Pada artikel kali ini saya mencoba membahas puisi Oka Rusmini yaitu Pandora. Tentu saja tujuan tulisan ini adalah untuk menyelidiki impotensi perempuan seperti yang diungkapkan Oka Rusmini, salah satu penulis perempuan Indonesia. Karya sastra Oka Rusmini sangat mendukung cita-cita feminisme, karena dengan jelas menggambarkan kelemahan perempuan dalam cengkeraman patriarki dan adanya diskriminasi terhadap perempuan (Danerek, 2006).
Oka Rusmini adalah seorang penulis perempuan Indonesia yang tinggal di Bali (Made, 2015). Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Tarian Bumi, yang bertujuan untuk mengganggu perdebatan gender yang sebelumnya tidak adil dan tidak seimbang (Mandrastuty, 2010; Derana, 2016; Priyatna, 2023; Putra, 2023). Oka kerap mengangkat isu perempuan dalam berbagai karyanya, termasuk novel dan puisi (Aveling, 2010; Widyastuti, 2020; Mu’is, 2021). Pandora adalah judul salah satu puisinya yang menekankan gagasan feminis.
Permasalahan perempuan sering disinggung dan dieksplorasi dalam karya-karya kreatif kontemporer, termasuk puisi, seperti Pandora. Tubuh perempuan dianggap “tabu” dan diupayakan untuk dilawan hingga keberadaannya dimusnahkan (Kulick & Willson, 1995; Griffin, 1996; Akpinar, 2003; Gatrell, 2007). Padahal hal ini termasuk dalam wilayah terlarang pada masa sastra klasik. Namun, di era sastra saat ini, justru hal inilah yang berbondong-bondong dieksploitasi sebagai topik karya sastra. Hal ini terutama berlaku bagi sejumlah besar penulis perempuan yang muncul pada tahun 2000an. Oka Rusmini, seorang penulis perempuan brilian, termasuk di antara mereka.
Perempuan adalah tema yang diangkat pengarang dalam puisinya; namun perempuan dan subjek terlarang sering muncul dalam karya sastra (Matkowska, 2021; Fuadhiyah, Purwasito, & Supriyanto, 2023). Perempuan masih terbelenggu oleh masyarakat patriarki yang mapan di Indonesia (Budiati, 2010; Lahdji, 2015; Kurniawati, Junaedi, & Sos, 2023). Di Indonesia, masyarakat masih meyakini dan mempercayai patriarki yang “mengikat” bahkan membelenggu perempuan (Pambumdi, 2007; Firdaus, 2023). Upaya Oka Rusmini menunjukkan bahwa perempuan masih menjadi kelas dua yang terjebak dalam kotak Pandora.
Jika dibaca sekaligus, puisi “Pandora” akan membawa pembacanya pada bayang-bayang seorang perempuan. Sesuatu yang melekat dan hidup pada wanita. Puisi ini, didukung dengan banyaknya kata-kata yang bersifat feminin, akan menarik perhatian pembaca terhadap masalah feminisme yang merupakan salah satu sudut pandang yang dikemukakan dalam sastra Indonesia saat ini.
Berlatarkan budaya patriarki di mana perempuan adalah objek tak berdaya di alam semesta kedua di mana posisi mereka dibandingkan laki-laki sangat berbeda. Puisi ini menggunakan berbagai gaya diksi yang berkaitan dengan kewanitaan. Sebagai jiwa wanita, semacam pertarungan dalam diri.
Banyak penelitian terkait perempuan dan puisi di Indonesia, salah satunya dilakukan oleh Lubarman, Dahlan dan Kiftiawati, (2023). Penelitian ini berfokus pada metafora dan tubuh perempuan. Selain itu, Sahidillah dan Rahaya (2019) membahas fakta kemanusiaan dalam kumpulan Puisi Pandora karya Oka dengan memanfaatkan pendekatan strukturalisme genetik. Terakhir, Sari (2019) fokus pada feminisme Marxis untuk membedah novel Tempurung karya Oka Rusmini. Ketiganya melakukan penelitian yang berbeda dengan peneliti, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pendekatan yang berbeda akan menghasilkan sudut pandang yang berbeda pula.
Penelitian ini penting. Pertama, perempuan merupakan isu yang selalu dikaitkan dengan budaya patriarki di Indonesia dan terus ada di masyarakat hingga saat ini. Kedua, penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa, meskipun cita-cita dan inisiatif feminis untuk kesetaraan gender diperdebatkan di masyarakat, perempuan masih tetap tidak berdaya. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola ketidakberdayaan yang dialami perempuan dalam puisi Pandora karya Oka Rusmini.
Mengetahui gambaran feminitas yang terkandung dalam Pandora diharapkan dapat menjadi bekal bagi perempuan, aktivis gender, dan pihak lain untuk terus bersuara. melawan ketidaksetaraan gender. Perempuan terwakili dalam karya sastra. Dengan demikian, penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan topik yang sedang dibahas.
Penulis: Rima Firdaus SHum MHum
Info selengkapnya dapat diakses pada: https://ijmmu.com/index.php/ijmmu/article/view/5572