Universitas Airlangga Official Website

Perilaku Positive Deviance Pencegahan Stunting

ilustrasi stunting (sumber: alsi)

Saat ini stunting telah menjadi permasalahan kesehatan dunia. Stunting merupakan terhambatnya suatu keadaan pertumbuhan pada balita yang disebabkan oleh kurangnya gizi dalam waktu lama (kronis) terutama pada masa kritis yaitu 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Prevalensi stunting yang masih tinggi menjadi permasalahan utama gizi yang harus diselesaikan karena mengingat kasus tersebut merupakan ancaman bagi masa depan anak-anak Indonesia. Salah satu upaya dalam mencegah stunting perlu dilakukan sebagai pencarian solusi yang dapat dipraktikkan oleh masyarakat umum dengan menerapkan positive deviance guna memperbaiki perilaku dalam mencukupi kandungan gizi pada ibu hamil dan anak. Jawa Timur prevalensi stunting anak balita lebih tinggi daripada rata-rata prevalensi di tingkat nasional, yaitu 32.8% (Kemenkes 2018). Prevalensi stunting ini lebih tinggi dari ambang batas WHO dengan kategori prevalensi sangat tinggi (30%) (De Onis et al., 2019). Banyaknya kasus anak balita yang mengalami stunting merupakan gambaran terjadinya gangguan tumbuh dan kembang anak di Indonesia, yang akan berdampak buruk terhadap sumber daya manusia di masa depan. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan sosial ekonomi. 

Banyak faktor yang menyebabkan stunting seperti rendahnya konsumsi pangan, penyakit infeksi, rendahnya status sosial ekonomi, rendahnya status gizi ibu sebelum hamil, status gizi ibu ketika hamil, ketahanan pangan keluarga, praktik pengasuhan yang kurang baik, kurangnya akses air bersih, higiene dan sanitasi lingkungan (FAO, IFAD, UNICEF, WFP, and WHO, 2018). Kejadian stunting juga dapat disebabkan karena faktor pola asuh ibu seperti pemberian makan berkaitan dengan pemilihan dan cara makan serta tingkat kecukupan zat gizi balita yang kurang. Pada tingkat kecukupan zat gizi yang kurang mampu mempengaruhi kejadian stunting. Beberapa zat gizi seperti energi, protein, seng dan vitamin A memiliki peran dalam kejadian stunting (Femidio and Muniroh, 2020). Permasalahan gizi dapat dicegah dengan mengenali akar permasalahan yang terjadi di masyarakat sehingga dalam penanganan masalah gizi dapat dilakukan secara mendasar pada sumber masalah. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam upaya preventif dan promotif dalam masyarakat yaitu pendekatan positive deviance (Bella, 2020).

Positive deviance merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam pemecahan masalah gizi yang berbasis dari keluarga dan masyarakat, dengan mengidentifikasi adanya berbagai perilaku dari ibu maupun pengasuh yang memiliki anak bergizi baik tetapi dari keluarga kurang mampu dan mengeluarkan kebiasaan positif kepada keluarga lain yang memiliki anak dengan gizi kurang (Fitriani, 2020). Konsep positive deviance berdasarkan pada pengamatan bahwa dalam setiap populasi atau komunitas, terdapat beberapa individu atau kelompok dengan perilaku yang sukses dan menemukan solusi lebih baik untuk pemecahan masalah.

Pendekatan positive deviance membawa perubahan tentang perilaku dan sosial berkelanjutan dengan mengidentifikasi solusi yang sudah ada dalam sistem. Dalam konteks gizi dan kesehatan, perilaku positive deviance menunjukkan bahwa pada masyarakat berpenghasilan rendah juga dapat memiliki keadaan gizi yang baik. bahwa perilaku positive deviance untuk mencegah stunting dapat dilakukan dengan beberapa perilaku yaitu ibu hamil mengkonsumsi susu, memberikan anak susu (ASI dan atau susu sapi), upaya ibu untuk mengatasi kesulitan makan, membatasi dan mengatur kebiasaan jajan anak, dan mengonsumsi makan nasi ditambah sayur dan lauk. 

