UNAIR NEWS – Dalam rangka peringati hari Alzheimer internasional, tiga dosen Universitas Airlangga (UNAIR) hadir dalam webinar “Demensia Alzheimer Sebagai Permasalahan Bersama”. Tepatnya pada pada Rabu (20/9/2023) dengan penyelengaranya adalah Lansia Sejahtera Surabaya .
Hadir dalam acara itu, Prof Thalca Hamid drg MHPEd SpOrt(K) PhD; Dr Pinky Saptandari Dra MA; dan Jani Purnawanty Jasfin SH SS LLM. Webinar itu membahas segala tantangan dan permasalahan yang terjadi pada lansia yang mengidap Alzheimer. Baik segi sosial budaya maupun hukum.
“Alzheimer ini ada di sekitar kita. Jadi, kita tidak bisa melihat ini (Alzheimer, Red) sebagai masalah medis saja, tetapi juga masalah sosial,” ungkap Dr Pinky.
Masalah Sosial-Budaya Penderita Alzheimer
Dalam masyarakat, terdapat konsep disease dan illness. Dr Pinky menjelaskan bahwa disease merupakan penyakit secara medis, sedangkan masyarakat menyebutnya illness atau ketika seseorang tidak bisa menjalankan fungsi sosialnya.
Walaupun secara medis pasien sudah berkurang kemampuan secara medis (pikun), masyarakat masih menganggap bahwa pasien tersebut masih bisa menjalankan fungsi sosial. Hal itu yang menjadi masalah dalam kehidupan bermasyarakat.
“Konsep sehat dan sakit dalam masyarakat juga membuat penanganan pasien Alzheimer menjadi sulit. Karena, masyarakat mewajari dan memaklumi jika orang tua itu pikun. Namun secara medis, pasien dengan Alzheimer dapat melakukan hal-hal yang tidak diinginkan,” jelasnya.
Penyakit Alzheimer juga sering dilupakan. Dianggap sebagai penyakit yang hanya menyerang orang tua saja. Padahal, tidak semua orang tua mengalami penyakit tersebut. Dan, orang dengan usia muda pun juga bisa terkena Alzheimer.
Potensi Masalah Hukum Penderita Alzheimer
Menanggapi materi Dr Pinky, Jani Purnawati selaku dosen di Fakultas Hukum Universitas Airlangga menambahkan masalah sosial yang menjangkit pasien Alzheimer. Yakni, adanya stigma yang mengakibatkan isolasi sosial, perubahan peran keluarga, dan pengabaian.
Adapun potensi masalah hukum bagi penderita Alzheimer adalah potensi menjadi korban penipuan hingga pelanggaran HAM penderita. Untuk mencegah hal itu, keluarga terdekat penderita Alzheimer diharapkan dapat memahami hak dan kewajiban, mendokumentasi dengan baik, menggunakan surat kuasa dan surat hukum yang sah, transparansi komunikasi, menghindari konflik keluarga, dan memberi dukungan emosional.
“Meningkatkan pemahaman individu, keluarga, dan masyarakat tentang Alzheimer sangat diperlukan untuk memberikan daya dukung yang baik bagi penderita Alzheimer,” tambahnya.
Caregiver Juga Manusia
Caregiver merupakan orang yang bertugas merawat dan menjaga lansia, dalam konteks ini adalah penderita Alzheimer. Beberapa permasalahan yang muncul pada caregiver adalah burnout karena tindakan penderita ataupun perkataan anggota keluarga penderita yang membuat caregiver menjadi mudah tersinggung, mudah marah, hingga susah berkonsentrasi yang berdampak buruk pada pasien yang ditangani.
Prof Thalca berpendapat bahwa caregiver perlu diberikan sesi konseling dan diperlukan sekolah formal untuk caregiver untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan oleh penderita ataupun keluarga.
“Caregiver itu juga ikut menderita lho, cost dalam penanganan Alzheimer itu jangan hanya ditinjau dari biaya obat dan rumah sakit. Juga kesabaran dan ketabahan para caregiver,” tutupnya. (*)
Penulis: Muhammad Naqsya Riwansia
Editor: Feri Fenoria