Universitas Airlangga Official Website

Perkembangan In Vitro Tanaman Aglaonema

PERKEMBANGAN IN VITRO TANAMAN AGLAONEMA
Ilustrasi Tanaman Aglaonema (dok pribadi)

Tanaman Aglaonema adalah tanaman hias dengan nama ilmiah Aglaonema sp atau di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Sri Rejeki. Tanaman aglaonema merupakan tanaman asli daerah tropis Asia Tenggara, terutama ditemukan di negara-negara seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia. Mereka adalah bagian dari keluarga Araceae, yang mencakup tanaman hias populer lainnya seperti philodendron dan pothos.

Tanaman hias memiliki berbagai manfaat yang sangat penting bagi kehidupan, baik dari segi kesehatan fisik dan mental, serta lingkungan. Berikut adalah beberapa manfaat tanaman hias yang signifikan: meningkatkan kualitas udara, menurunkan risiko alergi, menurunkan stres, meningkatkan fokus dan konsentrasi, mempercepat penyembuhan, melembapkan udara, menyingkirkan racun, menjaga kesehatan mental, menetralisir bau tak sedap dan menjaga kesehatan lingkungan. Dengan demikian, tanaman hias tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga memiliki berbagai manfaat yang sangat penting bagi kesehatan fisik dan mental, serta lingkungan.

Aglaonema merupakan salah satu jenis tanaman hias daun yang memiliki nilai jual  yang baik dalam dunia bisnis tanaman hias. Beberapa kultivar dari Aglaonema bahkan ada yang mencapai harga hingga jutaan rupiah di Indonesia. Fluktuasi harga pada perdagangan tanaman hias Aglaonema hias Aglaonema perlu diantisipasi. Dengan membuat koleksi benih dan plasma nutfah dengan metode atau teknik penyimpanan yang baik, diantaranya adalah secara kultur in vitro.

Kultur tanaman secara in vitro dapat disimpan dalam waktu yang lama, tetapi tetap hidup, keaslian genetiknya tetap terjaga, dan jika diperlukan, dan jika diperlukan dapat digunakan sewaktu-waktu. Upaya untuk menyimpan atau melestarikan tanaman plasma nutfah dapat dilakukan secara on-site (di lapangan) atau in vitro (di dalam kultur botol). Ada beberapa jenis penyimpanan in vitro, yaitu penyimpanan in vitro jangka pendek penyimpanan in vitro jangka pendek dan penyimpanan in vitro jangka panjang.

Pada awalnya, penyimpanan in vitro dilakukan untuk melestarikan plasma nutfah tanaman langka agar tidak punah. Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa penyimpanan in vitro juga memiliki arti penting dalam pelestarian biokultur. Penyimpanan tanaman secara in vitro untuk jangka pendek dan menengah saat ini juga dilakukan pada tanaman hias, sejalan dengan perkembangan industri tanaman hias. Teknik penyimpanan pertumbuhan lambat merupakan pendekatan in vitro untuk mengkonservasi beberapa spesies yang diperbanyak secara vegetatif dengan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan plantlet, menghemat ruang penyimpanan dan tenaga kerja, serta mengurangi biaya.

Metode penyimpanan tanaman in vitro untuk jangka pendek hingga menengah umumnya dilakukan dengan menggunakan metode slow growth atau minimal growth storage sedangkan untuk jangka panjang dilakukan dengan teknik kriopreservasi, yaitu perlakuan suhu rendah pada kultur in vitro. Penyimpanan pertumbuhan lambat (penyimpanan jangka menengah) mengurangi aktivitas metabolik, yaitu laju pertumbuhan kultur in vitro, dengan cara memeliharanya pada media pertumbuhan yang dimodifikasi atau dalam kondisi kultur yang diubah. Teknik in vitro untuk melestarikan keanekaragaman hayati tanaman meliputi mikropropagasi berdasarkan meristem apikal atau ketiak tunas, embriogenesis somatik, teknologi kultur sel, penyelamatan embrio teknik penyelamatan embrio, dan penyimpanan suhu rendah in vitro.

Pengembangan kultur in vitro pada tanaman telah menjadi salah satu metode yang sangat penting dalam perbanyakan tanaman secara vegetatif. Dengan demikian, pengembangan kultur in vitro pada tanaman memerlukan perhatian terhadap berbagai faktor, termasuk kondisi bahan tanaman, jalur embriogenesis dan organogenesis, zat pengatur tumbuh, aklimatisasi, teknik kultur jaringan, penggunaan bioreaktor, penggunaan hormon sintetis, penggunaan sumber karbon, dan penggunaan teknologi fisika optik. Dengan mengintegrasikan semua faktor ini, kultur in vitro dapat menjadi metode yang sangat efektif dalam perbanyakan tanaman secara vegetatif.

Berbagai metode in vitro dalam penyimpanan tanaman telah dikembangkan. Penyimpanan in vitro menggunakan teknik Penyimpanan Pertumbuhan Lambat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain penggunaan senyawa penghambat pertumbuhan dan osmotik, enkapsulasi, penyimpanan dalam kondisi gelap dan pengendalian spektrum cahaya, modifikasi media tumbuh dengan mengurangi kadar sukrosa dan konsentrasi media primer, kombinasi pengenceran media dengan zat penghambat pertumbuhan dan penggunaan spektrum cahaya tertentu.

Memodifikasi komposisi media dengan mengurangi kandungan gula, mineral, zat pengatur tumbuh, atau zat pengatur osmotik seperti sorbitol dan manitol dapat menghambat pembelahan sel dan secara signifikan membatasi pembentukan kalus dan perkembangan tunas. Mengurangi unsur hara makro dengan mengencerkan media MS merupakan salah satu cara untuk memperlambat pertumbuhan in kultur in vitro. Secara teknis, metode penyimpanan tanaman in vitro memperpanjang waktu antar subkultur, menurunkan risiko kehilangan plasma nutfah melalui kesalahan penanganan, seperti masalah kontaminasi, dan mengurangi risiko ketidakstabilan genetik karena berkurangnya subkultur.

Penelitian in vitro tanaman Agalonema juga telah banyak dilakukan, diantaranya dari Nugrahani et al. (2024) yang menunjukkan bahwa konsnetrasi berbagai media pertumbuhan memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan in vitro Aglaonema. Dari hasil ini berpotensi untuk optimalisasi kultur in vitro pada Aglaonema sebagai metode yang sangat efektif dalam perbanyakan tanaman secara vegetatif dan menghasilkan bibit dengan kualitas yang baik. Walaupun demikian,  tentu saja masih membuka peluang untuk pengembangan metode di masa datang dengan pemanfaatan instrument dan digitalisasi program terkait.

Penulis: Hery Purnobasuki

Sumber: https://www.ornamentalhorticulture.com.br/rbho/article/view/2696