Tumbuh kembang pada anak ditentukan dalam kondisi saat masa janin dalam kandungan. Dengan demikian, ibu hamil harus memiliki keadaan kesehatan serta status gizi yang baik untuk menunjang kesehatan dan keselamatan janin dalam kandungannya. Seperti perilaku konsumsi susu pada ibu hamil memiliki banyak manfaat dalam terpenuhinya mikronutrien sebagai kebutuhan ibu hamil dan mencegah stunting pada janin di kandungannya. Kandungan dalam susu mencakup asupan protein, kalsium, zat besi, asam folat, vitamin D, vitamin dan mineral mikro lainnya. Apabila kekurangan kandungan unsur-unsur  tersebut dapat menyebabkan berat badan lahir rendah dan tinggi badan rendah pada  bayi yang belum lahir. 

Anak yang normal diberikan susu baik air susu ibu ataupun susu formula. Beberapa kasus yang anak stunting, susu diberikan dalam bentuk larutan yang encer. Pada 1000 hari pertama kehidupan menjadi penentu dalam kehidupan selanjutnya sehingga hal tersebut menjadi penting untuk dilakukan intervensi gizi berupa pemberian ASI eksklusif (Efendi et al., 2021). Pemberian ASI sampai anak usia lebih dari 15 bulan atau dua tahun dapat memberikan kontribusi asupan zat gizi makro dan mikro yang baik untuk pertumbuhan anak.  Hasil penelitian menunjukkan rata-rata asupan dari zat gizi makro pada anak sudah tercukupi kecuali lemak. Sedangkan asupan zat gizi mikro kecuali seng dan vitamin A masih jauh dibawah rata-rata. Seng memiliki peran dalam mempengaruhi hormon pertumbuhan seperti IGF-1, Growth Hormone (GH) reseptor dan GH Binding Protein mRNA yang di dalam tubuh menjadi rendah. Sehingga sistem regulasi hormon pertumbuhan yang rendah ini dapat menghambat pertumbuhan linear. Meskipun kebutuhannya sedikit, tetapi seng berperan sangat penting untuk mencegah stunting. Selain itu, vitamin A juga memiliki peran penting untuk pencegahan stunting. Derivat vitamin A yaitu asam retinoat yang memiliki pengaruh pada hormon lain yang mengontrol pertumbuhan jaringan skeletal

Masalah sulit makan pada anak merupakan masalah yang sering dihadapi oleh semua ibu. Pada ibu dengan anak normal (tidak stunting) berbagai upaya dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut. Ibu dapat menciptakan suasana atau kondisi yang nyaman dan menyenangkan pada saat anak makan. Apabila anak tidak mau makan, ibu mampu membujuk agar anak mau untuk menghabiskan makanannya(Merita and Hesty, 2019).

Mengkondisikan suasana makan anak merupakan cara yang paling sering dilakukan oleh ibu. Selain itu, dalam pemberian makanannya harus dengan cara yang sehat, bergizi serta mengatur porsi makan agar dihabiskan oleh anak sehingga dapat meningkatkan status gizi (Bella, Fajar and Misnaniarti, 2020). Selanjutnya, mengajak anak lain (tetangga) untuk makan bersama di rumah juga dapat membuat anak bersemangat untuk makan. Kemudian menggendong anak, menyuapi anak, dan makan sambal bermain sepeda merupakan upaya yang juga sering dilakukan oleh ibu agar anak mau makan. Selain itu, ibu juga tidak memberikan makanan atau minuman lain termasuk makanan jajanan kepada anak sebelum anak makan nasi. 

