabaya. Tahap pertama penelitian ini adalah penelitian observasional analitik desain cross-sectional, dengan sampel 63 apoteker puskesmas dan 249 pasien TB dari bulan Juli 2018 hingga September 2018.
Instrumen penelitian tahap pertama berupa kuesioner untuk mengukur pengetahuan apoteker, yang terdiri dari pertanyaan tentang karakteristik penyakit, karakteristik obat, dan karakteristik pasien. Analisis data menggunakan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 18 untuk Windows. Tahap kedua adalah pembuatan modul pelatihan untuk apoteker terkait asuhan kefarmasian pada pasien TB. Tahap ketiga adalah pengujian model asuhan kefarmasian dengan menggunakan modul pelatihan bagi apoteker. Penelitian tahap ketiga dengan desain quasi-experimental pre-test post-test control pada bulan Oktober 2018 yang diikuti oleh 36 apoteker yang dibagi menjadi 18 apoteker di kelompok intervensi dan 18 apoteker di kelompok kontrol. Penelitian ini disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga.
Hasil penelitian ini berupa model asuhan kefarmasian pada pasien TB di puskesmas. Pengetahuan apoteker tentang karakteristik penyakit, karakteristik obat, dan karakteristik pasien sangat diperlukan untuk penerapan asuhan kefarmasian pada pasien TB di puskesmas. Pengetahuan apoteker mempengaruhi kepatuhan minum OAT-KDT pada pasien TB, melalui penjelasan terkait verifikasi karakterisik obat sesuai dengan karakteristik penyakitnya, penjelasan indikasi obat, efektivitas obat, keamanan penggunaan obat, dan kepatuhan minum obat.
Kemampuan apoteker ini untuk menimbulkan respon pasien meliputi keyakinan terhadap obat, pemahaman penggunaan obat, harapan terhadap efektivitas pengobatan, kepedulian terhadap keamanan pengobatan, dan perilaku kepatuhan minum obat. Kesimpulan penelitian ini yaitu model asuhan kefarmasian meningkatkan kepatuhan minum obat OAT-KDT pada pasien TB di puskesmas.
Penulis : Yuni Priyandani, Abdul Rahem, Umi Athiyah, M. B. Qomaruddin, Kuntoro
Link Jurnal : https://pharmacyeducation.fip.org/pharmacyeducation/issue/view/72