Universitas Airlangga Official Website

Perilaku Kewirausahawanan Sosial pada Industri Peternakan Susu di Indonesia

Perilaku Kewirausahawanan Sosial pada Industri Peternakan Susu di Indonesia
Ilustrasi peternakan susu sapi (sumber: bidik.news)

Kewirausahaan sosial (SE) adalah sebuah studi yang sedang berkembang di mana orang-orang dengan visi dan semangat untuk membantu dan melayani masyarakat terlibat dalam menciptakan inovasi untuk perbaikan sosial daripada hanya mengejar keuntungan semata (Ghalwash et al., 2017; Hassan, 2020). Sedangkan perilaku kewirausahawanan sosial (SEB) dapat dipahami sebagai perilaku spesifik yang dilakukan oleh individu guna menghasilkan hasil nyata bagi masyarakat, dan menjadi pembeda  karakter pengusaha sosial dengan pengusaha komersial (Mair dan Noboa , 2006). Namun, sebagian besar penelitian sebelumnya tentang pembentukan SEB terhenti pada niat kewirausahaan sosial (SEI) sebagian karena anggapan bahwa niat secara otomatis menciptakan perilaku dalam theory of planned behaviour (TPB) (Akter et al., 2020; Sidek dan Arrasyid , 2022).

Mengikuti sudut pandang tersebut, para peneliti telah mengabaikan peran dari faktor eksternal yang mempengaruhi konversi SEI menjadi SEB, sebagaimana terdapat pada TPB (Ajzen, 1985). Di bidang kewirausahaan, entrepreneurial event model (EEM) mengonseptualisasikan peristiwa yang memicu atau peristiwa yang menghambat niat untuk dikonversi menjadi perilaku ( Shapero , 1982; Krueger dan Carsrud , 1993). Konsep ini kemudian didefinisikan ulang sebagai facilitating events (FE) yang mempunyai nilai lebih positif (Krueger dan Carsrud , 1993).

Peternak Skala Kecil

Industri peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh peternak skala kecil yang menghadapi permasalahan permodalan, produktivitas susu, kualitas susu, profitabilitas peternakan, pasokan pakan ternak, teknik peternakan, mesin, luas lahan untuk kandang dan hijauan alami serta pertumbuhan jumlah ternak (Putri , 2017; Susanty dkk., 2019, 2020). Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2022a, 2022b), pertumbuhan populasi sapi perah tidak signifikan atau bisa dikatakan stagnan (Tabel 1). Dari statistik tersebut, penelitian ini menghitung bahwa 98,42% dari 578.579 populasi sapi perah berada di Pulau Jawa, dimana 97,45% diantaranya tersebar di tiga provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat (Tabel 1). Sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 adalah 269,6 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2022a, 2022b).

Dibandingkan dengan Selandia Baru yang berpenduduk 4,693 juta jiwa, memiliki 6,5 juta ekor sapi perah (Putri, 2017). Sebanyak 81% bahan baku susu untuk kebutuhan produksi susu olahan nasional harus didatangkan dari luar negeri dalam bentuk susu bubuk karena susu segar dalam negeri yang diproduksi oleh peternak lokal hanya mampu menyuplai 19% dari total kebutuhan (Susanty et al., 2020). Peternak sapi perah skala kecil menyumbang 90% dari 19% kebutuhan produksi; secara total, terdapat sekitar 192.162 peternak sapi perah di Indonesia yang sebagian besar merupakan peternak kecil dan pemilik sebagian besar sapi perah (Susanty et al., 2020).

Koperasi Lokal

Sebagai petani kecil, peternak sapi perah Indonesia bergantung pada koperasi susu lokal untuk kegiatan peternakan mereka (Susanty et al., 2017). Pemerintah memprakarsai koperasi susu untuk menghubungkan produsen susu dengan pelaku industri susu lainnya dan memberikan layanan dan pasokan kepada peternak (Susanty et al., 2020). Beberapa program tersebut adalah pemantauan kesehatan sapi gratis dan inseminasi buatan, pelatihan dan pendampingan gratis mengenai standar peternakan yang baik, pinjaman berbunga rendah bagi peternak yang dapat dicicil dengan susu dan lain-lain demi kebaikan anggotanya (Susanty et al., 2019). Dengan kata lain, organisasi ini berdiri sebagai pelindung bagi para peternak sapi perah.

Pemerintah Indonesia juga telah menerapkan cetak biru strategi sektor susu pada tahun 2013–2025 (Wright dan Meylinah , 2014; Susanty et al., 2020) yang salah satu strateginya berfokus pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia koperasi susu lokal (TCMEARIDFAC, 2018 ). Koperasi sapi perah lokal memenuhi kriteria SE karena tujuan pendirian dan kegiatan usahanya diidentifikasi untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat dengan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dengan tetap mengambil keuntungan seminimal mungkin untuk mempertahankan kelangsungannya ( Novkovic , 2008; Sidek dan Arrasyid , 2022 ).

Sebagian besar penelitian sebelumnya melibatkan mahasiswa sebagai respondennya (misalnya Hockerts , 2017; Hassan, 2020; Tiwari et al., 2020) karena penelitian tersebut memadai jika pertanyaan tersebut berfokus pada prediktor SEI seperti yang ditangkap dalam meta-analitik ( Zaremohzzabieh et al., 2018) dan tinjauan literatur sistematis (Luc et al., 2019) dari artikel penelitian empiris SEI. Sementara itu, pengujian hubungan SEI–SEB relatif tidak banyak dilakukan (Akter et al., 2020) karena memerlukan individu dengan pengalaman bisnis sosial sebagai partisipan penelitian, yang lebih kompleks dibandingkan melibatkan mahasiswa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor psikologis yang memprediksi SEI dan mengetahui konversi SEI menjadi SEB pada pimpinan koperasi susu dengan adanya FE sebagai faktor moderasi.

Temuan

Temuan menunjukkan bahwa para pimpinan koperasi susu di tiga propinsi, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki empati (EM) yang mendalam dan persepsi tanggung jawab sosial (PSR) yang tinggi serta efikasi diri (SEFF) yang kuat. Mereka merasa bertanggung jawab atas permasalahan kemasyarakatan yang dihadapi komunitasnya. Selain itu, mereka sangat yakin bahwa mereka dapat melakukan sesuatu untuk memperbaiki kondisi tersebut. Secara kelembagaan, koperasi susu dapat mempertimbangkan hasil ini dalam menentukan kriteria calon pengurus terpilih pada setiap periode tertentu. Sedangkan FE merupakan dukungan eksternal dimana pemerintah, perusahaan pengolahan susu dan pihak lain terlibat langsung sebagai mitra dalam koperasi susu. Hasilnya menggambarkan bahwa dukungan dari mitra meningkatkan peluang keberhasilan konversi dari SEI ke SEB. Dukungan nyata dari pihak lain, seperti cicilan fasilitas mesin pendingin dan pinjaman berbunga rendah, sangat membantu program koperasi susu dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi peternak sapi perah rakyat.

Penulis: Muhammad Iqbal Arrasyid , Shafie Bin Sidek , Noor Azlin Ismail, Amaliyah

Link: https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/SEJ-10-2023-0135/full/html 

Baca juga: Prediksi Kurs Valuta Asing Mitra Dagang Terbesar Indonesia