Upaya untuk meningkatkan nafsu makan anak dengan memberikan jamu, suplemen, maupun memijat anak ke dukun anak juga dapat dilakukan oleh ibu. Beberapa orangtua memberikan suplemen penambah nafsu makan yang dijual bebas di apotik. Upaya yang dilakukan ibu untuk mengatasi masalah kesulitan anak ini, dapat meningkatkan konsumsi makan anak. Konsumsi makan pada anak yang cukup dan teratur dapat meningkatkan asupan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Ibu yang mudah menyerah dalam mengatasi kesulitan makan anak menyebabkan anak memiliki kebiasaan jajan yang tinggi. Oleh karena itu, pengasuhan pada anak usia dini lebih bersifat protektif dan stunting menjadi lebih prospektif karena anak menjadi lebih tergantung pada asupan kalori dari makanan yang seharusnya ditingkatkan (Sultana, Rahman and Akter, 2019) .

Kebiasaan jajan camilan atau kudapan pada anak yang kurang baik dapat mengakibatkan anak tidak memperoleh asupan gizi seimbang dan secara kumulatif mampu mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan anak. Hal ini perlu diperhatikan dalam frekuensi pemberian makanan selingan, pertimbangan pemilihan jenis, pemberian makanan lengkap, penentuan waktu serta cara pemberian makan (Bella, Fajar and Misnaniarti, 2020). Secara umum, kebanyakan jajan yang sering dikonsumsi pada anak yaitu yang bersifat padat kalori, tinggi kadar garam, gula, dan lemak serta minim kandungan gizi seperti jajanan kue, biskuit, keripik, minuman pemanis) (Hess, Jonnalagadda and Slavin, 2016). 

Positif devian dengan memberikan konsumsi makanan beragam seperti nasi ditambah sayur dan lauk diterapkan di Desa Gunung Maddah. Pemberian olahan makanan sehat dan bergizi pada anak merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh para ibu dalam proses pertumbuhan anak.

Pemberian makan pada anak juga dapat dibantu oleh para kader serta tenaga kesehatan setempat dengan mengadakan program edukasi mengenai olahan makanan sehat dan bergizi dalam memenuhi kebutuhan status gizi anak. Edukasi pemberian olahan makanan sehat bergizi merupakan kegiatan yang mendukung pemahaman para ibu dengan pemantauan dari kader yang bertujuan untuk memastikan balita mendapat kecukupan gizi (Amaliya, 2021). Pola pemberian makan pada anak dengan variasi makanan yang diberikan tiap hari beragam. Hampir setiap ibu memberikan sumber protein hewani dan nabati serta sayur di setiap makanan. Mayoritas sumber protein yang diberikan setiap hari yaitu telur, ikan, tahu dan tempe serta pemberian sayur yang paling sering diberikan yaitu marungga, sawi dan bayam (Bokilia, Aspatria and Toy, 2021).

Selain itu, pada hasil penelitian ini menemukan banyaknya anak usia diatas 6 bulan yang hanya mengkonsumsi bubur dengan kuah bakso atau kuah mie atau kuah ikan saja atau nasi dengan kecap atau kerupuk saja tanpa diberikan makanan lainnya serta air gula juga diberikan sebagai kuah untuk makanan anak. Hal ini sama seperti menu bubur nasi memakai kentang, wortel, dan brokoli dengan kuah kaldu ayam tanpa memakai daging ayam. Menu tersebut belum sesuai dengan rekomendasi dari WHO terkait hal nutrisi yang cukup untuk bayi, baik dari segi jumlah kalori maupun jenis makronutrien yang diberikan (Andriani, Supriyatno and Sjarif, 2021). Ibu dapat membuatkan makanan buatan sendiri dengan cara tradisional dan harus mengikuti pedoman pemberian makan anak untuk mencapai hasil yang memuaskan seperti keragaman makanan sehat dan bergizi (Nafista, Nurhaeni and Waluyanti, 2023). 

Penulis: Riris Diana Rachmayanti, SKM., M.Kes