Universitas Airlangga Official Website

Peran Drug-eluting stent pada Takayasu Arteritis dengan Stenosis Arteri Renal

Foto by Healthline

Takayasu Arteritis (TA) adalah penyakit peradangan kronis pada pembuluh darah besar yang mempengaruhi aorta dan cabang-cabangnya, termasuk arteri renal yang memasok darah ke ginjal. Patogenesis penyakit Takayasu Arteritis tidak diketahui secara pasti, Namun beberapa studi menunjukkan terdapat hubungan dengan faktor autoimun dan genetik. Takayasu Arteritis dengan stenosis arteri ginjal (TARAS) adalah penyebab umum hipertensi renovaskular pediatrik. Stenosis arteri renal dapat mengakibatkan Gagal Ginjal Akut Reversibel yang membaik ketika etiologi dari penyakit teratasi. Tujuan utama penatalaksanaan TARAS adalah untuk memperbaiki tekanan darah yang tinggi dan memulihkan fungsi ginjal. Saat pemberian terapi gagal memperbaiki gejala, revaskularisasi ginjal perlu dipertimbangkan. Drug-eluting stent (DES) dapat diterapkan sebagai strategi alternatif untuk revaskularisasi ginjal pediatrik.

Revaskularisasi ginjal dapat dilakukan secara endovaskular maupun bedah. Namun, Studi tentang revaskularisasi arteri renal pada anak masih terbatas. Revaskularisasi bedah memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dan tingkat keberhasilan yang bervariasi, namun memiliki hasil patensi yang baik selama lima tahun dan kontrol tekanan darah yang baik pada dewasa. Pada anak, Tindakan bedah memiliki hasil yang baik dalam menurunkan tekanan darah pasien, tetapi tingkat kegagalan dari tindakan ini juga bervariasi dari 4-57%. Kesulitan utama tindakan revaskularisasi bedah pada anak yakni pemilihan graft ideal yang dapat mengikuti pertumbuhan anak. Strategi revaskularisasi endovascular dipertimbangkan mengingat usia pasien yang tidak optimal untuk dilakukan tindakan bedah dalam hal ini yakni pemilihan graft, tingginya morbiditas dan tingkat kegagalan yang bervariasi. Oleh karena itu, terapi endovascular dapat dilakukan sebelum pada akhirnya dilakukan tindakan revaskularisasi definitif menggunakan prosthetic graft yangdapat dilakukan saat dewasa.

Tidak ada konsensus khusus mengenai terapi endovascular pada anak. Namun, Terapi Endovaskular berupa Percutaneous Renal Transluminal Angioplasty (PRTA) tanpa stent lebih banyak diterapkan. Lesi pada kasus vasculitis umumnya lebih sempit dan sulit untuk melebar. Sehingga sangat sulit untuk melakukan penetrasi pada lesi menggunakan balon angioplasty konvensional. Oleh karena itu, balon bertekanan tinggi atau memotong balon perlu dilakukan. PRTA dengan balon memiliki tingkat keberhasilan 72.7% dalam menurunkan tekanan darah pada anak. Selain itu, metode ini memiliki tingkat restenosis yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan stent yang kemungkinan berhubungan dengan adanya stress kronik dan stretching yang mengakibatkan inflamasi, sel proliferasi dan restenosis arteri renal. Pertimbangan lainnya yakni pertumbuhan pada anak masih belum selesai, sehingga arteri renal masih bisa bertambah ukuran seiring bertambahnya usia, sehingga terdapat risiko restenosis. Oleh karena itu indikasi penggunaan stent pada stenosis arteri renal masih terbatas pada kondisi dimana dapat terjadi recoil setelah PRTA, adanya gangguan aliran akibat diseksi arteri selama PRTA dan stenosis arteri rekuren setelah PRTA sukses dilakukan. Penggunaan stent dipilih untuk menghindari terjadinya recoil yang kerap terjadi pada penggunaan balon.

Penerapan DES pada kasus TARAS jarang dilakukan pada pasien anak dan studi terkait keberhasilan terapi dalam jangka panjang masih terbatas. Umumnya penerapan stent pada stenosis arteri renal pediatrik menggunakan Bare Metal Stents (BMS). Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan DES lebih superior dalam mencegah in-stent restenosis (ISR) dibandingkan dengan BMS karena mengandung agen anti-proliferative dan anti-inflammatory yang menghambat ISR. Selain itu, DES juga menunjukkan patensi yang baik pada pasien pediatrik. Oleh karena itu, penggunaan DES patut dipertimbangkan.

Pada kasus yang kami tangani pada pasien wanita berusia 10 tahun yang menderita TARAS bilateral, telah dilakukan pemeriksaan angiografi dengan hasil stenosis segmental aorta abdominal dan arteri renal bilateral. Diagnosis TA pada pasien kami ditegakkan berdasarkan adanya kriteria angiografi tipe IV (stenosis segmental aorta abdominal dan arteri renal), hipertensi dan peningkatan ESR. Presentasi klinis pasien berupa hipertensi, nyeri kepala dan retinopati mendukung gambaran krisis hipertensi akibat iskemia renal bilateral. Revaskularisasi ginjal pada pasien kami diindikasikan karena adanya Hipertensi berat yang resisten terhadap terapi dan perburukan fungsi ginjal yang progresif dalam 45 hari terapi disertai dengan adanya oliguria yang membutuhkan hemodialisa. Percutaneous Renal Transluminal Angioplasty (PRTA) dengan DES telah berhasil dilakukan tanpa komplikasi. Setelah pemasangan, fungsi ginjal pasien membaik dan kontrol tekanan darah pasien membaik dengan adanya dua obat anti hipertensi. Terapi dual anti-platelet diberikan untuk meminimalkan risiko stent thrombosis.

Hal ini menunjukkan bahwa penerapan Drug-eluting stent (DES) dapat dijadikan sebagai alternatif untuk revaskularisasi ginjal pediatrik dan pemantauan jangka panjang perlu dilakukan untuk menilai keberhasilan terapi dan mencegah komplikasi seperti risiko ISR, stent thrombosis dan perdarahan.

Penulis: dr. Taufiq Hidayat, Sp.A (K)

Informasi detail bisa dilihat pada tulisan kami di:

Utamayasa IK, Puspitasari M, Hidayat T, Rahman M. Role of drug-eluting stent on Takayasu arteritis with renal artery stenosis. PI [Internet]. 5Dec.2022 [cited 23Feb.2023];62(6):422-. Available from: https://www.paediatricaindonesiana.org/index.php/paediatrica-indonesiana/article/view/2544

DOI: https://doi.org/10.14238/pi62.6.2022.422-9