Quercetin merupakan flavonoid yang secara alami terdapat di dalam berbagai sayuran dan buah, seperti tomat, bawang, anggur, brokoli, apel, beri, dan jeruk. Quercetin merupakan metabolit sekunder dari tumbuhan yang diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi, antioksidan, antivirus, dan antikanker. Quercetin berperan dalam membersihkan partikel dalam tubuh yang dikenal sebagai radikal bebas yang merusak membran sel, merusak DNA, dan bahkan menyebabkan kematian sel. Efek ini dikenal sebagai efek antioksidan. Antioksidan menetralkan radikal bebas dengan demikian mengurangi atau bahkan membantu mencegah sebagian kerusakan yang disebabkan oleh paparan kronis radikal bebas. Banyak studi in vitro dan in vivo memperkuat bukti efek farmakologi quercetin pada susunan saraf pusat seperti depresi, stroke, dan alzheimer. Lebih jauh lagi, suplementasi quercetin berpengaruh pada penyakit sindrom metabolik seperti diabetes dan Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) atau steatosis hati. Semua fakta ilmiah di atas menunjukkan potensi yang sangat baik dari quercetin dan aktivitas farmakologi-nya dan sangat prospektif dikembangkan sebagai kandidat agen terapi bagi berbagai penyakit.
Namun, quercetin memiliki beberapa masalah yang berkaitan dengan kelarutan, stabilitas, dan bioavailabilitas atau ketersediaan hayati ketika dikonsumsi. Ketidakstabilan kimianya dan waktu paruh biologisnya yang pendek menyebabkan jumlah quercetin atau metabolit aktifnya dalam tubuh menjadi berkurang sehingga sangat berpotensi mengurangi efektivitas ketika digunakan sebagai terapi. Stabilitas quercetin bergantung pada pH dan suhu. Paparan pH asam lambung yang kuat ketika quercetin digunakan secara peroral, akan mendegradasi quercetin menjadi asam fenolik. Kondisi ini menjadi masalah karena penyerapan quercetin terjadi di usus besar dan untuk menghasilkan efek terapi diperlukan absorpsi yang baik di dalam usus besar. Untuk mencapai dampak terapeutik yang paling besar, perlu untuk meningkatkan sifat fisikokimia quercetin dengan membuatnya lebih larut dalam air, bioavailabilitas, dan kurang rentan terhadap kerusakan quercetin yang ditimbulkan lingkungan gastrointestinal. Mengembangkan sistem penghantaran obat menggunakan sistem mikrosfer berpotensi mengatasi masalah quercetin yang terkait dengan karakteristik fisikokimianya. Mikrosfer biasanya disebut sebagai partikel bola dengan diameter antara 1 dan 1000 μm. Mikrosfer adalah sistem penghantaran obat yang mempotensiasi efisiensi dan stabilitas obat. Pengembangan sistem mikrosfer melibatkan proses menjerap obat ke dalam sistem, yang melindunginya dari dampak paparan lingkungan luar. Dengan memanfaatkan sistem ini, maka akan meningkatkan penyerapan obat, yang secara langsung meningkatkan bioavailabilitas atau ketersediaan obat di dalam peredaran darah sistemik. Sistem mikrosfer juga meningkatkan spesifisitas akumulasi obat di tempat tertentu yang akan membantu dalam pentargetan terapi yang berpotensi menurunkan efek samping pada organ yang tidak tertarget.
Berdasarkan kondisi dan masalah yang terkait dengan sifat quercetin tersebut, penelitian yang berfokus pada peningkatan sifat quercetin per rute oral menggunakan sistem mikrosfer dapat menjadi alternatif jalan keluar. Seperti dalam laporan ilmiah oleh Hariyadi et al, 2024, untuk mengembangkan sistem mikrosfer quercetin, natrium alginat digunakan dalam penelitian. Alginat adalah polimer polisakarida anionik dengan sifat biokompatibel sebagai pembawa untuk sistem penghantaran oral. Dalam penelitian ini, evaluasi dilakukan terhadap karakteristik fisik yakni ukuran partikel, morfologi partikel, efisiensi penjebakan, drug loading, indeks swelling. Lebih jauh, penelitian juga mengukur kemampuan drug delivery system ini dalam melepaskan quercetin secara in vitro.
Penelitian oleh Hariyadi, et al 2024 ini menemukan fakta bahwa konsentrasi alginat yang lebih tinggi secara signifikan meningkatkan ukuran partikel mikrosfer (6,53 – 8,34 µm) dan menurunkan drug loading (11,58% – 6,08%). Selain itu, konsentrasi alginat yang terlalu rendah atau tinggi akan mempercepat pelepasan quercetin dari mikrosfer. Di sisi lain, variasi konsentrasi alginat tidak mempengaruhi efisiensi enkapsulasi, indeks polidispersitas, dan moisture content. Pelepasan kinetik mikrosfer mengikuti model kinetika Higuchi dengan mekanisme yang dikendalikan oleh difusi. Dengan kata lain, penelitian ini berhasil mengembangkan sistem mikrosfer alginat yang mengendalikan pelepasan quercetin. Penelitian lebih lanjut untuk mengoptimasi sistem mikrosfer yang dapat menghasilkan efek terapi quercetin yang optimal menjadi langkah ke depan untuk menghasilkan alternatif terapi baru bagi berbagai penyakit.
Ditulis oleh Chrismawan Ardianto, PhD., Apt
Berdasarkan publikasi Hariyadi et al, 2024 pada Pharmacy Education Maret 2024, 24(3): 19-24
Detail tulisan ini dapat dilihat di: https://pharmacyeducation.fip.org/pharmacyeducation/article/view/2629