Universitas Airlangga Official Website

Peran Imaging pada Cerebral Palsy dengan atau Tanpa Epilepsi

Ilustrasi by Klikdokter

Cerebral Palsy, atau biasa disingkat CP, adalah penyakit kronik yang menyerang pusat motorik pada otak. Gejala pada penyakit ini terlihat pada beberapa tahun pertama kehidupan, dan biasanya tidak bertambah buruk seiring dengan bertambahnya usia. Berdasarkan dari data penelitian, dilaporkan bahwa prevalensi CP berkisar antara 2,6 sampai 2,9 per 1000 kelahiran hidup. Anak dengan CP mengalami gangguan motorik serta gangguan lain seperti gangguan intelektual, kejang, gangguan perilaku dan emosional, gangguan berbicara dan bahasa, serta gangguan pernglihatan dan pendengaran. Pada penderita CP, ada kemungkinan sebesar 32-62% untuk menderita epilepsi. Epilepsi adalah gangguan sistem saraf pusat dimana aktivitas otak menjadi tidak normal hingga menyebabkan kejang atau periode perilaku tidak biasa. Epilepsi itu sendiri merupakan salah satu faktor penentu pada luaran fungsi mental dan fungsi motorik pada anak dengan CP.

Studi terdahulu menyebutkan bahwa epilepsi sering dijumpai pada anak dengan CP tipe spastik, yaitu CP dengan gejala khas berupa kekakuan pada tangan dan kaki. CP tipe spastik dibagi lagi menjadi tipe hemiplegia (lemah separuh tubuh yang sama sisi, baik lemah pada tangan kanan dan kaki kanan, maupun lemah pada tangan kiri dan kaki kiri), diplegia (lemah pada kedua kaki), dan tetraplegia/kuadriplegia (lemah kedua tangan dan kedua kaki). Tipe yang tersering dan terberat adalah tipe kuadriplegia. Pasien CP baik dengan epilepsi maupun tanpa epilepsi, lebih sering terjadi kelemahan pada keempat anggota gerak (tipe kuadriplegia), dibandingkan hanya pada dua anggota gerak (diplegia), ini merupakan tipe yang paling berat yang dapat berhubungan dengan terjadinya retardasi mental.

Terdapat suatu sistem klasifikasi yang mengklasifikasikan kemampuan motorik anak dengan CP, yang disebut Gross Motor Function Classification System (I-V). GMFCS I merupakan klasifikasi dengan keterbatasan motorik paling ringan, sedangkan GMFCS V untuk yang paling berat. Pada anak CP dengan epilepsi, paling banyak ditemukan GMFCS IV-V. Sedangkan klasifikasi GMFCS I-II biasanya ditemui pada pasien CP tanpa epilepsi.

Pasien CP yang disertai epilepsi, biasanya memiliki riwayat kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, sesak nafas saat lahir, kejang saat lahir, ataupun kondisi yang buruk saat lahir. Bayi yang mengalami sesak saat lahir, otaknya akan mengalami kekurangan oksigen, yang menyebabkan kerusakan otak dan berpotensi terjadinya CP, dan bila kondisi kekurangan oksigen tersebut mengenai area tertentu pada otak, maka dapat pula terjadi epilepsi. Adanya kejang pada bayi baru lahir dapat menyebabkan gejala sisa berupa epilepsi dan meningkatkan resiko kematian.

Mikrosefali, atau ukuran lingkar kepala di bawah normal, merupakan tanda yang paling sering ditemui pada pasien CP yang disertai dengan epilepsi, sebaliknya mikrosefali itu sendiri meningkatkan resiko terjadinya epilepsi pada pasien CP. Adanya infeksi otak dapat merusak massa otak dan menyebabkan mikrosefali. Gangguan lain yang menyertai penyakit CP diantaranya adalah gangguan pendengaran dan penglihatan. 10% anak dengan CP mengalami gangguan pendengaran dan 2% diantaranya mengalami tuli pada kedua telinga. Gangguan pendengaran pada pasien CP lebih sering terjadi bila anak tersebut memiliki riwayat lahir dengan berat badan di bawah normal, riwayat kuning dengan komplikasi pada otak, infeksi selaput otak, dan gangguan otak akibat kekurangan oksigen. Anak dengan CP lebih rentan untuk mengalami infeksi telinga yang dapat berkembang menjadi ketulian. Gangguan pendengaran sering terlambat terdeteksi, dan biasanya baru terdeteksi saat usia 3 tahun.

Suatu studi menyebutkan bahwa 20% anak dengan CP juga mengalami gangguan mata mulai dari yang ringan hingga kebutaan. Pemeriksaan screening penglihatan harus dilakukan pada anak dengan CP sehingga gangguan yang terjadi dapat dideteksi lebih awal.  Anak dengan CP baik dengan epilepsi maupun tanpa epilepsi dapat mengalami abnormalitas pada pemeriksaan imaging otak. Pada anak CP dengan epilepsi, 62% mengalami abnormalitas imaging, sedangkan pada anak CP tanpa epilepsi, 57% yang mengalami abnormalitas pada imaging otak. Abnormalitas pada imaging otak yang paling sering ditemui pada anak CP baik dengan maupun tanpa epilepsi adalah pengecilan ukuran otak. Pengecilan ukuran otak tersebut terjadi akibat kekurangan oksigen yang terjadi pada otak, yang terjadi baik saat dalam kandungan maupun saat lahir.

Penulis: Prastiya Indra Gunawan

Informasi detail bisa dilihat pada tulisan kami di :

Comparison of Clinical Characteristics and Neuroimaging of Cerebral Palsy with and without Epilepsy in Children | Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology (medicopublication.com)

Rizka Yulianto, Prastiya Indra Gunawan, Darto Saharso. Comparison of Clinical Characteristics and Neuroimaging of Cerebral Palsy with and without Epilepsy in Children. Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology 2021;38(202): 1442-9. DOI: https://doi.org/10.37506/ijfmt.v15i1.13616