Universitas Airlangga Official Website

Perlunya Mewaspadai Nodul Kalsifikasi sebagai Salah Satu Penyebab Sindrom Koroner Akut

Perlunya Mewaspadai Nodul Kalsifikasi Sebagai Salah Satu Penyebab Sindrom Koroner Akut
Ilustrasi Penderita Koroner Akut (sumber: Kompas)

Sindrom koroner akut (SKA) atau yang lebih dikenal dengan penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Setiap tahunnya, diperkirakan 15,5 juta orang dewasa di Amerika menderita penyakit arteri koroner dan satu di antaranya meninggal setiap 42 detik. Pada penyakit arteri koroner, terjadi pembentukan plak aterosklerosis di dinding pembuluh darah. Apabila terjadi komplikasi lebih lanjut dari plak tersebut, dapat terjadi pembuntuan pembuluh darah yang mendasari gejala mendadak dari SKA. Pemeriksaan secara mikroskopis menunjukkan adanya tiga gambaran utama pada kejadian sumbatan pembuluh darah koroner: ruptur plak (60%), erosi plak (30%), dan nodul kalsifikasi (<10%). Nodul kalsifikasi merupakan pengapuran pada plak yang menonjol hingga menembus permukaan pembuluh darah dengan adanya bekuan darah yang menempel. Meskipun angka kejadian nodul kalsifikasi di antara pasien SKA lebih rendah dibandingkan dengan ruptur atau erosi plak, nodul kalsifikasi dikaitkan dengan hasil klinis yang lebih buruk dibandingkan morfologi plak lainnya. Pasien SKA dengan nodul kalsifikasi menunjukkan peningkatan risiko mengalami kejadian komplikasi pembuluh darah yang hebat, misalnya stroke, gagal jantung, pembuntuan aliran darah ke jantung, hingga kematian.  Hal ini terutama disebabkan oleh tingginya tingkat kekambuhan SKA akibat penonjolan kembali nodul kalsifikasi. Efektivitas tindakan pemasangan ring pada jantung sebagai terapi utama pada SKA juga berkurang secara signifikan pada lesi kalsifikasi, dikarenakan adanya perkembangan berkelanjutan dari lesi tersebut, bahkan pada ring jantung yang mengandung obat atau drug-eluting stent (DES).

Penelitian sekunder yang kami lakukan dengan mengambil 24 studi dan melibatkan 15,209 pasien menemukan bahwa nodul kalsifikasi merupakan ciri khas dari plak atheroma di pembuluh darah yang mewakili 6,3% dari kasus SKA. Terdapat dua jenis SKA: dengan dan tanpa ST elevasi, yang ditunjukkan dengan perbedaan gambaran hasil rekam jantung / elektrokardiografi (EKG). Nodul kalsifikasi lebih sering terjadi pada SKA tanpa ST elevasi dibandingkan pada pasien infark miokardium dengan ST elevasi (9,4% vs 6,6%). Angka kejadian hipertensi (78,8%), diabetes mellitus (50,8%), penyakit pembuluh darah multipel (71,7%), dan penyakit ginjal (26,43%) juga kami temukan lebih tinggi pada pasien dengan nodul kalsifikasi dibanding yang tidak. Temuan ini mendukung hipotesis bahwa hipertensi dan diabetes mellitus merupakan faktor risiko potensial pembentukan nodul kalsifikasi.

Diabetes mellitus memang telah diketahui dapat menyebabkan kerapuhan dan gangguan fungsi pembuluh darah. Pada pasien diabetes, penyakit arteri koroner cenderung bermanifestasi sebagai kondisi yang lebih kompleks yang ditandai dengan lesi kecil, menyebar, dan terkalsifikasi, serta seringkali melibatkan banyak pembuluh darah. Sementara, pengapuran pembuluh darah bagian tengah dapat menyebabkan kekakuan arteri yang mengakibatkan hipertensi, sebagaimana dibuktikan dalam temuan kami yang menunjukkan angka kejadian hipertensi yang lebih tinggi pada kelompok dengan nodul kalsifikasi. Penyakit ginjal juga sering ditemukan pada pasien dengan nodul kalsifikasi karena disfungsi ginjal menyebabkan ganggguan metabolisme kalsium dan fosfor serta peningkatan sitokin peradangan dan sekresi protein terkait kalsifikasi.

Berdasarkan letak arteri atau pembuluh darah yang terkena, kami juga menemukan bahwa nodul kalsifikasi terutama banyak ditemukan pada arteri desendens anterior kiri (48%), diikuti oleh arteri koroner kanan (40,4%) dan arteri sirkumfleks kiri (14,5%). Perbedaan angka kejadian ini dapat disebabkan oleh torsi maksimal pada bagian tengah arteri koroner kanan dan arteri desendens anterior kiri berdasarkan pembuluh darah epikardium. Nodul kalsifikasi secara umum lebih sering ditemukan di pembuluh darah bagian pangkal atau tengah dan mungkin juga berhubungan dengan kejadian diabetes yang cenderung memengaruhi area ini. Selain itu, hipertensi dapat memberikan tekanan mekanis yang berdenyut pada plak, yang berpotensi berkontribusi pada mekanisme serupa yang mendasari terjadinya sumbatan pembuluh darah.

Selain itu, kami juga menemukan bahwa SKA yang disebabkan oleh nodul kalsifikasi juga meningkatkan risiko revaskularisasi lesi target sebesar 6 kali lipat. Hal ini menyebabkan pasien SKA dengan nodul kalsifikasi memerlukan tindakan pasang ring berulang dibandingkan yang tidak memiliki nodul kalsifikasi. Tingginya prevalensi diabetes mellitus, hipertensi, dan gagal ginjal pada pasien SKA dengan nodul kalsifikasi dapat mempengaruhi pasien dengan faktor risiko tersebut untuk mengalami SKA berulang, dengan atau tanpa tindakan pemasangan ring. Pasien dengan nodul kalsifikasi juga memiliki peningkatan risiko kekambuhan SKA karena pertumbuhan nodul terus menerus dan penonjolan massa kalsifikasi.

Sebagai kesimpulan, kami juga menyoroti perlunya pendekatan berbeda dalam menangani pasien SKA dengan nodul kalsifikasi sebagai penyebab lesi karena strategi penatalaksanaan SKA secara umum mungkin tidak terlalu efektif. Walaupun angka kejadiannya masih relatif sedikit, keberadaan nodul kalsifikasi perlu diwaspadai pada SKA karena memiliki risiko angka kejadian beberapa penyakit yang lebih besar, kekambuhan yang lebih tinggi, dan penanganan yang cukup sulit.

Penulis: Citrawati Dyah Kencono Wungu

Link artikel: https://doi.org/10.1016/j.isci.2024.110351

Baca juga: Perbedaan dalam Rekomendasi Medis dari Chatbot Berbasis AI di Berbagai Negara