Universitas Airlangga Official Website

Peran Trombolisis Intrakoroner pada Arteri Koroner yang Sarat Trombus

Ilustrasi trombus (sumber: dokter sehat)

Trombus intrakoroner tetap menjadi salah satu musuh utama spesialis jantung intervensi. Sekitar 10% pasien yang menjalani percutaneous coronary intervention (PCI) primer mengalami embolisasi distal dari trombus yang megakibatkan obstruksi mikrovaskuler koroner dan penurunan perfusi jaringan miokard. Hal ini dapat mengakibatkan iskemia berkelanjutan, ukuran infark yang lebih luas dan peningkatan mortalitas 30 hari yang signifikan (Hazard ratio [HR] 3.0, 95% confidence interval (CI 1,19-7,58; P = 0,02), terlepas dari keberhasilan PCI dengan aliran pembuluh darah epikardial normal. Prosedur trombektomi aspirasi manual/ manual aspiration thrombectomy (MAT) dilakukan sebagai upaya lini pertama untuk mengurangi efek samping ini, meskipun efek menguntungkan selama PCI masih diperdebatkan. Ketika MAT gagal untuk mencapai aliran darah koroner yang cukup, trombolisis intrakoroner menggunakan kateter dapat menjadi pilihan strategi reperfusi alternatif yang aman dan efektif untuk IRA yang dipersulit oleh trombus besar. Kami melaporkan kasus reperfusi koroner melalui kombinasi MAT, angioplasti balon dan trombolisis intrakoroner menggunakan kateter pada STEMI yang disebabkan oklusi trombotik pada arteri koroner kanan (RCA).

Laporan kasus dengan pasien laki-laki Asia berusia 51 tahun datang dengan STEMI. Angiografi koroner menunjukkan adanya trombus besar yang menutup seluruh bagian proksimal arteri koroner kanan/ right coronary artery (RCA). Trombolisis intrakoroner terarah kateter dengan streptokinase dilakukan setelah beberapa upaya MAT dan angioplasti balon gagal mencapai pemulihan aliran darah koroner. Setelah pemasangan stent berhasil, sisa trombus difus tetap berada di RCA. Angiografi evaluasi RCA yang dilakukan 4 hari kemudian menunjukkan pembubaran trombus lengkap dengan trombolisis pada infark miokard / thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) aliran grade 3.

Manajemen risiko iskemik harus diperhatikan setelah menjalani prosedur PCI. Manipulasi trombus dan bukti sisa trombus setelah implantasi stent pada pasien kami membawa risiko yang tinggi untuk obstruksi mikrovaskular atau bahkan trombosis akut stent. Untuk mengatasi masalah ini, pedoman ESC/EACTS 2018 tentang revaskularisasi miokard merekomendasikan pemberian triple therapy selama 1 hingga 6 bulan pada pasien dengan risiko iskemik karena ACS atau karakteristik anatomi/prosedur lain yang lebih tinggi dibandingkan dengan risiko perdarahan (Kelas IIa; LOE A). Dengan risiko perdarahan rendah (skor PRECISE-DAPT = 10), warfarin ditambahkan pada terapi DAPT menggunakan aspirin dan ticagrelor, dan segera dihentikan pada hari ke-empat setelah hasil evaluasi angiografi menunjukkan tidak adanya sisa trombus dengan aliran TIMI flow grade 3.

Guideline saat ini merekomendasikan PCI primer sebagai tatalaksana pilihan pada pasien STEMI. PCI primer dengan implantasi stent dapat memperoleh patensi pada IRA, menghasilkan area infark yang lebih kecil, lebih sedikit jumlah kejadian akut dan jangka panjang, termasuk infark berulang dan kematian. Pasien kami tidak mendapatkan terapi GPI karena ketidaktersediaaan saat dilakukan PCI. Namun demikian, kami menggunakan beberapa strategi yaitu MAT, angioplasti balon dan trombolisis intrakoroner selama PCI untuk mendapatkan hasil yang baik. MAT adalah salah satu metode trombektomi yang paling sering digunakan pada PCI primer, karena prosedurnya sederhana, dengan risiko cedera vaskular dan emboli distal yang rendah. Beberapa studi skala kecil atau pusat tunggal dan satu meta-analisis dari 11 percobaan kecil menunjukkan bahwa mungkin ada keuntungan dari MAT dalam PCI primer.

Angioplasti balon tetap menjadi bagian integral dari PCI untuk pra-dilatasi lesi, membantu melintasi lesi dengan mudah tanpa komplikasi, serta berguna untuk meperkirakan ukuran koroner, penempatan stent, pemasangan dan pengembangan lanjut stent. Angioplasti balon sederhana juga dapat digunakan untuk memperluas lumen dengan meregangkan, mengompresi, dan mendistribusikan kembali trombus sepanjang sumbu longitudinal dinding arteri hingga batas tertentu, akan tetapi metode ini dapat meningkatkan kemungkinan pelepasan plak dan fragmentasi dari sisa trombus yang berujung pada embolisasi distal. Selanjutnya pada kasus kami, penggunaan angioplasti balon bersama dengan trombolisis intrakoroner bertujuan untuk memanipulasi trombus yang sebagian sudah mengalami lisis.

Trombus intrakoroner pada kasus STEMI dapat mengakibatkan hasil klinis yang lebih buruk, terlepas dari keberhasilan PCI dengan aliran pembuluh darah epikardial normal. Meskipun tidak ada terapi gold-standard untuk menangani trombus intrakoroner, terdapat pilihan kombinasi terapi farmakologis dan mekanik yang dapat ditelusuri. MAT tidak direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin dalam kasus STEMI, tetapi dapat membantu dalam kasus-kasus tertentu atas kebijakan operator dan tim intervensi. Trombolisis intrakoroner dapat menjadi pilihan strategi reperfusi alternatif yang aman dan efektif ketika prosedur MAT saja gagal mencapai aliran darah koroner yang adekuat pada IRA dengan beban trombus yang tinggi. Tatalaksana trombus intrakoroner pada kasus STEMI terus menjadi tantangan dalam kardiologi intervensi, sehingga diperlukan pendekatan tatalaksana khusus kasus per kasus demi hasil yang lebih baik.

Penulis : I Gde Rurus Suryawan, Rizal Muhammad, Fita Triastuti

Link publikasi : http://www.iakardiologie.cz/artkey/kar-202401-0011_role_intrakoronarni_trombolyzy_v_pripade_trombotizovane_koronarni_tepny_kazuistika.php